Robotaxi, Taksi Tanpa Sopir di Tiongkok Menyelesaikan 5 Juta Pesanan, Jutaan Pengemudi Khawatir akan Menjadi Pengangguran

Tang Di/ Lin Qing – NTD

Baidu telah mengoperasikan 1.000 taksi tanpa pengemudi sepenuhnya di Wuhan, yang disebut Robotaxi. Hingga kini, layanan tersebut telah menyelesaikan 5 juta pesanan. Karena keuntungan seperti harga layanan yang murah, semakin banyak penumpang yang memilih menggunakan taksi tanpa pengemudi. Di tengah perekonomian yang lemah dan angka pengangguran yang melonjak, kehadiran “Robotaxi” membuat jutaan pengemudi taksi dan mobil sewaan di Tiongkok merasa cemas akan kemungkinan kehilangan pekerjaan mereka kapan saja.

Baru-baru ini, dikutip dari NTD, Minggu (14/7/2024) taksi tanpa pengemudi “Robotaxi” yang melaju di jalanan dan gang di Wuhan telah menjadi topik hangat  menjadi perhatian publik di internet Tiongkok. Taksi tanpa pengemudi memiliki beberapa keunggulan dibandingkan taksi tradisional:

Pertama-tama, karena tidak memerlukan pengemudi, semua biaya tenaga kerja dapat dihemat.

Menurut laporan media Tiongkok, harga diskon “Robotaxi” untuk setiap 10 kilometer di Wuhan adalah sekitar RMB 4 (Rp 8.000) hingga RMB 16 (Rp 35.000) sedangkan harga taksi tradisional dan layanan pemesanan mobil online berkisar antara RMB 18 Rp 40.000) hingga RMB 30 (Rp 66.000).  

Dengan latar belakang penurunan tingkat konsumsi yang meluas di masyarakat, harga yang murah menjadi alasan utama mengapa taksi tanpa pengemudi dengan cepat mendapatkan popularitas di kalangan konsumen setelah diluncurkan ke publik

Alasan lainnya taksi tanpa pengemudi dapat beroperasi selama 24 jam sehari, dan pengemudi taksi tradisional tidak dapat bersaing dengan mereka. Lainnya, taksi tanpa pengemudi tidak memiliki masalah sikap pelayanan yang baik atau buruk, dan tidak akan ada penolakan transportasi, yang mana dapat  mengurangi konflik dan perselisihan.

Tentu saja, “Robotaxi” yang saat ini ada di jalan raya di Wuhan juga memiliki beberapa kekurangan. Masalah yang paling menonjol adalah kecepatan mengemudinya jauh lebih lambat dibandingkan taksi tradisional.

Demi alasan keamanan, batas kecepatan preset mobil ini sangat ketat, dan kecepatan tertinggi dibatasi hingga 60 kilometer per jam. Apalagi jika dirasa ada kendaraan lain yang mendekat, maka akan diprioritaskan untuk memperlambat dan “memberikan jalan”, sehingga mengakibatkan kecepatan berkendara menjadi lambat. Kenderaan ini tidak cocok untuk orang yang sedang terburu-buru. Bahkan ada situasi dimana dua  taksi self-driving berhenti setelah bertemu di sebuah persimpangan, terjebak di tengah jalan dan menyebabkan kemacetan lalu lintas, sehingga mereka dijuluki “Robotaxi konyol” oleh netizen Tiongkok.

Sebuah artikel yang diterbitkan oleh majalah Guangzhou “Beifeng Window” pada 9 Juli menyatakan bahwa “Silly Robotaxi” di Wuhan mengumpulkan data besar selama operasi dan menggunakan teknologi AI untuk pelatihan berkelanjutan. Dengan gencarnya promosi kendaraan listrik dan teknologi kecerdasan buatan (AI) oleh pihak berwenang, taksi tanpa pengemudi mungkin akan menggantikan layanan ride-hailing online dan taksi tradisional dalam waktu dekat.

Saat ini, meskipun saat ini di daratan Tiongkok, selain Wuhan, hanya Beijing, Shanghai, Chongqing, dan Shenzhen yang bersiap untuk mengoperasikan taksi tanpa pengemudi untuk melayani penumpang, kemungkinan besar semakin banyak kota yang  mengikuti langkah serupa karena tren umum.

Namun, dalam konteks kemerosotan ekonomi Tiongkok dan meningkatnya angka pengangguran, “kebangkitan” taksi tanpa pengemudi tidak hanya mengikis ruang hidup jutaan pengemudi, namun juga memutus “pekerjaan” bagi para pengangguran paruh baya. 

Di komunitas online, banyak netizen telah mengungkapkan kekhawatiran dan kekecewaan mereka: “Teknologi memonopoli sumber daya, merebut mata pencaharian orang biasa, banyak pengemudi yang kesulitan menghidupi keluarga mereka, terpaksa keluar dari industri ini”; “Dulu tidak punya pilihan, kami jadi pengemudi Didi, sekarang ingin mengemudi Didi pun mungkin tidak bisa lagi”; Robotaxi memutus salah satu dari sedikit jalan keluar bagi pengangguran paruh baya, kelompok yang sudah lemah di dunia kerja ini semakin rentan terhadap eksploitasi.”

Dalam dua tahun terakhir, seiring dengan meningkatnya jumlah pengangguran, jumlah pengemudi layanan ride-hailing online di Tiongkok pun melonjak. Statistik dari China Online Ride-hailing Supervision Information Interaction Platform menunjukkan bahwa pada Oktober 2020, total 2,545 juta surat izin mengemudi online ride-hailing diterbitkan di seluruh negeri. Pada  April 2024, data ini telah melonjak menjadi 5,406 juta, meningkat sebesar 112,4%.

Menurut akun publik “Hubei Release”, “Robotaxi” sekarang dapat menerima lebih dari 20 pesanan per mobil per hari, dan volume pesanan telah melampaui taksi tradisional. Para pengemudi taksi  mengeluh kepada media Tiongkok: “Kami sulit menerima pelanggan di tempat-tempat yang banyak menggunakan [Robotaxi]!” .

Layanan ride-hailing online pernah dianggap sebagai “reservoir lapangan kerja” di daratan Tiongkok, yang menyerap banyak tenaga kerja. Kini setelah Robotaxi mulai bermunculan, jika industri ride-hailing online digantikan, Tiongkok akan dengan cepat menambah jutaan pengangguran. (Hui)