Filipina secara Mengejutkan Mengutuk Operasi “Berbahaya” Pesawat Tempur Angkatan Udara Tiongkok, Pihak Tiongkok Berkilah Sebagai “Profesional dan Sesuai Norma”

Pada Sabtu (10 Agustus 2024), militer Filipina mengeluarkan pernyataan yang mengutuk keras tindakan “provokasi berbahaya” yang dilakukan oleh pesawat tempur Tiongkok terhadap pesawat patroli Angkatan Udara Filipina di atas wilayah sengketa di Laut China Selatan. Pada hari yang sama, Komando Teater Selatan Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa operasi pesawat mereka dilakukan secara “profesional, sesuai norma, dan sah.”

Epoch Times

Menurut laporan Reuters, Filipina sering mengeluhkan tindakan provokatif kapal perang, kapal penjaga pantai, dan kapal milisi Tiongkok di wilayah sengketa Laut China Selatan. Namun, ini adalah pertama kalinya militer Filipina menuduh pesawat Tiongkok melakukan tindakan berbahaya di wilayah udara Laut China Selatan sejak Presiden Ferdinand Marcos Jr. menjabat. 

Dalam pernyataannya, militer Filipina mengatakan bahwa dua pesawat tempur Angkatan Udara Tiongkok melakukan manuver berbahaya terhadap pesawat ringan NC-212 milik Angkatan Udara Filipina yang sedang menjalankan misi patroli rutin di atas Karang Scarborough (disebut “Pulau Huangyan” oleh Tiongkok).

“Tindakan pesawat tempur Tiongkok itu membahayakan nyawa personel kami yang sedang menjalankan operasi keamanan maritim di wilayah perairan Filipina,” kata Kepala Staf Angkatan Bersenjata Filipina, Romeo Brawner, seperti dikutip oleh Reuters. Dia menuduh bahwa pesawat tempur Tiongkok mengganggu misi sah pesawat Filipina dan melanggar hukum internasional tentang keselamatan penerbangan.

Associated Press juga mengutip pernyataan Brawner bahwa tidak ada personel di dalam pesawat Filipina yang terluka, dan pesawat tersebut berhasil kembali dengan selamat ke Pangkalan Udara Clark di utara Manila setelah insiden itu.

Associated Press mengutip seorang pejabat keamanan Filipina yang mengatakan bahwa pesawat tempur Tiongkok terbang “sangat dekat” dengan pesawat Filipina, menempatkan nyawa pilot Filipina dalam “risiko dan bahaya nyata.”

Seorang pejabat keamanan lainnya mengatakan kepada Associated Press bahwa pesawat Tiongkok terbang di depan pesawat baling-baling milik Angkatan Udara Filipina dan melepaskan setidaknya delapan suar. Sumber cahaya ini dapat merusak mesin pesawat.

Dua pejabat keamanan Filipina tersebut tidak mau disebutkan namanya karena masalah ini sensitif.

Sementara itu, Komando Teater Selatan Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok pada hari Sabtu juga mengeluarkan pernyataan, menuduh pesawat Filipina “secara ilegal memasuki wilayah udara Karang Scarborough atau Pulau Huangyan versi Tiongkok.”

“Pada 8 Agustus 2024 lalu, sebuah pesawat NC-212 Angkatan Udara Filipina, mengabaikan peringatan berulang kali dari pihak Tiongkok, dengan sengaja memasuki wilayah udara Karang Scarborough di Laut China Selatan, mengganggu latihan normal Tiongkok,” kata pernyataan Komando Teater Selatan.

Pernyataan tersebut menyebutkan bahwa Komando Teater Selatan mengorganisir kekuatan laut dan udara untuk melakukan identifikasi, pengawasan, dan peringatan serta pengusiran terhadap pesawat Filipina.

“Operasi di lapangan dilakukan secara profesional, sesuai norma, dan sah,” kata pernyataan itu.

Pernyataan tersebut memperingatkan Filipina untuk “segera menghentikan provokasi ilegal dan distorsi,” sementara Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok akan tetap dalam kesiagaan tinggi “untuk dengan tegas mempertahankan kedaulatan dan keamanan nasional, serta menjaga perdamaian dan stabilitas di wilayah Laut China Selatan.”

Kepala Staf Angkatan Bersenjata Filipina, Brawner, menyatakan bahwa militer telah melaporkan insiden ini kepada Departemen Luar Negeri Filipina, dan bahwa Departemen Luar Negeri Filipina telah beberapa kali mengajukan protes diplomatik kepada Beijing terkait tindakan Tiongkok yang semakin agresif di Laut China Selatan.

Brawner juga menegaskan bahwa insiden ini tidak akan menghentikan militer Filipina untuk melakukan patroli serupa di wilayah sengketa Laut China Selatan.

“Kami menegaskan kembali komitmen kami untuk menjalankan hak-hak kami sesuai hukum internasional,” kata Brawner.

Laut China Selatan adalah jalur maritim penting di dunia, dengan nilai perdagangan yang melewati kawasan ini mencapai 3 triliun dolar AS setiap tahunnya. Tiongkok mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan sebagai wilayah kedaulatannya. Negara dan wilayah lain yang juga mengklaim kedaulatan di Laut China Selatan termasuk Filipina, Vietnam, Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Taiwan.

Pada tahun 2016, Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag memutuskan bahwa klaim Tiongkok atas Laut China Selatan berdasarkan “sembilan garis putus-putus” tidak memiliki dasar hukum, namun Beijing menolak untuk terlibat dalam arbitrase dan tidak menerima keputusan tersebut. (Jhon)