Perlunya Keberanian Moral yang Abadi

Jeffrey A. Tucker

Joseph Schumpeter menyajikan banyak wawasan menakjubkan dalam karyanya di dalam buku tahun 1942 “Kapitalisme, Sosialisme, dan Demokrasi.” Saya terus kembali pada risalah ini sebagai panduan di masa-masa sulit kita, terutama menuju masa-masa yang lebih baik dalam memahami interaksi ekonomi, politik, sejarah, dan kebudayaan. Pandangan Joseph Schumpeter mungkin paling tepat digambarkan sebagai transideologis: seorang pendukung sistem kapitalis, ia tidak optimis terhadap kodrat manusia itu sendiri.

Salah satu daya tarik saya terhadap karya Joseph Schumpeter adalah saya sering menganggap karyanya pesimistis secara berlebihan. Tentu saja Joseph Schumpeter menulis di masa perang. Sebuah produk Dunia Lama Eropa, ia mengukir namanya sebagai seorang sarjana di masa sebelum Perang Agung. Pendidikan Joseph Schumpeter termasuk yang tertinggi sebelum perang: semua bahasa romantis, semua disiplin ilmu, buku-buku hebat sepanjang masa, beserta pengetahuan teknis yang hebat. Kita mungkin tidak akan pernah melihat orang seperti dia lagi.

Pada saat perang kedua di Eropa pecah, pandangan Joseph Schumpeter berubah menjadi jauh lebih matang dari karya-karyanya sebelumnya mengenai ekonomi-ekonomi teknis. Joseph Schumpeter melihat dampak munculnya kekayaan yang luar biasa terhadap kebudayaan secara menyeluruh. Pada dasarnya, pandangan Joseph Schumpeter adalah bahwa pasar-pasar dan kapitalisme mengarah pada kehancuran kebudayaannya sendiri.

Ya, kapitalisme berhasil. Manna seolah-olah jatuh dari surga, dan manusia tidak lagi mengajarkan sumber-sumbernya melalui pengalaman hidup apa pun. Kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang lebih kaya, lebih banyak peluang yang diberikan kepada populasi bagaikan ajaib, membuat generasi-generasi orang-orang untuk percaya bahwa tidak ada satu pun berkah peradaban memerlukan sesuatu seperti kebajikan-kebajikan kuno. Kita sudah lama dalam perjalanan, dan hanya menikmati kekayaan perjalanan itu.

Apa pengaruhnya terhadap karakter manusia? Hal ini melatih orang-orang untuk percaya bahwa kebajikan-kebajikan kuno tidak lagi berfungsi. Kita tidak membutuhkan ketabahan, ketangguhan, keberanian, dan tekad. Sebuah kredit yang direndam dunia tidak lagi membutuhkan penghematan, kehati-hatian, atau ketenangan. Sebaliknya, kekayaan yang bangkit seperti yang kita alami sejak akhir abad ke-19 melatih orang-orang hanya untuk ikut serta dalam perjalanan. Karierisme menggantikan keberanian. Kepercayaan menggantikan bakat. Pengetahuan menggantikan kebijaksanaan. Kegemaran menggantikan kehati-hatian.

Hal ini berdampak besar pada kebijakan, tulis Joseph Schumpeter. Negara-negara menjadi percaya bahwa mereka dapat menjanjikan apa pun itu kepada penduduk-penduduknya dan bahwa akuntansi normal telah digantikan. Mereka menciptakan negara-negara kaya selama hidup. Mereka melakukan intervensi dalam setiap konflik, domestik dan asing, seolah-olah tidak ada batasan sumber daya. Kebudayaan merayakan kecerobohan, kemalasan, dan oportunisme, bukannya merayakan disiplin dan ketabahan.

Dan apa hasilnya, menurut pandangan Joseph Schumpeter? Fondasi-fondasi kemakmuran yang utama digerogoti, sehingga memunculkan bentuk sosialisme yang bekerja begitu lama selama krisis dapat diatasi. Hal ini terlihat dalam berbagai cara; misalnya pada pendidikan tinggi. Keyakinannya adalah semakin banyak orang mungkin harus mendapatkan gelar sarjana, dan pada akhirnya membanjiri pasar-pasar tenaga kerja di mana para profesional terdidik dengan mentalitas hak yang tidak memiliki permintaan pasar riil. 

