Beijing Menyatakan Sikap, Hizbullah Meminta Bantuan Iran namun Diabaikan

Secretchina.com

Baru-baru ini ketegangan di Timur Tengah kembali memanas. Israel melakukan serangan besar-besaran terhadap sejumlah basis Hizbullah di Lebanon, yang menyebabkan Lebanon terjerumus ke dalam perang. Menghadapi serangan Israel itu, Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, meminta Iran untuk bergabung dalam serangan balik melawan Israel. Namun, Iran hingga saat ini belum mengambil tindakan apa pun. Selain itu, Hizbullah juga mengonfirmasi bahwa salah satu komandan tingginya tewas akibat serangan Israel.

Akun X (sebelumnya Twitter) “IsraelWarRoom” menyebutkan dalam cuitannya bahwa Israel melancarkan serangan besar-besaran ke Lebanon, termasuk di ibu kota Beirut, dan sejumlah basis Hizbullah menjadi target utama serangan Israel. Fasilitas militer besar Hizbullah yang terletak di Lembah Bekaa juga terkena dampak serangan serius.

Menurut “IsraelWarRoom,” banyak perwira Hizbullah yang dipimpin oleh Nasrallah hampir seluruhnya tewas dalam serangan Israel, hanya tersisa dua komandan, salah satunya terluka parah.

Sementara itu, Hizbullah mengeluarkan pernyataan yang mengonfirmasi tewasnya seorang komandan selama serangan Israel. AFP melalui akun X-nya melaporkan bahwa seorang komandan militan Hizbullah bernama “Kobeissi” tewas dalam serangan Israel di selatan Beirut.

Akun  X “IsraelWarRoom” juga melaporkan bahwa setelah serangan besar-besaran tersebut, Nasrallah berada di bawah tekanan besar dan segera menghubungi Iran untuk meminta bantuan dalam menyerang Israel. Namun, Iran tampaknya tidak merespons positif dan bahkan mengabaikan permintaan Nasrallah, meninggalkan Hizbullah dalam kondisi yang sulit.

Menurut “IsraelWarRoom,” Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi, secara terbuka menyatakan kepada Menteri Luar Negeri Lebanon, Abdallah Bou Habib, bahwa Tiongkok “mengecam keras” serangan Israel yang “membabi buta terhadap warga sipil.” Wang Yi menegaskan bahwa bagaimanapun situasi berubah, Tiongkok akan tetap berada di pihak yang “adil” dan mendukung negara-negara Arab, termasuk Lebanon.

Banyak warga Lebanon yang segera melarikan diri ke luar negeri setelah serangan Israel. “Israel WarRoom” menyebutkan bahwa ribuan warga Lebanon telah memilih untuk melarikan diri ke Suriah, namun pemerintah Suriah menutup perbatasannya untuk mencegah masuknya lebih banyak pengungsi Lebanon.

Sementara itu, akun X “OFFICIAL NEWS” membagikan video yang menunjukkan bahwa beberapa warga Lebanon mulai melarang milisi Hizbullah menggunakan wilayah tempat tinggal mereka untuk meluncurkan serangan jarak jauh ke Israel sebagai upaya penyelamatan diri. “OFFICIAL NEWS” menambahkan bahwa serangan besar-besaran Israel terhadap Lebanon mungkin akan menjadi “hari paling berdarah dalam sejarah Lebanon.”

Hizbullah Meluncurkan Rudal ke Markas Mossad di Israel untuk Pertama Kalinya

Menurut laporan Reuters, militer Israel mendeteksi rudal darat-ke-darat yang ditembakkan dari Lebanon melintasi perbatasan, yang menyebabkan sirene peringatan berbunyi di Tel Aviv, pusat ekonomi Israel. Rudal tersebut berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara, dan tidak ada kerusakan atau korban jiwa yang dilaporkan.

Juru bicara militer Israel mengatakan kepada AFP bahwa ini adalah pertama kalinya Hizbullah meluncurkan rudal ke wilayah Tel Aviv, namun rudal tersebut berhasil dicegat oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF).

Dalam sebuah pernyataan, Hizbullah mengklaim bahwa pada 25 September 2024 pukul 06:30 pagi, pasukan bersenjata mereka, “Islamic Resistance,” menargetkan markas besar Mossad (agen intelijen Israel) di pinggiran Tel Aviv dengan sebuah rudal balistik Qader 1.

Pernyataan tersebut juga menyebutkan bahwa markas itu adalah dalang di balik pembunuhan para pemimpin Hizbullah serta peristiwa ledakan pager dan perangkat komunikasi nirkabel. Dua komandan tertinggi Hizbullah, Fuad Shukr dan Ibrahim Aqil dari Pasukan Radwan Hizbullah, tewas dalam serangan udara Israel pada Juli dan Agustus.

Baru-baru ini, fokus serangan militer Israel tampaknya telah bergeser dari Jalur Gaza ke Lebanon.

Menurut Kementerian Kesehatan Lebanon, serangan udara Israel pada 23 September menewaskan sedikitnya 558 orang. Komandan senior Hizbullah yang bertanggung jawab atas pasukan rudal dan roket, Ibrahim Mohammed Kobeissi, juga tewas dalam serangan udara di Beirut pada 24 September. (jhon)