Kasus Pertama di Dunia! Tangan Hitam AI Tiongkok dari Universitas Tsinghua dengan Skandal Mengejutkan

Aboluowang.com

Perusahaan keamanan siber “CyberCX” baru-baru ini merilis laporan yang mengungkap operasi “Green Cicada Network” yang dipimpin oleh Tiongkok, dengan menggunakan akun-akun media sosial palsu untuk campur tangan dalam pemilihan umum Amerika Serikat dan mempengaruhi administrasi berbagai negara di dunia. 

Jaringan ini melibatkan Universitas Tsinghua di Beijing serta perusahaan kecerdasan buatan yang dipandu olehnya, “Zhipu AI,” yang memanfaatkan AI generatif untuk menyebarkan ujaran politik yang memecah belah, memicu konflik sosial, dan mengintervensi urusan dalam negeri negara-negara demokratis.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa “Green Cicada Network” terdiri dari 5.000 hingga 8.000 akun palsu, menjadikannya salah satu kelompok akun palsu terbesar yang pernah terungkap. Jaringan ini tidak hanya melibatkan Amerika Serikat, tetapi juga meluas ke Australia, Inggris, Eropa Barat, India, dan Jepang, dengan tujuan melemahkan kepercayaan sosial dan stabilitas politik di negara-negara tersebut melalui pembuatan informasi palsu dan ujaran yang memecah belah. 

Kepala strategi CyberCX, Michael McGibbon, menyatakan bahwa jaringan ini tidak mendukung satu pihak tertentu, tetapi lebih bertujuan memperdalam perpecahan sosial dan merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Saat ini, sebagian besar akun “Green Cicada Network” masih dalam kondisi tidak aktif, tetapi sejak Juli 2024, aktivitas mereka meningkat secara signifikan, menunjukkan bahwa mereka mungkin akan berperan besar dalam pemilihan presiden Amerika Serikat yang akan datang.

Di Australia, sumber intelijen menyebutkan bahwa “Green Cicada Network” adalah bagian dari “perang informasi” Tiongkok yang lebih luas terhadap Australia, yang secara efektif didorong oleh agen-agen Partai Komunis Tiongkok, dengan tujuan mengontrol narasi publik di Australia dan mempengaruhi persepsi sosial.

Pakar dari Australian National University, Jorge Conde, menyatakan bahwa Partai Komunis Tiongkok sedang menggunakan perusahaan swasta domestik sebagai pengganti milisi untuk melancarkan perang informasi global, dengan tujuan mengontrol negara-negara demokrasi.

Conde memperingatkan bahwa perang informasi tidak mengenal batas, dan negara-negara demokrasi rentan terhadap serangan informasi palsu dari Tiongkok. 

Para ahli menyerukan agar negara-negara yang terkait membuat undang-undang untuk melindungi “kedaulatan kognitif” guna menghadapi ancaman perang informasi dari Tiongkok dan mencegah intervensi Tiongkok dalam urusan dalam negeri serta melemahkan stabilitas politik global. (hui)