EtIndonesia. Pemilu Presiden Amerika Serikat 2024 semakin dekat, dan laporan dari ABC News mengungkap bahwa lembaga pemikir konservatif “American First Policy Institute” (AFPI), yang terkait erat dengan calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump, diduga menjadi sasaran serangan siber oleh peretas yang berafiliasi dengan Tiongkok.
AFPI adalah lembaga kebijakan yang dikenal bekerja sama dengan Trump. Kepala Humas AFPI, Marc Lotter, mengonfirmasi kepada ABC News melalui pernyataan bahwa serangan ini dilakukan oleh “aktor asing yang bermusuhan”. Dia menegaskan bahwa tindakan semacam ini tidak mengejutkan, mengingat AFPI merupakan salah satu organisasi kebijakan utama yang bersekutu dengan Trump.
Lotter menulis dalam pernyataannya: “Sebagai kelompok kebijakan utama gerakan ‘America First,’ tidak mengherankan jika aktor asing yang bermusuhan mencoba meretas sistem IT kami. Teknik, strategi, dan taktik mereka mirip dengan aktivitas yang didanai oleh negara-negara tertentu, yang telah kami temui sebelumnya, sehingga kami dapat merespons dengan cepat.”
Dia menambahkan bahwa AFPI, seperti gerakan ‘America First’ itu sendiri, tidak akan menunggu reaksi pemerintah, tetapi akan bekerja sama dengan para pakar keamanan siber untuk terus meningkatkan keamanan mereka.
Serangan Siber dari Iran
Sebelumnya, Iran juga dituding melakukan serangan siber terhadap tim kampanye Trump. Departemen Kehakiman AS mengumumkan dakwaan terhadap tiga warga Iran yang diduga terlibat dalam pencurian email dari tim kampanye Trump. Mereka dituduh melakukan kejahatan termasuk peretasan, memberikan dukungan kepada organisasi teroris asing, pencurian identitas, dan membantu serta mendorong tindakan kriminal.
Bukti Campur Tangan Pemilu oleh Tiongkok
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menyatakan pada April 2024 bahwa meskipun Presiden Tiongkok Xi Jinping telah berjanji tidak akan ikut campur dalam urusan AS, Washington memiliki bukti bahwa Beijing mencoba memengaruhi, bahkan ikut campur dalam pemilu AS. Pernyataan ini dibuat Blinken dalam wawancara dengan CNN setelah kunjungannya ke Beijing dan pertemuan dengan Xi Jinping.
Intelijen AS sebelumnya telah mengindikasikan bahwa Beijing semakin agresif mencoba mempengaruhi pemilu AS, terutama dengan menargetkan pemilih dan kandidat tertentu.
Selain itu, pada awal tahun ini, Microsoft merilis laporan yang menunjukkan bahwa Tiongkok mungkin berusaha mengganggu pemilu di AS, Korea Selatan, dan India dengan menggunakan konten yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan (AI). Tiongkok diduga menggunakan akun media sosial palsu untuk memicu perpecahan di antara pemilih dengan tujuan memengaruhi hasil pemilu sesuai kepentingan mereka.
Penelitian terbaru dari Graphika, yang dirilis pada 3 September 2024, menemukan bahwa menjelang pemilu AS 2024, kampanye pengaruh di media sosial yang terkait dengan Pemerintah Tiongkok telah menyamar sebagai pemilih AS dan menyebarkan retorika yang mendiskreditkan calon presiden serta memperburuk isu-isu sosial sensitif untuk menciptakan perpecahan di masyarakat AS.
Pada April 2024, Institut Dialog Strategis (ISD) menerbitkan laporan yang mendokumentasikan empat akun di platform X (sebelumnya Twitter), yang meniru pendukung Trump dan gerakan “Make America Great Again” (MAGA). Akun-akun ini merupakan bagian dari jaringan spam yang dikenal sebagai “Spamouflage,” yang telah aktif setidaknya sejak 2017 dan semakin intensif menjelang pemilu.
Menurut Reuters, para ahli menyatakan bahwa “Spamouflage” telah memanfaatkan ribuan akun di lebih dari 50 situs web, forum, dan platform media sosial untuk menyebarkan pengaruh. Aktivitas jaringan ini meningkat secara signifikan seiring dengan mendekatnya pemilu.
Pada Juli 2024, Kantor Direktur Intelijen Nasional AS merilis laporan tentang campur tangan pemilu, yang menunjukkan bahwa Beijing semakin berhati-hati dalam mempengaruhi pemilu AS kali ini. Mereka memantau upaya yang lebih luas untuk memengaruhi opini publik di AS. (jhn/yn)