EtIndonesia. Seorang pejabat Amerika Serikat pada tanggal 14 Oktober mengungkapkan bahwa AS telah memperingatkan Pemerintah Iran untuk menghentikan semua rencana terhadap calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump. Washington akan menganggap setiap upaya untuk membunuhnya sebagai tindakan perang.
Menurut Reuters, yang mengutip laporan dari pejabat anonim Amerika Serikat, Presiden Joe Biden secara rutin menerima laporan singkat tentang ancaman tersebut dan telah menginstruksikan timnya untuk menangani masalah yang melibatkan rencana Iran terhadap warga negara Amerika.
Pejabat tersebut mengatakan bahwa atas instruksi Biden, pejabat tinggi AS telah mengirim pesan kepada pejabat tertinggi Pemerintah Iran, memperingatkan mereka untuk menghentikan semua rencana terhadap Trump dan mantan pejabat Pemerintah Amerika Serikat.
Pejabat itu menegaskan bahwa Iran telah diberitahu bahwa jika ada upaya apa pun untuk membunuh Trump, Washington akan menganggapnya sebagai tindakan perang.
Tim kampanye Trump pada 24 September lalu menyatakan bahwa pejabat intelijen AS telah memberi Trump laporan tentang dugaan ancaman dari Iran.
Gedung Putih menyatakan bahwa Amerika Serikat selama bertahun-tahun telah memantau ancaman Iran terhadap Trump dengan cermat, dan memperingatkan bahwa Iran akan menghadapi “konsekuensi serius” jika menyerang warga negara Amerika Serikat.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih (NSC), Sean Savett, mengatakan, “Presiden Biden menegaskan kembali perintahnya bahwa Dinas Rahasia AS harus diberikan semua sumber daya, kemampuan, dan tindakan perlindungan yang diperlukan untuk mengatasi ancaman yang terus berkembang yang dihadapi oleh mantan presiden (Trump).”
Trump: Iran Sudah Melakukan Beberapa Upaya Pembunuhan, Namun Gagal
Trump, pada 25 September di platform media sosialnya “Truth Social”, mengungkapkan bahwa Iran sedang merencanakan pembunuhan terhadap dirinya, dan langkah ini belum pernah terjadi sebelumnya di antara musuh Amerika Serikat. Pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga menyatakan bahwa Pemerintah AS memantau dengan cermat ancaman Iran terhadap pejabat Amerika Serikat saat ini dan yang telah pensiun.
Beberapa jam setelah Ryan Wesley Routh didakwa karena mencoba membunuh Trump di lapangan golf di Florida pada awal Oktober lalu, Trump, yang berusia 78 tahun, menulis di sebuah postingan: “Iran menimbulkan ancaman besar terhadap hidup saya. Militer AS sedang memantau dengan ketat dan bersiap siaga.”
Dia juga mengatakan: “Iran telah melakukan beberapa kali upaya, tetapi semuanya gagal. Mereka akan mencoba lagi. Situasi ini tidak baik untuk siapa pun.”
Trump menekankan kondisi keamanannya saat ini: “Jumlah pengawal, senjata, dan perlengkapan yang ada di sekitar saya belum pernah saya lihat sebelumnya sepanjang hidup saya.”
Dia juga berterima kasih kepada Kongres, memuji keputusan bulat mereka untuk meningkatkan anggaran bagi Dinas Rahasia, menyebutnya sebagai bentuk kerja sama bipartisan yang jarang terjadi.
Menurut laporan Reuters, tim kampanye Trump menyatakan bahwa Trump menerima laporan dari Kantor Direktur Intelijen Nasional pada 24 September yang mencakup ancaman pembunuhan spesifik yang direncanakan Iran untuk mengganggu stabilitas Amerika dan menciptakan kekacauan.
Juru bicara kampanye Trump, Steven Cheung, mengatakan badan intelijen telah mengonfirmasi bahwa serangan tersebut semakin sering terjadi dalam beberapa bulan terakhir, dan berbagai badan penegak hukum bekerja sama untuk memastikan keselamatan Trump dan keadilan dalam pemilu.
FBI: Peretas Iran Mencuri Data Kampanye Trump dan Mengirimkannya ke Tim Biden
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, dalam wawancara dengan NBC pada 25 September, mengatakan: “Kami telah memantau dengan cermat ancaman Iran terhadap beberapa pejabat senior AS selama bertahun-tahun. Target ancaman ini termasuk mantan pejabat pemerintah seperti mantan Presiden Trump, serta beberapa pejabat pemerintahan saat ini.”
Menurut beberapa orang yang mengetahui hal ini, kepada CNN, penegak hukum Amerika Serikat telah waspada terhadap ancaman Iran yang mungkin mencoba membunuh Trump dan mantan pejabat pemerintahnya. Pada saat yang sama, akun-akun Iran dan media yang didukung secara resmi oleh Iran telah meningkatkan penyebutan Trump dalam informasi online mereka baru-baru ini, yang menimbulkan kekhawatiran keamanan di antara pejabat Amerika Serikat.
Biro Investigasi Federal (FBI) pada 18 September mengungkapkan bahwa pada awal musim panas tahun ini, peretas Iran berhasil meretas sistem kampanye Trump, mencuri informasi sensitif, dan mengirimkan informasi tersebut kepada orang-orang yang terkait dengan tim kampanye Presiden Biden, dalam upaya untuk memengaruhi pemilu yang akan datang.
Menurut FBI, peretasan yang terjadi antara Juni dan Juli ini adalah bagian dari “upaya Iran untuk menciptakan perpecahan dan mempengaruhi hasil pemilu Amerika Serikat.” Pada saat itu, Biden belum mundur dari pencalonan presiden.
Insiden ini terungkap setelah peretas mengirimkan informasi yang dicuri kepada beberapa media utama AS. Dalam pernyataan bersama, FBI, Kantor Direktur Intelijen Nasional, dan Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur mengatakan: “Antara akhir Juni hingga awal Juli, peretas Iran mengirim email yang tidak diminta kepada orang-orang yang terhubung dengan tim kampanye Presiden Biden pada saat itu. Email-email tersebut berisi materi yang tidak dipublikasikan yang dicuri dari tim kampanye mantan Presiden Trump.”
Tim kampanye Trump pada 10 Agustus mengonfirmasi bahwa mereka telah mengalami serangan peretasan, di mana beberapa memo internal sensitif jatuh ke tangan Iran. Tim kampanye Trump mengklaim bahwa serangan peretasan ini menunjukkan bahwa Iran tidak ingin Trump kembali ke Gedung Putih. (jhn/yn)