Jadi selama kekayaannya masih ada, mereka akhirnya menciptakan pasar-pasar bagi dirinya sendiri: pekerjaan-pekerjaan palsu di institusi-institusi palsu yang melakukan hal-hal palsu. Tidak peduli apa pun yang terjadi, seluruh hidup tampak seperti “sebuah ruangan tanpa atap,” seperti lirik lagu Pharrell Williams “Happy,” dirilis pada tahun 2013.

Joseph Schumpeter meramalkan semua ini pada tahun 1942, dan itulah alasannya mengapa ia meragukan kelangsungan hidup kapitalisme dan kebebasan pasar. Ada lebih banyak hal dalam buku ini.

Anda dapat melihat keseluruhan karya sebagai penjabaran prinsip berikut ini yang terkadang dikaitkan dengan kaum Stoa: “Masa-masa yang sulit menciptakan pria-pria yang kuat. Pria-pria yang kuat menciptakan masa-masa yang indah. Masa-masa yang indah menciptakan pria-pria yang lemah. Dan, pria-pria yang lemah menciptakan masa-masa yang sulit.”

Mungkin anda dapat mengerti mengapa saya berhenti bekerja ketika saya masih muda. Saya menjadi dewasa pada masa kemakmuran besar. Saya tidak mengetahuinya tetapi generasi-generasi sebenarnya dilatih untuk ikut serta dalam perjalanan, tergoda untuk percaya bahwa kebajikan-kebajikan lama tidak lagi penting atau, sebagian besar, hanyalah kesenangan saleh yang cocok untuk komunitas-komunitas agama yang homogen tetapi bukan kebudayaan umum.

Keberanian moral tidak pernah dibutuhkan, setidaknya tidak dalam kebiasaan. Untuk pastinya, ada orang-orang yang terdaftar di militer, para pekerja di garis depan, dan banyak contoh tantangan-tantangan ekstrim yang dihadapi kehidupan pribadi masyarakat. Saya jelas menggeneralisasi tetapi, secara keseluruhan, tantangan-tantangan hidup itu sendiri mungkin telah diminimalkan lebih dari sebelumnya kapan saja dalam sejarah. Dapat dikatakan, kapitalisme berhasil dengan sangat baik.

Joseph Schumpeter bahkan lebih benar dari yang ia ketahui. Pada tahun 2020, kekayaan tampak begitu otomatis, begitu tak terelakkan, begitu tak terhancurkan, di mana sebagian besar negara di dunia sebenarnya akan menutup seluruh ekonomi negaranya dalam sebuah eksperimen sains baru dalam mitigasi penyakit, keseluruhan waktu mereka menunggu laboratorium-laboratorium meluncurkan obat ajaib yang ternyata tidak bekerja.

Dan bagaimana tanggapan kebanyakan orang? Mereka ikut serta. Gereja-gereja ditutup, begitu pula bisnis, sekolah, perjalanan, dan banyak lagi. Rantai-rantai pasokan rusak. Populasi-populasi yang terbiasa menerima “sistem” yang merawat mereka tidak tahu harus berbuat apa. Jadi kebanyakan orang gagal melakukan norma: persetujuan, kepercayaan, menunggu waktu, menjaga kehati-hatian, dan tidak mengganggu alur kehidupan.

Jalur kepatuhan maksimal selalu berhasil di masa lalu. Mengapa tidak sekarang? Namun, satu generasi anak sekolah hancur. Kehidupan orang-orang benar-benar berantakan. Seni-seni, kebudayaan, agama arus utama, dan lebih banyak lagi yang berantakan. Media besar berbaris untuk mendorong pejabat berpesan. Begitu pula dengan Teknologi Besar. Pergolakan tersebut benar-benar mengubah berfungsinya kehidupan itu sendiri.

