ETIndonesia. Anggota parlemen Korea Selatan melaporkan bahwa Korea Utara telah menempatkan sebuah peluncur rudal balistik antarbenua (ICBM) yang mana mungkin akan ditembakkan sekitar pemilihan presiden AS pada 5 November.
Mengutip laporan intelijen militer, anggota parlemen Korea Selatan memberikan keterangan kepada wartawan setelah pertemuan tertutup dengan pejabat Badan Intelijen Pertahanan Korea Selatan pada 30 Oktober.
“Persiapan untuk peluncur pengangkut (TEL) telah selesai dan sudah ditempatkan di lokasi tertentu. Peluncuran ICBM untuk verifikasi teknologi masuknya hulu ledak kembali dapat dilakukan, dengan waktu yang menargetkan pemilu AS, bisa sebelum atau setelahnya, di bulan November,” kata Anggota Parlemen Korea Selatan, Lee Seong-kweun, dalam konferensi pers padai Rabu.
Anggota Parlemen Park Sun-won mengatakan badan intelijen meyakini bahwa rudal mungkin sudah dipindahkan ke lokasi peluncuran tetapi belum dimuat.
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un awal tahun ini mengumumkan percepatan program senjata nuklirnya di tengah hubungan yang semakin erat dengan Rusia, dan Pentagon baru-baru ini mengonfirmasi bahwa sekitar 10.000 tentara Korea Utara berada di medan perang Rusia.
Padai Rabu, pejabat Rusia mengumumkan dalam konferensi pers bahwa mereka akan mengadakan konsultasi strategis di Moskow dengan Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son Hui, yang tiba di Rusia pada 29 Oktober. Seorang juru bicara tidak mengonfirmasi apakah kunjungan tersebut terkait dengan perang di Ukraina, meskipun Rusia tidak menyangkal kehadiran tentara Korea Utara dalam konflik tersebut.
Bulan lalu, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi pada jaringan yang terdiri dari lima kelompok dan satu individu yang memfasilitasi pembayaran antara Rusia dan Korea Utara untuk mendukung perang Moskow di Ukraina dan program senjata Pyongyang.
Daftar sanksi AS diperluas pada hari Rabu untuk mencakup 40 perusahaan tambahan yang bertindak sebagai perantara bagi Rusia.
Analis Korea memperingatkan bahwa kemitraan Korea Utara–Rusia dapat menjadi ancaman signifikan bagi Korea Selatan.
“Fakta bahwa Korea Utara secara sukarela mengirimkan pasukan mereka ke Rusia bisa berarti bahwa jika ada keadaan darurat di semenanjung Korea, militer Rusia dapat campur tangan [untuk membantu Korea Utara], dan ini bisa menjadi ancaman bagi Korea Selatan,” kata Doo Jin-ho, peneliti utama di divisi strategi global di Institut Analisis Pertahanan Korea.
“Korea Selatan memiliki hubungan khusus dengan Rusia dan telah mengembangkan hubungan bilateral dengan Rusia melalui berbagai pertukaran diplomatik dan kerja sama sebagai negara sekutu. Namun, Rusia kini menjadi ancaman, tidak hanya sebagai negara tetangga tetapi sebagai ancaman nyata bagi Korea Selatan.”
ICBM adalah rudal jarak jauh yang mampu mencapai lebih dari 3.500 mil, tetapi sejauh ini peluncuran uji coba ICBM Korea Utara dilakukan pada lintasan curam, sehingga proyektil jatuh pada jarak yang lebih pendek daripada jauh ke Samudra Pasifik.
Tiongkok
Sementara itu, rezim komunis Tiongkok meluncurkan ICBM ke Samudra Pasifik bulan lalu, uji coba pertama dalam empat dekade, dan reaksi balik regional segera terjadi.
Menurut pejabat pertahanan AS, Tiongkok kini memiliki lebih banyak peluncur ICBM dibandingkan dengan Amerika Serikat, hampir delapan tahun lebih cepat dari jadwal, dan diperkirakan memiliki setidaknya 500 hulu ledak nuklir dan mencapai 1.000 pada tahun 2030.
“Tiongkok sedang mengalami ekspansi paling cepat dan modernisasi ambisius dari kekuatan nuklirnya dalam sejarah—hampir pasti didorong oleh tujuan untuk persaingan strategis yang berkelanjutan dengan AS,” tulis laporan nuklir Pentagon tahun 2024.
Sebelumnya, para analis mengatakan kepada The Epoch Times bahwa peluncuran ICBM di Pasifik tersebut dimaksudkan untuk mengirim pesan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Beijing “mengirimkan sinyal kepada para musuhnya bahwa ‘rudal kami memiliki kapasitas untuk mengancam Anda,’” kata Hsiao-Huang Shu, peneliti di Institut Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional Taiwan. Sinyal itu “ditujukan untuk Amerika Serikat dan negara-negara lain di kawasan, terutama Amerika Serikat.”
Manoj Kewalramani, rekan studi Tiongkok dan ketua Program Studi Indo-Pasifik di Institusi Takshashila, mengatakan uji coba tersebut tampaknya merupakan upaya terburu-buru yang mungkin dimaksudkan untuk mengubah narasi di antara masyarakat Tiongkok di tengah tekanan ekonomi yang semakin meningkat karena penurunan ekonomi Tiongkok.
Peluncuran uji coba ini juga mendorong Australia untuk memasuki apa yang disebutnya sebagai “era rudal baru.”
Menteri Industri Pertahanan Australia Pat Conroy mengatakan dalam pidato pada Rabu bahwa Australia meningkatkan pertahanan rudal dan kemampuan serangan jarak jauh, mengumumkan Rencana Senjata Pemandu dan Bahan Peledak pemerintah yang baru.
“Mengapa kita membutuhkan lebih banyak rudal? Persaingan strategis antara Amerika Serikat dan Tiongkok adalah fitur utama dari lingkungan keamanan Australia,” kata Conroy kepada National Press Club di Canberra.
Dia menunjukkan bahwa militer Tiongkok baru-baru ini melakukan uji coba ICBM ke Pasifik Selatan meskipun ada Traktat Rarotonga di kawasan itu” menyatakan bahwa Pasifik seharusnya menjadi zona bebas senjata nuklir.”
“Kami menyatakan keprihatinan signifikan atas uji coba rudal balistik tersebut,” katanya.
Laporan Rencana Senjata Pemandu dan Bahan Peledak mengidentifikasi Partai Komunis Tiongkok sebagai ancaman utama bagi kawasan, dengan alokasi sekitar $49 miliar untuk memproduksi rudal dan amunisi dalam negeri selama dekade mendatang.
“Tiongkok terus mengembangkan program rudal balistik terbesar di dunia, dengan perluasan persenjataan rudal jelajah dan hipersonik,” tulis laporan itu. “Ini terjadi tanpa jaminan strategis atau transparansi yang diharapkan kawasan dari kekuatan besar.”
Reuters berkontribusi pada laporan ini.
Sumber : The Epoch Times