Analisis Dampak Kebijakan Vietnam dan PKT atas Kematian Nguyen Phu Trong

 oleh Ning Haizhong, Luo Ya

Pada 19 Juli, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam Nguyen Phu Trong meninggal dunia dalam usia 80 tahun akibat sakit yang diderita. Tugasnya sebagai Sekretaris Jenderal dan Sekretaris Komisi Militer Pusat Partai Komunis Vietnam untuk sementara waktu dipegang oleh Presiden Vietnam To Lam. Para ahli menganalisis dampak kematian Nguyen Phu Trong terhadap arah kebijakan politik Vietnam dan hubungan sensitif Vietnam – Tiongkok.

Apakah kematian Nguyen Phu Trong adalah akhir dari sebuah era di Vietnam ?

Menurut Kantor Berita Vietnam, ketika Komite Sentral Partai Komunis Vietnam merilis berita kematian Nguyen Phu Trong pada  Jumat (19 Juli), pihaknya tidak menyebutkan rincian penyakit yang diderita Nguyen Phu Trong, namun menyatakan bahwa Vietnam akan mengadakan pertemuan pemakaman kenegaraan untuknya.

Nguyen Phu Trong menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Komite Sentral Partai Komunis Vietnam dan Sekretaris Komisi Militer Pusat Partai Komunis Vietnam sejak tahun 2011. Ia juga pernah menjabat sebagai kepala negara Vietnam. Ia merupakan salah satu pemimpin Vietnam yang paling berkuasa selama beberapa dekade.

Nguyen Phu Trong meluncurkan kampanye antikorupsi selama masa jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal, yang mengakibatkan pengunduran diri Presiden Nguyen Xuan Phuc, Vo Van Thang, Ketua Majelis Nasional Ong Dinh Hue, dan Sekretaris Tetap Sekretariat Pusat Truong Thi Mui. Selama masa jabatan lima tahun keduanya, meskipun ada gangguan kesehatan, tetapi ia tetap memimpin perubahan undang-undang yang membatasi 2 periode jabatan berturut-turut bagi ketua partai. Pada 2021, ia kembali memenangkan masa jabatan 5 tahun untuk ke-3 kalinya sebagai Sekjen PKV.

Sementara itu, kelompok hak asasi manusia yakin bahwa Nguyen Phu Trong telah memimpin tindakan keras lebih lanjut terhadap oposisi, termasuk memenjarakan aktivis, jurnalis, dan pengguna media sosial.

Beberapa pengamat berpendapat bahwa komunisme dan era lama yang diwakili oleh Nguyen Phu Trong sudah berakhir. Meski sistem Vietkong (Partai Komunis Vietnam) masih ada, namun tidak lagi memiliki ideologi dan cita-cita yang representatif.

Feng Chongyi, profesor di Universitas Teknologi Sydney, Australia, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa Nguyen Phu Trong adalah seorang tetua politik dan ia memang terkait dengan gerakan komunis di Vietnam. Kematian Nguyen Phu Trong setara dengan orang-orang segenerasinya sudah tak satu pun yang masih bercokol di kancah politik Vietnam. Meskipun tidak tahu apakah generasi mendatang dapat sepenuhnya melepaskan ideologi (Vietkong) yang pernah dianut di masa lalu, itu masih perlu dilihat.

Sun Kuo-Shyang, seorang profesor penuh waktu di Departemen Urusan Internasional dan Kewirausahaan Universitas Nanhua, Taiwan kepada The Epoch Times mengatakan, bahwa kematian Nguyen Phu Trong berdampak pada keseluruhan sistem politik Vietnam. “Teman-teman di Vietnam akan berpikir bahwa meskipun sama-sama negara komunis, namun demokrasi intra-partai di Partai Komunis Vietnam jauh lebih maju dibandingkan dengan di Partai Komunis Tiongkok”.