Itu adalah kegagalan selama berabad-abad, dan coba tebak? Pria-pria yang lemah memang menciptakan masa-masa yang sulit, dan masa-masa yang sulit memukul semua orang dengan sangat keras saat ini. Hal ini tidak menjadikan berita dan data resmi masih dibantah tetapi semua orang mengetahuinya dalam kehidupan pribadi mereka.

Standar-standar hidup kita menurun, bahkan secara drastis, bahkan dengan kecepatan yang belum pernah ada yang mengalaminya sebelumnya dalam ingatan hidup. Anda mengetahui tanpa dapat menjelaskannya namun kebudayaan masyarakat belum benar-benar mengakuinya.

Semua ini adalah latar belakang krisis nyata yang terjadi saat ini, dan anda tahu substansinya: Ini adalah krisis politik yang kini diilustrasikan dengan sebuah upaya mengenai kehidupan Donald Trump. Donald Trump diselamatkan oleh kasih karunia Tuhan: tiba-tiba ia menoleh ke arah layar yang menyebabkan peluru itu mengenai bagian atas telinganya tetapi tidak mengenai kepalanya.

Seolah-olah secara ajaib, Donald Trump selamat.

Namun ceritanya tidak berhenti sampai di situ. Telah tertembak, dan darah mengalir dari kepalanya, Donald Trump bangkit dan bersatu dengan kerumunan, sambil berjanji untuk terus berjuang, dan mendesak orang-orang untuk melakukan hal yang sama. Ketika pasukan keamanan menjauhkannya dari kekerasan tersebut, Donald Trump mengangkat tangannya yang mengepalkan sekali lagi lalu pergi meninggalkan lokasi itu.

Di zaman kita, kita jarang sekali melihat hal seperti itu. Orang-orang yang mengatakan Donald Trump hanyalah seorang aktor, influencer, politisi oportunistik, atau pengusaha yang sedang dalam perjalanan melihat pria yang berbeda ketika berhadapan dengan kematian itu sendiri. Donald Trump melatih ketahanan, ketabahan, dan keberanian moral, semua kebajikan kuno yang tidak dipraktikkan dengan baik di zaman kita yang pada akhirnya mendorong sejarah.

Kebanyakan orang yang saya kenal, bahkan mereka yang sepenuhnya menentang politik Donald Trump, masih kagum dengan pemandangan itu. Ini mengguncang dunia dan membuat sejarah. Ini bahkan terlepas dari gambar-gambar luar biasa yang datang dari layar: video-video real-time sendiri menyajikan tampilan yang memukau.

Kita di zaman kita sudah terbiasa dengan kebudayaan ketidakaslian, oportunisme, kinerja, berpose, menaiki tangga karier, dan kepicikan yang mengejutkan untuk menyaksikan tampilan otentik keberanian yang asli dalam menghadapi kematian. Jika boleh saya katakan demikian: kita membutuhkan ini. Dengan putus asa. Kita semua perlu mengingat dan mengetahui bahwa itu persoalannya.

Terlepas dari semua hal yang berkaitan dengan politik, zaman kita telah mencela dan menyingkirkan  kebajikan dan ketangguhan lama yang menyertainya. Saya yakin tampilan asli yang persis seperti itulah yang didambakan dunia saat ini. Kita membutuhkannya lebih dari sebelumnya dalam hidup kita. Jika tidak, kita akan melanjutkan sesuai dengan apa prediksi Joseph Schumpeter, langsung menuju malapetaka yang diramalkan Joseph Schumpeter untuk kebudayaan Barat. (Vv)

Jeffrey A. Tucker adalah pendiri dan presiden Brownstone Institute dan penulis ribuan artikel di media ilmiah dan populer, serta 10 buku dalam lima bahasa, yang terbaru adalah “Liberty or Lockdown.” Ia juga merupakan editor “The Best of Ludwig von Mises”. Dia menulis kolom harian tentang ekonomi untuk The Epoch Times dan berbicara secara luas tentang topik ekonomi, teknologi, filsafat sosial, dan budaya.