Momen Paling Berbahaya dalam 50 Tahun Ketegangan Israel-Hizbullah? Kemungkinan Keterlibatan Kekuatan Besar

Secretchina.com

Sejak perang antara Israel dan Hamas pecah pada Oktober tahun lalu, bentrokan antara Israel dan kelompok Hizbullah di Lebanon terus berlangsung di perbatasan. Baru-baru ini, ledakan alat komunikasi Hizbullah dan serangan udara besar-besaran oleh militer Israel menyebabkan lebih dari 600 korban jiwa. 

Para ahli menganalisis bahwa ketegangan antara Israel dan Lebanon telah mencapai titik paling berbahaya dalam 50 tahun terakhir, dan dikhawatirkan akan menyeret seluruh kawasan Timur Tengah ke dalam perang.

Menurut laporan Al Jazeera, Rami Khouri, seorang akademisi terkenal dari Universitas Amerika di Beirut, Lebanon, menyatakan bahwa meskipun ketegangan di kawasan ini telah berlangsung selama puluhan tahun, serangan terbaru Israel terhadap Lebanon telah meningkatkan risiko di wilayah tersebut secara drastis.

Khouri menegaskan bahwa ketegangan ini telah berlangsung selama 30, 40, hingga 50 tahun karena penyebab utamanya, yaitu konflik antara Palestina dan Israel, tidak pernah terselesaikan. Sebagai seorang jurnalis dan analis selama 50 tahun, ia menyatakan bahwa saat ini adalah momen paling berbahaya yang pernah ia alami, terutama karena kemungkinan keterlibatan negara-negara besar dalam konflik ini.

Lebih lanjut, Khouri menjelaskan bahwa Amerika Serikat sudah terlibat dalam konflik ini, sebagai pemasok utama senjata bagi Israel dan pelindung utama Israel di forum-forum internasional, termasuk di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Amerika Serikat juga telah mengirimkan kekuatan militer besar-besaran ke kawasan tersebut untuk memberikan bantuan kepada Israel jika diperlukan.

Menurut cuitan dari akun X (sebelumnya Twitter) “IsraelWarRoom”, Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi, secara terbuka mengutuk tindakan Israel yang “menyerang warga sipil tanpa pandang bulu” dalam pembicaraannya dengan Menteri Luar Negeri Lebanon, Abdallah Bou Habib. Wang Yi menyatakan bahwa Tiongkok akan terus berpihak pada “keadilan,” bersama negara-negara Arab, termasuk Lebanon.

Perang Skala Penuh Antara Israel dan Lebanon di Ambang Pintu, Iran Bersikap Tegas: “Tidak Akan Berdiam Diri”

Ketika konflik antara Israel dan Hezbollah semakin memanas, Iran menyatakan bahwa mereka tidak akan tinggal diam jika perang skala penuh terjadi, dan memperingatkan para pemimpin Israel bahwa mereka akan “membayar harga atas kejahatan mereka.”

Menurut laporan CNN dan Sky News, pada 25 September, Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyatakan dalam pertemuan di Dewan Keamanan PBB di New York bahwa Iran mendukung Hezbollah dalam “perjuangan yang sah” untuk membela Lebanon dari serangan Israel. Iran akan melakukan segala yang mungkin untuk berdiri bersama rakyat Lebanon.

Araghchi juga menyatakan bahwa Israel telah melampaui batas, dan kawasan ini berada di ambang bencana besar. Oleh karena itu, ia menyerukan agar Dewan Keamanan segera bertindak untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di kawasan. Jika tidak ada tindakan yang diambil, maka risiko konflik penuh akan semakin besar.

Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menegaskan bahwa Israel lebih memilih solusi diplomatik untuk masalah Lebanon, tetapi memperingatkan bahwa jika jalur diplomatik gagal, Israel akan menggunakan segala cara yang diperlukan.

Tidak Menanggapi Seruan Gencatan Senjata 21 Hari, Perdana Menteri Israel Menyatakan “Perang Total”

Menurut laporan BBC, pada 25 September, Amerika Serikat, Prancis, dan beberapa sekutu lainnya menyerukan gencatan senjata selama 21 hari antara Israel dan Hezbollah dalam pertemuan di Majelis Umum PBB di New York untuk membuka ruang negosiasi di tengah meningkatnya konflik.

Namun, kantor Perdana Menteri Israel menolak klaim tentang seruan gencatan senjata tersebut, menyatakan bahwa berita tersebut tidak benar. Seruan gencatan senjata tersebut adalah usulan dari Amerika Serikat dan Prancis, tetapi Perdana Menteri Israel tidak memberikan tanggapan resmi. Klaim mengenai arahan untuk meredakan pertempuran di utara juga dinyatakan tidak sesuai fakta.

Saat ini, Perdana Menteri Israel telah memerintahkan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk melanjutkan operasi militer sesuai dengan rencana yang telah disusun. Selain itu, pertempuran di Jalur Gaza juga akan terus berlanjut hingga semua tujuan perang tercapai. (jhon)