Para senator Amerika Serikat telah mengambil tindakan untuk mengatasi penganiayaan dan pengambilan organ tubuh secara paksa yang dilakukan oleh rezim Tiongkok terhadap para praktisi Falun Gong
The Epoch Times
Senator Amerika Serikat dari Partai Republik, Marco Rubio memperkenalkan rancangan undang-undang pada Rabu 31 Juli 2024 yang bertujuan mencegah pembunuhan disetujui oleh rezim Tiongkok terhadap para praktisi Falun Gong demi pengambilan organ tubuh mereka.
The Falun Gong Protection Act atau Undang-undang Perlindungan Falun Gong akan menjadikan landasan kebijakan AS untuk menghindari kerja sama dengan Tiongkok di bidang transplantasi organ dan menekan Beijing mengakhiri “kampanye pengambilan organ tubuh yang disponsori oleh negara.”
Di bawah hukum tersebut, presiden AS harus memberikan kepada komite kongres yang relevan terkait daftar orang-orang asing yang dianggap “secara sadar dan langsung terlibat dalam atau memfasilitasi pengambilan organ secara paksa di Republik Rakyat Tiongkok.”
Mereka yang masuk dalam daftar tersebut akan menghadapi sanksi yang melarang mereka memasuki Amerika Serikat atau terlibat dalam transaksi yang berbasis di AS. Visa yang mereka miliki saat ini akan dibatalkan. RUU ini juga menetapkan hukuman perdata hingga $250.000 dan hukuman pidana sebesar $1 juta dan 20 tahun penjara bagi para pelaku.
Dalam waktu setahun setelah RUU tersebut menjadi Undang-Undang, Menteri Luar Negeri AS serta Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, bersama dengan Direktur National Institutes of Health (Institut Kesehatan Nasional), akan diminta mengeluarkan laporan tentang praktik transplantasi organ di Tiongkok, termasuk yang berkaitan dengan praktisi Falun Gong dan tahanan hati nurani lainnya.
BACA JUGA : Amerika Serikat Menyerukan Rezim Tiongkok untuk Mengakhiri Penganiayaan Selama 25 Tahun terhadap Falun Gong
Para pejabat tersebut harus menyerahkan daftar hibah AS yang mendukung transplantasi organ di Tiongkok selama 10 tahun terakhir. Para pejabat yang sama akan diminta menentukan apakah penganiayaan terhadap Falun Gong merupakan “kekejaman” di bawah Elie Wiesel Genocide and Atrocities Prevention Act of 2018 atau Undang-Undang Pencegahan Genosida dan Kekejaman Elie Wiesel tahun 2018.
Para pendukung RUU dari majelis tinggi Kongres AS atau Senat tersebut termasuk Senator Ron Johnson dari Partai Republik, Senator Roger Marshall dari Partai Republik dan Senator Thom Tillis juga dari Partai Republik.
Sedangkan dari majelis rendah kongres AS, yakni DPR AS meloloskan versi pendamping RUU tersebut pada Juni lalu, yang dipimpin oleh Perwakilan Scott Perry dan 18 anggota parlemen lainnya.
Jika diloloskan oleh Senat dan ditandatangani menjadi Undang-undang, RUU tersebut akan menjadi undang-undang federal pertama yang menentang penganiayaan dan perdagangan organ ilegal Tiongkok menargetkan kelompok yang memiliki keyakinan.
Langkah ini diperkenalkan kurang dari dua minggu setelah para pengikut spiritual ini menandai 25 tahun penganiayaan yang dilakukan oleh Komunis Tiongkok. Menampilkan meditasi dan ajaran yang berpusat pada prinsip-prinsip Sejati-Baik-Sabar, Falun Gong sangat populer di Tiongkok pada tahun 1990-an, dengan sekitar 70 juta hingga 100 juta orang yang berlatih. Namun sejak Juli 1999, kelompok ini telah menghadapi kampanye besar-besaran yang dirancang oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) untuk memusnahkan mereka, yang melibatkan pemenjaraan, penyiksaan, kerja paksa, dan pengambilan organ tubuh secara paksa, termasuk di dalamnya adalah pemenjaraan, penyiksaan, kerja paksa, dan pengambilan organ tubuh secara paksa.
