Pemindaian Terkini
Israel Menggempur Iran dengan Ratusan Pesawat Tempur, Khamenei Mengakui Kalah?
Israel akhirnya bertindak terhadap Iran sebagai balasan atas serangan Iran pada 1 Oktober yang meluncurkan 181 rudal balistik ke Israel. Pada 26 Oktober dini hari, Israel mengerahkan lebih dari 100 jet tempur, termasuk jet siluman F-35 canggih, untuk menyerang serangkaian target di Iran. Ini dianggap sebagai serangan udara terbesar dalam sejarah Israel.
Sebagai informasi, jarak antara Israel dan Iran adalah 2000 kilometer, melibatkan beberapa negara termasuk Yordania, Suriah, Irak, dan Arab Saudi.
Beberapa negara tersebut memilih mengabaikan pesawat Israel yang melintas wilayah udara mereka, seakan menutup sebelah mata. Israel melakukan perang elektronik terlebih dahulu di wilayah udara Suriah, membuat semua radar pertahanan udara Suriah seakan “diam tak berfungsi,” artinya, sebelum sejumlah besar pesawat Israel melintasi, kapabilitas pertahanan udara Suriah pada dasarnya telah dinetralkan.
Suriah dan Irak mungkin memiliki kemampuan untuk melawan, tapi mereka juga mengikuti arus—mereka mengerti bahwa ini bukan ditujukan untuk mereka, tetapi jika mereka mencoba menghalangi pada saat itu, itu sama saja mencari masalah.
Seperti yang bisa Anda lihat dari peta penerbangan ini, setelah pesawat tempur Israel lepas landas, termasuk Iran itu sendiri, semua negara di antara Israel dan Iran segera menerapkan kontrol penerbangan dan wilayah udara langsung dibersihkan.
Semua penerbangan pesawat dengan patuh mengambil rute lain. Israel setidaknya melakukan dua gelombang pengeboman. Pertama adalah: sistem radar pertahanan udara Iran dan lapangan terbang militer, termasuk bandara Teheran.
Sistem Pertahanan Udara S-300 buatan Rusia di Iran Hancur
Setelah semua sistem pertahanan udara Iran hancur, langit Iran menjadi playground bagi pesawat tempur Israel. Terutama, ibu kota Iran, Teheran, menjadi lautan api, termasuk gedung Kementerian Pertahanan Iran dan pusat penelitian angkatan udara Garda Revolusi Iran serta pembangkit listrik Teheran hampir bersamaan diserang secara tepat sasaran. Ada yang mengabadikan momen bom yang jatuh seperti hujan.
Menurut laporan, saat itu di langit Iran, jet tempur Israel bergerak bebas seolah-olah di wilayah tak berpenghuni. Dan serangan kedua adalah terhadap pabrik misil, basis produksi drone, dan pangkalan militer di berbagai tempat di Iran. Setelah serangan ini, Iran setidaknya membutuhkan waktu setahun untuk sepenuhnya memulihkan produksinya.
Dalam serangan jarak jauh ini, selain jet F-35, Israel juga mengerahkan jet F-15 dan F-16 buatan AS, termasuk dua pilot wanita. Militer Israel juga merilis video yang menunjukkan pilot Israel menaiki jet F-15 untuk lepas landas.
Ketika pesawat tempur Israel melakukan bombardir, reaksi angkatan udara Iran agak lucu. Ketika serangan udara baru saja terjadi, komandan angkatan udara Iran Hamid Vahedi hanya memerintahkan satu jet tempur MiG-29B buatan Rusia untuk lepas landas, namun bukan untuk bertarung di udara, tetapi hanya berputar di atas utara Teheran dan kemudian mendarat. Apakah itu hanya untuk pamer, entahlah.
Beda halnya dengan angkatan udara Israel, mereka melakukan manuver lebih ekstrem, setelah menyelesaikan dua gelombang pengeboman terhadap Iran, mereka bahkan mengatur jet mereka yang kembali dalam beberapa formasi berbeda, seperti latihan militer melintas di udara asing dengan kemenangan.
Serangan Israel ini tentu tidak mengecewakan Biden, mereka tidak menargetkan fasilitas nuklir atau basis minyak Iran. Namun demikian, serangan ini tetap saja menyebabkan pemadaman listrik secara luas dan gangguan internet di Iran. Warga Teheran mungkin juga menyadari, kekuatan militer Iran yang dipromosikan oleh pemerintah mereka tidak memiliki kemampuan untuk membalas serangan Israel, sehingga mereka langsung bergegas ke pom bensin untuk mengisi penuh bahan bakar, sehingga dapat melarikan diri dengan lancar, akibatnya mengakibatkan antrian panjang di pom bensin.
