Firma Hukum Asing Beramai-ramai Mempercepat Penarikan Diri, Tiongkok  Menjadi “Kasus Khusus” di Asia

NTD

Sebagai akibat memburuknya lingkungan regulasi di Tiongkok, pada Agustus tahun lalu, firma hukum global terkenal Dentons dan firma hukum Beijing Dacheng mengakhiri delapan tahun “pernikahan lintas negara,” yang mengejutkan seluruh industri. Sejak awal tahun ini, semakin banyak firma hukum AS yang menutup atau mengurangi operasi mereka di Tiongkok. Para profesional di industri ini percaya bahwa tren penarikan firma hukum asing dari Tiongkok akan sulit diubah dalam waktu dekat, menjadikan Tiongkok sebagai “kasus khusus” di wilayah Asia.

Salah satu firma hukum paling bergengsi di Tiongkok, Weil, Gotshal & Manges LLP, telah menutup kantor perwakilannya di Beijing dan sedang mempertimbangkan penutupan kantor di Shanghai.

Firma hukum AS keenam terbesar, Sidley Austin LLP, yang pernah menjadi tempat kerja mantan Presiden AS Barack Obama dan istrinya, mengonfirmasi pada awal Mei bahwa mereka akan menutup kantor mereka di Shanghai.

Firma hukum besar AS lainnya, Mayer Brown, juga mengumumkan rencana untuk mengurangi operasional mereka di Hong Kong.

Pada awal Juli, Dechert LLP mengumumkan bahwa mereka akan sepenuhnya keluar dari pasar Tiongkok sebelum akhir tahun ini.

Menurut laporan Voice of America, pada paruh pertama tahun ini, firma hukum AS lainnya yang menutup atau mengumumkan penutupan kantor mereka di Tiongkok termasuk Akin Gump Strauss Hauer & Feld LLP, Perkins Coie LLP, Orrick Herrington & Sutcliffe LLP, serta Latham & Watkins LLP.

Laporan dari Kamar Dagang Inggris di Tiongkok berjudul “British Business in China: Position Paper 2024” menyatakan bahwa pengumuman penutupan atau pengurangan operasi oleh beberapa firma hukum global baru-baru ini mencerminkan meningkatnya ketidakpastian ekonomi di Tiongkok, ketegangan geopolitik, dan memburuknya lingkungan bisnis bagi perusahaan asing.

Mantan Kepala Kepatuhan di sebuah perusahaan manajemen aset di daratan Tiongkok, Liang Shaohua, mengatakan bahwa penarikan firma hukum asing ditentukan oleh “iklim besar.” Selama 40 tahun terakhir, ekonomi Tiongkok melesat karena didukung oleh modal asing. Namun baru-baru ini, terutama sejak pandemi COVID-19, lingkungan internasional telah berubah secara drastis, sebagian besar karena tindakan yang diambil oleh Partai Komunis Tiongkok(PKT) sendiri.

Pengacara di New York, Ye Ning, menyatakan: “Pertama, PKT menantang posisi dolar sebagai mata uang cadangan internasional dengan mempromosikan mata uang alternatif kedua; kedua, PKT melakukan beberapa langkah bodoh di Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur; dan ketiga, dalam teknologi tinggi, PKT mencoba menggantikan industri dengan cara yang membuat Amerika Serikat dan dunia Barat melihat kebangkitan kekuasaan fasis baru. Ditambah lagi dengan diplomasi ‘serigala perang’ PKT. Baru-baru ini, PKT juga mengesahkan undang-undang yang sangat ceroboh, yaitu Undang-Undang Anti-Spionase, yang menakut-nakuti perusahaan asing dan sektor layanan asing yang tadinya masih enggan meninggalkan Tiongkokk.”

Liang Shaohua menambahkan bahwa baik dalam proses pencatatan saham, merger, atau akuisisi, firma hukum memerlukan banyak uji tuntas dan pengumpulan informasi, yang membuat mereka rentan terhadap bahaya di bawah Undang-Undang Anti-Spionase.

Liang Shaohua menjelaskan: “Jika Anda mengumpulkan informasi dan melakukan uji tuntas, Anda mungkin akan dianggap sebagai mata-mata oleh PKT dengan alasan keamanan data atau berbagai alasan lainnya, yang dapat menyebabkan penangkapan atau pemenjaraan karyawan. Ketidakamanan ini membuat banyak eksekutif firma hukum enggan bekerja di Tiongkok.”

Liang Shaohua menekankan bahwa penarikan firma hukum asing menunjukkan bahwa jalur ekonomi eksternal Tiongkokk terus terputus.

Liang Shaohua juga menambahkan: “Bahkan jika suatu hari PKT menyadari kesalahan mereka dan ingin melanjutkan reformasi dan keterbukaan serta menarik modal asing, pemulihan kepercayaan tidak akan terjadi dalam semalam.”

Pada  Februari, Administrasi Valuta Asing Negara di Tiongkok mengumumkan bahwa investasi langsung asing (FDI) pada tahun 2023 hanya mencapai 33 miliar dolar AS, turun 82% dibandingkan tahun 2022, yang merupakan tingkat terendah dalam 30 tahun terakhir.

Ye Ning menyatakan: “Ini adalah penarikan modal yang sangat mengerikan dan drastis. Setelah pemilihan umum AS berikutnya, platform Partai Republik akan sepenuhnya menghapus pemberian status negara paling diuntungkan kepada Tiongkok, yang merupakan ‘tali penyelamat’ terakhir bagi PKT. Ditambah lagi dengan pecahnya gelembung properti di Tiongkok, situasi secara keseluruhan sangat berbahaya bagi PKT.”

Seorang mitra di sebuah perusahaan rekrutmen hukum menyatakan kepada media bahwa jumlah pengacara internasional di Tiongkok telah menurun dan terus berkurang, sementara di negara-negara seperti Singapura, Korea Selatan, dan Jepang, tren ekspansi tetap berlanjut. Tiongkok  telah menjadi kasus khusus di pasar Asia. (hui)