Pada 13 Oktober 2024, kota Binyamina di Israel utara diserang oleh drone, menyebabkan lebih dari 60 orang terluka. Bahkan, beberapa di antaranya dalam kondisi kritis. Walaupun Israel memiliki sistem pertahanan udara yang canggih, serangan ini menjadi paling banyak yang menimbulkan korban terluka dalam setahun terakhir sejak konflik dimulai. Insiden ini tergolong langka. Hizbullah mengakui bertanggung jawab atas serangan yang terjadi
New Tang Dynasty TV
Mengutip laporan dari kantor berita AFP melalui Central News Agency, Hizbullah, sebuah organisasi politik dan militer Syiah asal Lebanon yang didukung oleh Iran, menyatakan bahwa pada 13 Oktober malam, mereka melancarkan serangan drone di sebuah kamp pelatihan di Binyamina, yang terletak di selatan Haifa.
Serangan drone ini merupakan tanggapan atas serangan udara Israel pada 10 Oktober yang menargetkan daerah padat penduduk di Basta dan Nweiri, pusat kota Beirut, Lebanon, yang menewaskan 22 orang.
Organisasi penyelamat sukarela Israel, United Hatzalah, melalui pernyataan di halaman Facebook-nya menyatakan bahwa tim ambulans mereka membantu lebih dari 60 korban dengan berbagai tingkat luka, mulai dari kondisi kritis, luka parah, luka sedang, hingga luka ringan.
Menurut Associated Press, meskipun Israel memiliki sistem pertahanan udara yang canggih, situasi di mana banyak orang terluka akibat serangan drone atau roket sangat jarang terjadi.
Belum diketahui apakah korban adalah anggota militer atau warga sipil, dan juga tidak jelas bagian mana yang terkena serangan drone.
Departemen Pertahanan AS sebelumnya menyatakan akan mengerahkan sistem pertahanan rudal THAAD (Terminal High Altitude Area Defense) dan personel militer terkait ke Israel, guna membantu sekutu ini melindungi diri dari potensi serangan rudal Iran.
THAAD dianggap sebagai sistem pelengkap bagi Patriot, yang mampu menargetkan sasaran dengan jangkauan 150 hingga 200 kilometer, memberikan perlindungan di wilayah yang lebih luas. (Hui)