Pejabat Senior Departemen Keuangan AS Menuduh Kurangnya Transparansi dalam Transaksi Swap Mata Uang Tiongkok

Junyi Wang

Seorang pejabat senior Departemen Keuangan Amerika Serikat mengkritik kurangnya transparansi dalam skema swap mata uang yang dilakukan oleh Tiongkok, dan mendesak Dana Moneter Internasional (IMF) untuk tidak dengan mudah memasukkan swap tersebut dalam perhitungan cadangan resmi negara-negara berkembang.

Pada Selasa (1/10/2024), Wakil Menteri Keuangan AS yang bertanggung jawab atas urusan keuangan internasional, Brent Neiman, dalam pidatonya mengatakan bahwa “karena Bank Rakyat Tiongkok tidak melaporkan rincian perjanjian swap”, hal ini menyebabkan IMF menangani perjanjian tersebut secara “kacau dan tidak konsisten.”

Komentar tersebut disampaikan menjelang pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia yang akan diadakan akhir bulan ini. Neiman menyampaikan pandangannya dalam acara yang diselenggarakan oleh lembaga pemikir keuangan Inggris, Official Monetary and Financial Institutions Forum (OMFIF).

Pernyataan Neiman ini muncul setelah adanya kontak bilateral antara AS dan Tiongkok mengenai skema swap mata uang yang dilakukan oleh Bank Sentral Tiongkok. Praktik tidak transparan ini dianggap mungkin menutupi kesulitan keuangan negara-negara lemah yang meminta bantuan dari Tiongkok.

Untuk mendorong internasionalisasi mata uang renminbi, Bank Sentral Tiongkok telah mencapai serangkaian kesepakatan dengan banyak negara berkembang. Argentina, misalnya, secara ekstensif menggunakan swap mata uang dengan Tiongkok dalam mengatasi krisis ekonomi dan keuangan mereka.

Masalah swap mata uang Tiongkok ini merupakan salah satu topik yang dibahas dalam pertemuan Kelompok Kerja Keuangan AS-Tiongkok yang diadakan pada  Agustus.

Kritik terhadap Tiongkok Harus “Blak-blakan dan Keras”

Di samping itu, Neiman juga menekankan bahwa IMF perlu menjadi “kritikus yang blak-blakan dan keras,” namun dalam evaluasi tahunan terhadap ekonomi Tiongkok, IMF dinilai tidak cukup memberi perhatian terhadap kebijakan nilai tukar dan kebijakan industri Tiongkok.

Neiman mengatakan, “IMF belum secara terbuka mengomentari peran bank milik negara (Bank Rakyat Tiongkok) dalam mengelola nilai tukar Tiongkok, juga tidak menjelaskan mengapa perubahan pada neraca Bank Rakyat Tiongkok tidak konsisten dengan transaksi cadangan dalam data neraca pembayaran internasional Tiongkok.”

Neiman juga menyoroti kurangnya transparansi IMF dalam mengungkap jaminan pembiayaan eksternal yang diberikan oleh Tiongkok dan negara-negara lain untuk program pinjaman. Ia mencontohkan bahwa dalam program pinjaman baru-baru ini untuk Argentina, Ekuador, dan Suriname, jaminan tersebut tidak ditepati atau mengalami penundaan yang serius.

Neiman menyebut bahwa dalam dokumen rencana IMF, Tiongkok hanya disebut sebagai “kreditur bilateral utama” Ekuador, dan menambahkan bahwa penanganan yang “terlalu halus” ini mungkin mengurangi insentif bagi para kreditur untuk memenuhi jaminan mereka tepat waktu.

Minggu lalu, IMF menyetujui program pinjaman senilai $7 miliar untuk Pakistan, yang termasuk jaminan pembiayaan dari Tiongkok, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Namun, IMF menolak untuk mengungkap rincian dari jaminan tersebut.

Departemen Keuangan AS, yang mengelola saham utama Amerika Serikat di IMF, telah beberapa kali mengeluarkan peringatan kepada Tiongkok dalam setahun terakhir mengenai surplus kapasitas, transfer teknologi, dan praktik mata uangnya. (jhon)