Militer Israel mengumumkan bahwa semua jet tempur yang terlibat dalam serangan terhadap Iran 2000 kilometer jauhnya telah kembali ke Israel dengan selamat, dan jika Iran membalas, Israel sudah siap untuk pertahanan dan serangan penuh lagi.
Pemimpin tertinggi Iran, Khamenei, merespon pada 27 Oktober, tanpa arogansi atau keangkuhan sebelumnya, dan untuk pertama kalinya secara rendah hati menyatakan: diserahkan kepada pihak berwenang Iran untuk memutuskan bagaimana akan membalas. Bahkan, dia menyatakan: “Jangan membesar-besarkan” tindakan balasan atas serangan Israel.
Menurut media Barat, Khamenei, yang berusia 85 tahun, baru-baru ini dalam kondisi kritis, dan putra keduanya, Mojtaba Khamenei, mungkin akan menggantikan posisinya. Sayangnya, anaknya ini lahir pada saat yang tidak tepat, menghadapi dunia yang baru saja dimulainya ketika “pemimpin setanah airnya pergi terlebih dahulu.”
Perdana Menteri Israel Netanyahu pada 27 Oktober secara terbuka menyatakan bahwa serangan Israel telah menyebabkan kerusakan parah pada Iran, “mencapai semua tujuan yang ditargetkan”. Dan analoginya tentang teroris Timur Tengah dengan gurita sangat menarik.
Suara Tembakan Mendadak Terdengar di Moskow, Zelenskyy keluarkan Taktik Serangan Baru
Saat Israel baru saja menyelesaikan serangan terhadap Iran, insiden serupa juga terjadi di Rusia. Pada 26 Oktober, suara tembakan tiba-tiba terdengar di Pushkino Central Park, Moskow pada waktu senja, membuat para pengunjung yang ada di taman tersebut berhamburan.
Sebenarnya, yang seharusnya menjadi kekhawatiran nyata bagi penduduk Moskow bukanlah insiden penembakan yang sporadis, karena ancaman yang sebenarnya sudah mulai mengintai secara diam-diam.
Pada 26 Oktober, Presiden Ukraina Zelensyky menandatangani sebuah undang-undang yang mungkin diabaikan banyak orang, tetapi dengan penandatanganan undang-undang ini, menandakan titik balik baru dalam perang Rusia-Ukraina.
Undang-undang yang ditandatangani Zelenskyy adalah: memperbolehkan orang asing menjadi perwira militer Ukraina. Anda mungkin berpikir, apa pengaruh besar dari hal ini? Jika Anda tahu bahwa ada peraturan militer di angkatan udara Ukraina yang menyatakan bahwa pilot harus merupakan perwira, maka penandatanganan undang-undang ini berarti sangat mungkin banyak pilot pensiunan dari Eropa dan Amerika akan bergabung dengan angkatan udara Ukraina. Singkatnya, para pilot pensiunan F-16 dari Amerika, misalnya, akan dapat langsung mengoperasikan F-16 Ukraina.
Selain itu dilaporkan bahwa dua pilot terbaik Ukraina baru saja terbang dengan F-16 ke medan pertempuran dan gugur, salah satu alasan utama adalah para pilot Ukraina sebelumnya hanya mengoperasikan jet tempur buatan Rusia, dan untuk menguasai jet buatan Amerika membutuhkan banyak waktu latihan dan adaptasi. Jika para pilot berpengalaman dari militer AS menerbangkan F-16, tentu akan memaksimalkan kemampuan tempur jet F-16.
Dua Ratus Pilot Ukraina Mengikuti Pelatihan Rahasia di Inggris, Rudal Balistik Domestik Menargetkan Moskow
Berita lain pada saat yang sama akan menambah beban bagi militer Rusia. Menurut media Inggris, 200 pilot Ukraina telah menyelesaikan pelatihan tahap pertama di Inggris dan mulai menjalani pelatihan mengoperasikan F-16. Setelah pelatihan selesai, mereka bisa membentuk lima skuadron penerbangan dan mengoperasikan 100 jet F-16. Jika dikombinasikan dengan pilot pensiunan dari Barat, ini pasti akan merebut kembali keunggulan udara di medan perang Rusia-Ukraina, mencapai dominasi yang signifikan.
