Taiwan Berupaya Memperkuat Kemampuan Pertahanan Sipil Demi Menghadapi Ancaman PKT yang Kian Meningkat

oleh Chen Ting

Beberapa orang sumber mengatakan bahwa pemerintah Republik Tiongkok (Taiwan) sedang berusaha memperkuat layanan publik dan infrastruktur pertahanan sipil untuk menghadapi ancaman PKT yang semakin meningkat.

Beberapa pejabat pemerintah yang mengetahui masalah ini mengatakan kepada “Financial Times”, bahwa agenda reformasi yang akan dilaksanakan oleh pemerintah baru mencakup peningkatan tenaga pertahanan sipil, pembangunan cadangan pangan dan energi, peningkatan kemampuan medis darurat, penguatan infrastruktur komunikasi dan lainnya.

Sumber mengatakan bahwa rencana tersebut telah diserahkan kepada Presiden Lai Ching-te pada Kamis (11 Juli) untuk mendapatkan persetujuan. Sejak menjabat pada Mei tahun ini, pemerintahan Lai Cheng-te telah menjadikan penguatan kemampuan pertahanan sipil sebagai prioritas pelaksanaan.

“Singkatnya, jika terjadi perang di Taiwan, maka militer kita terpaksa berperang, namun kita ingin kehidupan masyarakat tetap berlangsung dan berfungsi sebagaimana biasa”, kata seorang pejabat Taiwan.

Selama ini Beijing terus mengklaim bahwa Taiwan merupakan bagian dari wilayahnya dan mengancam tidak menutup kemungkinan untuk mengambil alih Taiwan dengan kekerasan. Dalam beberapa tahun terakhir, Partai Komunis Tiongkok terus meningkatkan tekanan militernya terhadap Taiwan, berulang kali mengirimkan pesawat-pesawat tempur dan kapal perang untuk melakukan latihan militer di sekitar Taiwan. Hal ini meningkatkan kekhawatiran bahwa Tentara Pembebasan Rakyat akan memblokade pulau tersebut.

Pada tahun 2023, Partai Komunis Tiongkok mengirim pesawat militer untuk melintasi batas Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) Taiwan sebanyak 1.709 kali. Angka ini sedikit menurun dibandingkan dengan 1,738 kali yang dilakukan pada tahun 2022, karena terjadi penurunan drastis pada bulan Desembernya. Namun masih 76% lebih tinggi dibandingkan dengan 972 kali yang dilakukan pada tahun 2021. Hal ini menunjukkan bahwa operasi militer Tiongkok di dekat Taiwan terus meningkat.

Presiden Lai Ching-te dalam pidato pelantikannya pada Mei tahun ini menekankan, bahwa “kedua sisi Selat Taiwan tidak saling berafiliasi”. Setelah itu, PKT langsung melakukan latihan militer yang diklaim sebagai “hukuman”, dan memperkenalkan 22 hukuman terhadap norma kemerdekaan Taiwan. Selanjutnya, pemerintah Taiwan segera menyalakan lampu peringatan perjalanan ke Tiongkok daratan bagi warganya sebagai tanggapan.

Baru-baru ini, kapal induk Partai Komunis Tiongkok Shandong melakukan pelatihan laut dan udara di Pasifik Barat, selain itu Tentara Pembebasan Rakyat juga ikut showoff dengan mengirimkan sejumlah besar pesawat militernya untuk “mendampingi”.

Pada Kamis (18 Juli), Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan menyatakan bahwa dalam 24 jam yang berakhir pada pukul 6:00 pagi, pihaknya mendeteksi adanya 66 kali penerbangan pesawat militer Tiongkok yang 56 kali di antaranya melintasi garis tengah Selat Taiwan, bahkan terbang sampai berjarak 33 mil laut mendeki Tanjung Eluanbi, Taiwan. Ini merupakan rekor tertinggi yang dibuat dalam sehari.

Di saat yang sama, militer Taiwan juga mendeteksi 7 kapal perang Tiongkok yang terus beroperasi di dekat Selat Taiwan. Militer Taiwan mengatakan bahwa pihaknya telah mengirimkan pesawat misi, kapal, dan sistem rudal berbasis pantai untuk memantau dan merespons secara dekat.

Setelah Rusia menginvasi Ukraina di tahun 2022, pemerintah Taiwan mulai mengambil tindakan untuk memperkuat reformasi pertahanan nasional, termasuk menerapkan kembali sistem wajib militer bagi pria selama satu tahun, membangun pasukan drone, dan mulai menilai dan menata kembali ketahanan negara terhadap bencana.

Sumber mengatakan, rencana pemerintahan Lai Ching-te untuk memperkuat kemampuan pertahanan sipil didasarkan pada rencana pemerintahan Tsai Ing-wen sebelumnya. Proposal yang diusulkan mencakup peningkatan kapasitas penggilingan padi, peningkatan cadangan makanan pokok dan memperbanyak sumur bor untuk menjamin pasokan air.

Para pejabat juga mendalami cara mendistribusikan bahan makanan, dan salah satu pilihannya adalah memanfaatkan toko serba ada di Taiwan untuk mendistribusikan pasokan bila terjadi perang. Berdasarkan data Kementerian Perekonomian Taiwan, hingga akhir Desember 2023, terdapat 13.706 toko serba ada yang menyebar di seluruh Taiwan, dengan rata-rata terdapat 1 toko serba ada untuk setiap 1.703 orang.

Para pejabat mengatakan bahwa mereka ingin meningkatkan kapasitas rumah sakit sebagai persiapan untuk merawat korban dan membangun infrastruktur cadangan jika Tiongkok memutus kabel bawah laut.

Kedua pejabat pemerintah Taiwan juga mengatakan bahwa perselisihan mengenai distribusi masker dan vaksin selama epidemi di waktu lalu telah memberikan pelajaran yang berarti bagi pemerintah pusat dan daerah dalam masalah pendistribusian di masa perang nanti yang semoga saja tidak terjadi.

Seorang pejabat Taiwan mengatakan bahwa saat ini pemerintah sedang berusaha memperbaiki mekanisme manajemen bencana, agar dapat membentuk rantai komando yang lebih jelas dan memiliki sistem yang dapat berfungsi baik di masa damai maupun perang. (sin)