Mendekati Batas Krisis! Konflik Israel-Iran Berubah Menjadi Panggung Perang Modern?

EtIndonesia. Ketika publik internasional berharap ketegangan di Timur Tengah akan mereda setelah serangan udara besar-besaran oleh ratusan jet tempur Israel terhadap Iran, situasi justru kian memanas. Meskipun Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, sempat memberikan sinyal kesediaan untuk mengakhiri konfrontasi, Israel secara tegas menyatakan bahwa masalah ini masih jauh dari selesai.

Pada 28 Oktober 2024, kabinet Israel mengumumkan bahwa serangan pekan lalu adalah balasan atas serangan rudal Iran terhadap Israel pada awal bulan ini. Namun, Israel menegaskan bahwa pembalasan belum berakhir, terutama mengingat adanya serangan drone terhadap kediaman Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang diduga dilakukan oleh kelompok Al-Nujaba, milisi yang beroperasi di Lebanon dengan dukungan Iran. 

“Kami akan membalas pada saat yang tepat,” ujar seorang juru bicara Israel, mengindikasikan komitmen negara tersebut untuk menindak setiap serangan yang mengancam kedaulatan mereka.

Sikap Tegas Israel: Pantang Menyerah

Dalam beberapa tahun terakhir, Israel telah menunjukkan ketegasan yang kuat, dengan reputasi sebagai negara yang tidak ragu membalas setiap ancaman terhadapnya. Negara ini, yang dikenal memiliki kapabilitas militer dan teknologi tinggi, menunjukkan bahwa tindakan konkret lebih bermakna daripada sekadar diplomasi.

Perdana Menteri Netanyahu, dalam pernyataan terbarunya, menegaskan kembali fokus Israel terhadap program nuklir Iran yang dinilai sebagai ancaman serius. 

“Kami akan terus berupaya menghilangkan ancaman dari Iran,” ujarnya.

Langkah-Langkah Mengejutkan Israel: UNRWA Ditetapkan sebagai Organisasi Teroris

Israel telah mengambil dua langkah signifikan yang mengejutkan komunitas internasional. Pertama, Israel mengumumkan Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, sebagai persona non grata di negara itu. Langkah ini diambil karena Guterres dinilai gagal mengecam serangan rudal Iran terhadap Israel secara tegas dan dianggap mendukung terorisme.

Kedua, pada 28 Oktober 2024, parlemen Israel menetapkan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) sebagai organisasi teroris, memutuskan semua kontak, dan melarang operasinya di Israel. Israel menuduh bahwa organisasi tersebut telah disusupi oleh Hamas, kelompok militan yang mendapat dukungan Iran. Dukungan finansial dari negara-negara Eropa, termasuk AS dan Jerman, juga terhenti setelah investigasi internal PBB menunjukkan dugaan keterlibatan sembilan karyawan UNRWA dalam serangan teroris oleh Hamas pada Oktober lalu.

Peningkatan Kapasitas Pertahanan Israel: Sistem Iron Beam

Di tengah ketegangan, Israel juga memperkuat pertahanannya dengan meluncurkan sistem Iron Beam, teknologi laser yang dirancang untuk melengkapi Iron Dome. Dengan jangkauan efektif 7,2 kilometer, Iron Beam mampu menghancurkan target seperti drone dan roket dengan biaya operasi hanya dua dolar per tembakan, jauh lebih ekonomis daripada Iron Dome. Teknologi ini dianggap sebagai langkah strategis untuk meningkatkan keamanan Israel dari ancaman rudal, terutama dari wilayah-wilayah konflik di sekitar mereka.

Namun, sistem Iron Beam memiliki keterbatasan, yakni efektivitas yang terganggu oleh cuaca ekstrem dan jarak maksimum 20 kilometer. Israel berencana mengintegrasikan sistem ini dengan Iron Dome, David’s Sling, dan Arrow-3 sebagai bagian dari sistem pertahanan berlapis yang siap menghadapi berbagai ancaman eksternal.

Ketegangan Meningkat dengan Keterlibatan Al-Nujaba dan Dukungan Iran

Pada 29 Oktober 2024, milisi Al-Nujaba, yang berafiliasi dengan Iran, mengumumkan pengangkatan Naim Qassem sebagai Sekretaris Jenderal baru, menyusul kematian beberapa pemimpin mereka dalam serangan Israel. Qassem, yang saat ini berlindung di Iran, sebelumnya telah dikenai sanksi oleh AS pada 2018. Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, memberikan respons keras terhadap pengangkatan ini dengan peringatan bahwa jabatan tersebut tidak akan bertahan lama.

Pada malam yang sama, Israel melancarkan operasi militer di timur laut Lebanon dan Tepi Barat Sungai Yordan. Dalam operasi tersebut, sekitar 260 militan ditangkap, puluhan alat peledak dihancurkan, dan berbagai aset milik kelompok militan disita. Aktivitas Israel di selatan Lebanon terus meningkat, dengan laporan tentang rudal-rudal jelajah yang melintasi Laut Mediterania, menjadi pengingat tegas bagi milisi-milisi yang mendukung Iran.

Peringatan Netanyahu untuk Suriah

Perdana Menteri Netanyahu juga memberikan peringatan keras kepada Presiden Suriah, Bashar al-Assad, agar tidak melanjutkan dukungannya terhadap Iran dan kelompok Al-Nujaba. Jika dukungan ini berlanjut, Netanyahu menegaskan bahwa Israel tidak akan ragu untuk bertindak lebih lanjut di Suriah.

Konflik Memanas di Wilayah Lain: Ukraina dan Keterlibatan Tentara Korea Utara

Pada hari yang sama, konflik Rusia-Ukraina mendapat perhatian global ketika tentara Ukraina menyerang markas tentara Korea Utara di wilayah Kursk, Rusia, yang menyebabkan sekitar 200 tentara tewas. Langkah ini terjadi setelah foto tentara Korea Utara di Rusia tersebar luas, menampilkan simbol Kim Il-sung dan Kim Jong-il di barak mereka.

Sebagai respons terhadap eskalasi ini, Presiden Rusia, Vladimir Putin, segera mengumumkan latihan nuklir dengan peluncuran rudal balistik antarbenua Yars dan Sineva, menandai kesiapan militer Rusia dan meningkatkan kekhawatiran akan potensi eskalasi menuju konflik berskala global.

Bayangan Perang Dunia Ketiga Semakin Nyata

Serangkaian peristiwa ini menandakan peningkatan ketegangan di beberapa wilayah dunia, dengan Timur Tengah dan Eropa Timur menjadi pusat perhatian. Ketegasan Israel dalam menanggapi ancaman dari Iran, keterlibatan Rusia dan Korea Utara dalam konflik Ukraina, serta langkah diplomatik kontroversial di PBB menunjukkan bahwa geopolitik global sedang berada dalam titik kritis, dengan ancaman serius terhadap perdamaian dunia.