Menghadapi Ancaman Tiongkok Terhadap Taiwan pada 2027, Angkatan Laut AS Rilis Rencana Operasi Terbaru

Li Haoyue

Untuk menghadapi ancaman Tiongkok terhadap Taiwan, militer Amerika Serikat sedang aktif meningkatkan kemampuan tempurnya. Angkatan Laut AS, khususnya, memanfaatkan pengalaman dari operasi di Laut Merah dan Laut Hitam pada tahun lalu untuk memperluas keterampilan dan jangkauan pelatihan mereka, serta berupaya mengatasi kesulitan dalam merekrut personel.

Pada Rabu (18/9), Kepala Operasi Angkatan Laut AS, Laksamana Lisa Franchetti, meluncurkan Rencana Operasi Angkatan Laut AS (NAVPLAN) terbaru. Rencana ini bertujuan untuk mencapai dua tujuan strategis: mempersiapkan kemungkinan perang antara AS dan Tiongkok pada 2027 serta memperkuat keunggulan jangka panjang Angkatan Laut.

AS Bersiap Menghadapi Potensi Serangan Tiongkok ke Taiwan Sebelum 2027

Amerika Serikat terus memperingatkan bahwa militer Tiongkok berencana, di bawah instruksi pemimpin Partai Komunis Xi Jinping, untuk melancarkan invasi ke Taiwan sebelum 2027. Laksamana Franchetti menyatakan bahwa Rencana Operasi Angkatan Laut AS ini adalah panduan strategis utama yang bertujuan meningkatkan kesiapan tempur Angkatan Laut, dengan prioritas untuk meningkatkan kesiapan menghadapi potensi konflik dengan Tiongkok sebelum 2027, sambil memperkuat keunggulan operasi jangka panjang.

Menurut pernyataan Angkatan Laut AS pada hari Rabu itu, ada dua metode utama untuk mencapai tujuan ini: melalui tujuh sasaran dari Proyek 33 dan memperluas kontribusi Angkatan Laut terhadap ekosistem operasi gabungan.

Tujuh prioritas tersebut meliputi: mengurangi penundaan perawatan kapal, kapal selam, dan pesawat; memperluas penggunaan sistem robotik dan otonom untuk mengintegrasikan lebih banyak platform dengan cepat; membangun pusat komando yang diperlukan untuk menang di medan perang yang tersebar; merekrut dan mempertahankan lebih banyak personel; memberikan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kontribusi Angkatan Laut; melaksanakan pelatihan nyata dan virtual sesuai dengan rencana tempur; serta memulihkan infrastruktur penting yang mendukung operasi darat.

Pernyataan tersebut juga mencatat bahwa ancaman dari Tiongkok tidak hanya berasal dari kapal perang, tetapi juga dari operasi multi-domain, wilayah abu-abu, dan kegiatan ekonomi, termasuk peningkatan persenjataan nuklir, pengembangan fasilitas bandara ganda, serta pasukan dua fungsi seperti milisi laut.

Dalam wawancaranya dengan Associated Press, Franchetti menekankan bahwa salah satu tantangan besar adalah memastikan bahwa 80% pasukan siap tempur kapan pun diperlukan—sebuah “target yang sulit” menurutnya.

Franchetti menambahkan bahwa kunci keberhasilan adalah mencapai tingkat kesiapan tempur yang memadai, sehingga, “jika negara memanggil, kami bisa menekan tombol ‘mulai’ dan segera mengumpulkan pasukan sesuai kebutuhan.”

Sambil mengumumkan tujuan-tujuan ini, para pemimpin AS juga berusaha menyeimbangkan hubungan internasional yang sensitif, dengan berjanji untuk melindungi Taiwan sekaligus menjaga komunikasi dengan Tiongkok untuk mencegah konflik yang lebih besar.

Angkatan Laut AS Menarik Pengalaman dari Medan Perang Saat Ini

Selain itu, Angkatan Laut AS juga belajar dari pengalaman selama setahun terakhir dalam pertempuran di Laut Merah dan dari aksi pertahanan Ukraina melawan Rusia di Laut Hitam. Hal ini membantu para komandan militer AS mempersiapkan diri untuk potensi konflik AS-Tiongkok di masa depan.

Dalam setiap konflik di kawasan Asia-Pasifik, penguasaan laut akan menjadi faktor penting. Associated Press mengutip Franchetti yang mengatakan bahwa AS dapat memanfaatkan pengalaman Ukraina dalam menggunakan drone, serangan udara, dan kapal permukaan tanpa awak jarak jauh di Laut Hitam barat, yang secara efektif membatasi aktivitas kapal Rusia dan menjaga pelabuhan-pelabuhan utama tetap terbuka.

Angkatan Laut AS juga memperoleh pelajaran dari pertempuran selama berbulan-bulan dengan pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman.

Franchetti menyimpulkan, “Saya rasa Angkatan Laut telah belajar banyak karena ini adalah pertama kalinya kami berada di zona pertempuran senjata dalam waktu lama.” (jhon)