“Kau Mengutuk Aku sebagai Pengkhianat Bangladesh, tetapi Aku Melihatmu sebagai Pengkhianat Bangsa”

aboluowang.com

Sheikh Hasina Wazed telah memerintah begitu lama, tetapi pada akhirnya yang muncul untuk mengatasi kekacauan adalah militer, bukan parlemen dan birokrat sipil. Dari sini terlihat sejauh mana politik Bangladesh telah memburuk. Pembangunan sistem di Bangladesh bukan hanya tidak maju, tetapi justru mundur jauh di bawah pemerintahan Hasina. Orang-orang yang dicap sebagai “pengkhianat Bangladesh” masih berada di Bangladesh; sedangkan orang yang menuduh orang lain sebagai “pengkhianat Bangladesh” telah melarikan diri.

Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, terbang ke India, dan putranya mengatakan bahwa dia sekarang sangat kecewa dan tidak akan terlibat lagi dalam politik. Tentu saja dia akan sangat kecewa.

Ayah Hasina adalah “Bapak Bangsa” Bangladesh, pada tahun 1975, ayahnya dan keluarganya dibunuh oleh tentara yang melakukan kudeta. Seluruh keluarganya tewas kecuali dia dan adiknya yang saat itu berada di Jerman Barat, sehingga selamat dari pembunuhan tersebut. Namun kali ini, rakyat Bangladesh yang marah menjatuhkan patung ayahnya dan membakar museum peringatannya. Ini adalah perpisahan total dengan keluarga ini, rakyat Bangladesh tidak lagi mengakui “Bapak Bangsa” ini.

Hasina pernah dua kali menjabat sebagai Perdana Menteri, terakhir kali ia menjabat adalah pada tahun 2008 dan tetap menjabat hingga 5 Agustus tahun ini, dengan total masa jabatan mencapai 20 tahun. Pemicu dari semua peristiwa ini adalah sistem kuota pegawai negeri Bangladesh.

Bangladesh merdeka dari kekuasaan Pakistan pada tahun 1971. Untuk memberi perlakuan istimewa kepada “pejuang kemerdekaan” yang berpartisipasi dalam “perang kemerdekaan,” Bangladesh menyisihkan 30% posisi pegawai negeri untuk keturunan mereka, padahal mereka hanya sekitar 0,12% hingga 0,2% dari total populasi. Orang-orang menuntut penghapusan sistem kuota pegawai negeri yang tidak adil, tetapi Hasina bersikap keras, yang memicu penentangan secara nasional.

Hasina menyebut para demonstran sebagai “রাজাকার,” yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai “Razakars.” Apa maksudnya?

Selama perjuangan kemerdekaan Bangladesh, ada beberapa orang di negara itu yang tidak ingin merdeka, dan masih ingin tetap berada di bawah kekuasaan Pakistan. Orang-orang ini kemudian membentuk sebuah milisi yang disebut “Razakars.”

Di Bangladesh saat ini, kata “Razakars” biasanya digunakan sebagai penghinaan, artinya sama dengan “pengkhianat,” atau setara dengan “pengkhianat Bangladesh.”

Orang-orang hanya ingin memperjuangkan keadilan, tetapi malah dicap sebagai “pengkhianat Bangladesh.” Akibatnya, rakyat Bangladesh yang marah melancarkan demonstrasi yang lebih besar dan lebih keras, sehingga situasinya menjadi tak terkendali.

Bisa dikata, “Kau mengutuk aku sebagai pengkhianat Bangladesh, tetapi aku melihatmu sebagai pengkhianat bangsa.”

Menghadapi situasi yang semakin tidak terkendali, Hasina yang keras kepala mengumpulkan departemen yang kuat untuk mengadakan pertemuan. Dalam pertemuan itu, dia sekali lagi menyebut para demonstran sebagai “teroris,” dan memerintahkan tindakan keras. Namun, militer Bangladesh menahan diri, tetapi polisi tidak demikian. Setelah Hasina melarikan diri, seorang jurnalis menangkap momen di mana para demonstran berjabat tangan dengan tentara untuk merayakan.

Kepala Staf Angkatan Darat Bangladesh menyatakan bahwa mereka akan membentuk pemerintahan sementara dan berjanji akan membawa semua pelaku pembunuhan ke pengadilan.

Sheikh Hasina telah lama berkuasa, namun pada akhirnya yang muncul untuk mengatasi kekacauan adalah militer, bukan parlemen dan birokrat sipil. Dari sini terlihat sejauh mana buruknya sistem politik Bangladesh. Pembangunan sistem di Bangladesh bukan hanya tidak maju, tetapi justru mundur jauh di bawah pemerintahan Hasina. Orang-orang yang dicap sebagai “pengkhianat Bangladesh” masih tinggal di Bangladesh; sedangkan orang yang menuduh orang lain sebagai “pengkhianat Bangladesh” telah melarikan diri. (Jhon)