Akun Palsu Tiongkok Menyamar sebagai Warga AS untuk Menciptakan Perpecahan Politik

Li Mingfei/Luo Ya/Gao Yu

Menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun 2024, Partai Komunis Tiongkok (PKT) menggunakan kecerdasan buatan (AI) generatif untuk menciptakan akun-akun palsu di media sosial. Akun-akun ini menyamar sebagai warga AS dan digunakan untuk memperkuat perang informasi, dengan tujuan menciptakan perpecahan politik dan kekacauan di negara-negara demokrasi.

Pada 3 September, perusahaan analisis informasi palsu Graphika merilis laporan penelitian yang mengungkapkan operasi psikologis yang terkait dengan pemerintah PKT. Grup online ini disebut Spamouflage atau Dragonbridge, yang menggunakan AI untuk membuat akun palsu di media sosial yang berpura-pura menjadi warga AS dan menyebarkan pesan sampah serta propaganda yang disesuaikan.

Sebagai contoh, mereka berpura-pura menjadi aktivis anti-perang dan menggunakan berbagai platform untuk menyebarkan “meme” yang menunjukkan kandidat presiden dari Partai Republik, Donald Trump, mengenakan pakaian penjara berwarna oranye dengan label “penipu”, sementara Presiden Joe Biden disebut sebagai “pengecut”. Mereka juga memanipulasi isu kontroversial seperti hak aborsi dan bantuan Ukraina untuk memicu perselisihan.

Zeng Yishuo (Yi-Suo Tzeng) dari Taiwan’s Institute for National Defense and Security Research (INDSR)  menyatakan bahwa PKT menggunakan AI generatif sebagai senjata untuk latihan perang psikologis, dengan tujuan mengguncang kepercayaan rakyat di negara demokrasi terhadap sistem politik dan pemerintahannya.

Menurut laporan, operasi “Spamouflage” oleh PKT telah aktif setidaknya sejak 2017 dan semakin gencar belakangan ini. Akun-akun palsu ini tersebar di lebih dari 50 situs web, forum, serta platform media sosial seperti X, TikTok, YouTube, dan Instagram.

Laporan dari Associated Press juga menyebutkan bahwa Rusia dan Iran turut melancarkan operasi pengaruh online terhadap pemilih Amerika Serikat, bahkan mencoba meretas sistem email para kandidat presiden. Namun demikian, metode Tiongkok dianggap lebih halus dan fokus pada isu-isu penting dalam pemilihan, dengan tujuan merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu dan negara secara keseluruhan.

Mantan dekan Akademi Ilmu Politik Pertahanan Nasional Taiwan, Yu Zongji, menjelaskan bahwa Beijing tidak mendukung kandidat tertentu, tetapi bertujuan memicu terjadinya polarisasi politik di AS. Semakin parah konflik internal AS, maka semakin terpecah negara itu dan kurang mampu memperhatikan urusan internasional.

Selain AS, pada Oktober tahun lalu, Kementerian Luar Negeri Kanada juga menuduh PKT melancarkan serangan “Spamouflage” yang menargetkan puluhan anggota parlemen Kanada, termasuk Perdana Menteri Justin Trudeau, sebagai balasan atas kritik mereka terhadap Beijing.

Bulan lalu, perusahaan keamanan siber yang berbasis di Canberra, CyberCX, juga mengungkap bahwa PKT telah melancarkan kampanye perang informasi terbesar di platform X yang menargetkan AS, Australia, Inggris, Eropa Barat, India, dan Jepang. Jaringan ini, yang disebut “Green Cicada Network”, menggunakan sekitar 5.000 akun berbasis AI generatif untuk memicu perpecahan politik di negara-negara demokrasi.

Saat ini, ribuan akun dari jaringan “Green Cicada” berada dalam kondisi pasif, tetapi bisa diaktifkan kapan saja. Namun, konten yang dihasilkan oleh akun-akun ini mudah dikenali sebagai palsu dan dampaknya masih terbatas.

Zeng Yishuo menambahkan bahwa dengan AI generatif, tindakan Tiongkok di bidang ini kemungkinan akan menjadi semakin matang, meluas, dan akurat. Departemen Keamanan Dalam Negeri AS telah mempersiapkan langkah-langkah pencegahan untuk melindungi keamanan pemilu.

Sebelumnya, Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, juga telah mengingatkan PKT bahwa segala bentuk campur tangan dalam pemilu AS tidak dapat diterima. (hui)