Sebagai perbandingan, Sun Kuo-Shyang mengatakan bahwa di PKT cuma memiliki satu orang yang menjabat sebagai sekretaris jenderal merangkap kepala negara. Tetapi di Vietnam berlaku “4 Pedati”, yakni sekretaris jenderal, kepala negara, perdana menteri dan ketua Majelis Nasional yang tanggung jawabnya terpisah. Meskipun di satu sisi Nguyen Phu Trong juga memutus hubungan dua periode tersebut. Tetapi selama berkuasa ia juga belajar banyak dari PKT cara pembangunan partai dan praktik anti-korupsi. Dan setelah kematian mantan kepala negara Vietnam Tran Dai Quang, Nguyen Phu Trong sendiri yang menduduki kursinya. Jadi apakah Vietnam masih akan meneruskan kepemimpinan “4 Pedati” setelah kematian Nguyen Phu Trong masih sulit diprediksi.

Kemana Kepala Negara Vietnam To Lam akan membawa Vietnam ?

Penerus Nguyen Phu Trong, To Lam, adalah mantan Menteri Keamanan Publik Vietnam. Ia berusia 67 tahun dan terpilih sebagai kepala negara pada  Mei tahun ini. Selama Nguyen Phu Trong meluncurkan kampanye anti-korupsi pada masa jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal, To Lam adalah tokoh kunci dalam kampanye tersebut.

Feng Chongyi mengatakan bahwa di mata Nguyen Phu Trong, To Lam adalah orang sefaksi dengannya. Namun kemunculannya belum lama dan watak aslinya masih belum jelas, sehingga kita sulit membaca Vietnam kemudian mau dibawa ke mana olehnya. “Dia mirip seperti Hua Guofeng di PKT. Hua Guofeng juga menjabat sebagai Menteri Keamanan Publik, tapi dia tidak memiliki prestasi yang menonjol”.

Feng Chongyi percaya bahwa jika To Lam adalah orang yang cerdas dan memiliki kebijaksanaan politik tertentu, ia dapat memimpin Vietnam ke arah yang lebih terbuka dan liberal. Ini merupakan hal yang baik baginya untuk mengkonsolidasikan kekuasaan dan mendorong pembangunan ekonomi dan keterbukaan sosial Vietnam.

“Banyak perusahaan Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang telah keluar dari Tiongkok, dengan tujuan utama relokasinya adalah Vietnam dan India. Jika Vietnam semakin membuka diri, dan melakukan reformasi menuju ke 2 sistem dasar, yakni ekonomi pasar kapitalis dan demokrasi Barat, maka Vietnam akan semakin disukai oleh negara-negara maju dan mempercepat pembangunan ekonominya”, kata Feng Chongyi. 

Vietnam telah menerapkan reformasi ekonomi sejak tahun 1986. Sun Kuo-Shyang mengatakan bahwa meskipun Partai Komunis Vietnam, seperti halnya Partai Komunis Tiongkok, mengendalikan militer dan polisi. Tetapi masih perlu dipantau lebih jauh soal apakah pemimpin berikutnya yang memegang kekuasaan besar di Vietnam mempunyai kemampuan untuk melaksanakan revolusi kedua di Vietnam, apakah ia dapat menerima gagasan untuk memasuki masyarakat yang bebas dan demokratis.

Apa dampak kematian Nguyen Phu Trong terhadap PKT dan hubungan Tiongkok – Vietnam ?

Nguyen Phu Trong telah berkuasa selama lebih dari sepuluh tahun di Vietnam, menjalankan “diplomasi bambu” (diplomasi yang kuat, lentur dan fleksibel seperti bambu, maju kena dan mundur kena, karena di mata Vietnam, bambu bertubuh kecil dan berdaun tipis, namun mampu membentuk rumpun yang kuat), bergerak di tengah antara AS dan Tiongkok. Pada bulan September tahun lalu, Presiden AS Joe Biden mengunjungi Hanoi, dan Vietnam langsung mengangkat Amerika Serikat ke status diplomatik tertinggi setara Tiongkok, Rusia, India, dan Korea Selatan. Tiga bulan kemudian, hubungan antara Vietnam dengan Tiongkok meningkat setelah pemimpin Partai Komunis Tiongkok Xi Jinping mengunjungi Vietnam.