Selama dua tahun perang Rusia-Ukraina, dari awal ketika pasukan Rusia hampir mencapai ibu kota Ukraina, Kiev, hingga garis pertempuran mundur sepenuhnya ke timur Ukraina, dan kemudian pasukan Ukraina menyerang Kursk di Rusia, dari sisi strategis, pasukan Rusia terus mundur.
Sekarang, selain menghadapi ancaman komprehensif dari F-16 Ukraina di udara, ancaman besar lainnya mungkin segera dirasakan oleh Rusia. Tanpa banyak orang sadari, Ukraina telah berhasil menyelesaikan pengujian rudal balistik tipe baru HRIM-2. Laporan tentang hal ini sangat langka, tetapi jika kita melihat beberapa parameter, kita bisa mengerti betapa besar ancaman rudal ini bagi Rusia.
Pertama: Rudal balistik HRIM-2 memiliki jangkauan 500-700 kilometer. Coba lihat garis merah dalam video ini, adalah jangkauan senjata yang dimiliki Ukraina yang bisa mencapai Rusia; ini adalah jangkauan rudal HIMARS; Rudal Storm Shadow yang dikembangkan oleh Inggris dan Prancis; Dan ini adalah jangkauan dari rudal taktis buatan Amerika; lalu, seberapa jauh rudal domestik Ukraina bisa mencapai target ?
Moskow ada di sini. Rudal ini memiliki hulu ledak seberat 500 kilogram dan bisa langsung mengenai Moskow serta sebagian besar basis dukungan strategis Rusia dalam perang Rusia-Ukraina.
Yang paling penting adalah bahwa ini adalah rudal buatan Ukraina, tidak memerlukan persetujuan dari negara-negara Barat, bisa menyerang kapan pun dan di mana pun diinginkan. Inilah yang paling ditakuti oleh militer Rusia.
Pada 27 Oktober, pidato Putin terdengar sangat menarik: Putin mengatakan, Moskow sedang memikirkan berbagai cara untuk menghadapi, mengantisipasi kemungkinan Ukraina menggunakan senjata jarak jauh Barat untuk menyerang wilayah Rusia.
Putin menuturkan bahwa hanya personel militer dari negara-negara NATO yang bisa mengoperasikan peralatan khusus yang diinginkan oleh Ukraina, “Pasukan Ukraina tidak memiliki kemampuan untuk melakukan ini sendiri.”
Tampaknya Putin, yang sangat cerdik dan dipuja terlalu tinggi selama ini, juga bisa terjebak oleh “Information Cocoons”, jika dia tahu bahwa rudal balistik buatan Ukraina yang bisa mencapai lebih jauh telah selesai diuji dan mulai dikerahkan dalam pertempuran, entah apakah Putin masih bisa tetap tenang.
Komunitas internasional benar-benar berharap, demi nyawa yang tak terhitung jumlahnya di Rusia dan Ukraina, Putin dan Zelensky sebaiknya duduk bersama dan serius membahas bagaimana menghentikan perang, memberikan apa yang paling dibutuhkan oleh rakyat: kesempatan untuk hidup dengan baik dan aman.
Menurut Zelensky, pasukan Korea Utara telah dikirim ke Rusia dan akan berhadapan dengan pasukan Ukraina di Kursk pada akhir pekan ini. Badan Intelijen Pertahanan Ukraina baru-baru ini menangkap komunikasi militer Rusia yang mengungkapkan ketidakpuasan militer Rusia karena pasukan Korea Utara mendapatkan prioritas dalam amunisi dan senjata; setiap 30 tentara Korea Utara disertai oleh tiga perwira militer Rusia dan seorang penerjemah.
Dalam komunikasi tersebut, tentara Rusia menyebut pasukan Korea Utara sebagai ‘Pasukan K’, dan yang paling lucu adalah, dalam percakapan itu, militer Rusia malah menyebut tentara Korea Utara sebagai ‘Orang Tiongkok sialan’.
Pada 25 Oktober, seorang tentara bayaran asal Tiongkok yang bergabung dengan militer Rusia, dengan nama panggilan ‘Red Macron’ di media sosial, menyatakan dalam siaran langsungnya: dia tidak tahu sebelum datang ke Rusia, orang Tiongkok diperlakukan sebagai umpan meriam ; dan dia tidak ingin lagi menjadi korban. (jhon)