Marco Rubio meluncurkan RUU tersebut sebagai paket untuk melawan pengaruh komunis Tiongkok. Dua proposal legislatif lainnya termasuk STOP CCP Act atau Undang-Undang Hentikan PKT untuk menjatuhkan sanksi kepada pejabat PKT dan anggota keluarga mereka yang sudah dewasa atas “tindakan agresi, penindasan, dan pelanggaran hak asasi manusia.”
STOP CCP Act merujuk pada penindasan Beijing terhadap kebebasan Hong Kong, gangguan dan agresi militer terhadap negara-negara tetangganya termasuk Taiwan, Filipina, dan India, serta pelanggaran hak asasi manusia dan kerja paksa di Tibet dan Xinjiang.
RUU tersebut menyatakan bahwa mereka yang memainkan peran utama dalam memaafkan perilaku semacam itu melalui kebijakan dari badan pengambil keputusan tertinggi PKT: Politbiro, Komisi Militer Pusat, dan Komite Sentral PKT harus dimasukkan ke dalam daftar hitam, dilarang masuk ke Amerika Serikat atau memiliki properti atau transaksi yang berbasis di Amerika Serikat.
“Komunis Tiongkok telah berhasil lolos dari kampanye kejahatan yang meluas,” kata Rubio dalam sebuah pernyataan.
“Dari melakukan tindakan genosida terhadap kelompok agama dan etnis, hingga memelopori sterilisasi paksa dan aborsi, serta mendominasi mineral dan teknologi penting, dan menghalangi kedaulatan beberapa mitra regional, AS tidak akan mentolerir praktik ini.”
Sejumlah negara bagian di Amerika Serikat telah mengambil tindakan melawan pengambilan organ tubuh secara paksa. Sejak Juni 2023, negara bagian Texas, Utah, dan Idaho telah memberlakukan undang-undang untuk menghentikan perusahaan asuransi agar tidak menanggung operasi transplantasi jika organnya berasal dari Tiongkok.
Masalah ini juga telah menarik perhatian internasional, dengan selusin ahli hak asasi manusia yang berafiliasi dengan PBB mengatakan bahwa mereka “sangat khawatir dengan laporan dugaan ‘pengambilan organ’ yang menargetkan kaum minoritas, termasuk praktisi Falun Gong, Uighur, Tibet, Muslim, dan Kristen, yang ditahan di Tiongkok.”
Parlemen Eropa pada 2022 juga mengadopsi resolusi tentang “keprihatinan serius terhadap laporan pengambilan organ yang persisten, sistematis, tidak manusiawi, dan disetujui oleh negara dari para tahanan di Tiongkok dan lebih khusus lagi dari praktisi Falun Gong.” Resolusi tersebut menyatakan bahwa praktik pengambilan organ secara paksa oleh PKT “dapat dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.”
Departemen Luar Negeri AS dalam beberapa laporan terbaru menyoroti pengambilan organ tubuh secara paksa.
Dua hari setelah Falun Gong Protection Act disahkan oleh DPR AS, seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS menyerukan kepada PKT untuk mengizinkan “penyelidikan independen dan transparan ke dalam sistem transplantasi organ negara tersebut” dan “menyambut pengamat independen untuk menyelidiki kebenaran aporan ini.”
Rezim tersebut seharusnya “menghentikan tindakan kejinya terhadap tahanan hati nurani dan bertindak sesuai dengan komitmen hak asasi manusianya serta sepenuhnya mematuhi semua standar dan praktik medis serta etika yang relevan, termasuk bertindak demi kepentingan terbaik pasien, persetujuan yang diinformasikan, dan menghormati martabat manusia,” kata juru bicara tersebut kepada NTD, sebuah media saudara dari The Epoch Times. (asr)