Pada 2015, Xi Jinping juga mengunjungi Vietnam dan bertemu dengan Nguyen Phu Trong. Namun, ketika kembali mengunjungi Vietnam pada Desember tahun lalu, Xi Jinping mengklaim bahwa kedua negara telah sepakat membangun “Komunitas Takdir Bersama” (Community of Common Destiny). Namun, tidak ada literatur “Komunitas Takdir Bersama” yang muncul dalam laporan media resmi Vietnam. Kecuali ketika menyinggung soal literatur yang diucapkan Xi itu, pemerintah Vietnam menyamarkannya dengan “Cong dong chia se tuong lai” yang artinya komunitas bersama di masa mendatang (future shared community).

Setelah Vietnam secara resmi mengumumkan meninggalnya Nguyen Phu Trong, Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok langsung mengirimkan pesan belasungkawa kepada Komite Sentral Partai Komunis Vietnam yang menyebut Nguyen Phu Trong adalah “kawan dekat dan teman tulus” PKT.

Sun Kuo-Shyang mengatakan bahwa PKT langsung menyatakan pendiriannya atas kematian Nguyen Phu Trong di saat Vietnam sedang berada dalam masa transisi di tingkat tinggi. Tak lain adalah untuk memenangkan pergulatan antara Partai Komunis Tiongkok dengan Barat untuk memberikan pengaruh terhadap rezim Vietnam.

Sun Kuo-Shyang mengatakan bahwa hubungan antara Tiongkok dengan Vietnam di masa mendatang bergantung pada apakah konflik mereka soal Laut Tiongkok Selatan bisa mereda. Hubungan antara PKT dengan Vietnam terutama dibangun melalui jalinan partai komunis dari kedu negara. Tentu saja PKT berharap Partai Komunis Vietnam dapat menjadi partai yang berkuasa selamanya. Sekarang tergantung pada apakah Partai Komunis Vietnam mampu atau tidak keluar dari perangkap Partai Komunis Tiongkok.

“Jadi kematian Nguyen Phu Trong memang berpengaruh tidak kecil terhadap PKT, yang juga berdampak terhadap hubungan diplomatik Tiongkok – Vietnam. Sekarang tergantung apakah transfer kekuasaan internal di Vietnam sendiri berjalan stabil atau tidak, meskipun perubahan besar di dalam hubungan Tiongkok – Vietnam tidak akan terjadi dalam waktu singkat”, katanya

Sun Kuo-Shyang berpendapat bahwa siapa yang diutus PKT unuk menghadiri pemakaman kenegaraan Nguyen Phu Trong nantinya bisa dijadikan “ukuran” sejauh mana perubahan dalam hubungan antara Vietkong – PKT dan antara Tiongkok – Vietnam. Mari kita amati bersama.

Feng Chongyi mengatakan bahwa kehilangan Nguyen Phu Trong, seorang pemimpin veteran komunis, berdampak negatif bagi rezim komunis Tiongkok. Saat ini hanya tersisa lima rezim komunis, dan Vietnam adalah salah satu rezim yang sangat penting, bersama dengan Korea Utara, Laos, dan Kuba.

Ia percaya bahwa arah hubungan Tiongkok – Vietnam masih tidak jelas saat ini, karena terdapat konflik etnis yang mendalam antara kedua negara tersebut, terutama konflik masalah teritorial, bahkan pernah terjadi peperangan. Namun Vietnam secara ekonomi sampai batas tertentu masih bergantung terhadap Tiongkok. “Sekarang tergantung pada apakah kekuatan baru di Vietnam dapat mengambil kesempatan untuk melakukan perubahan radikal, meninggalkan kediktatoran satu partai, dan menjadi negara demokratis dan negara kapitalis. Jika Vietnam tanpa ragu memilih pro-kubu Barat, maka hal itu akan membuat rezim komunis Tiongkok menghadapi konsekuensi tertentu.” (sin)