ETIndonesia. Pada 31 Oktober 2024, Korea Utara mengumumkan telah berhasil meluncurkan uji coba rudal balistik antarbenua. Militer Korea Selatan melaporkan bahwa rudal tersebut meluncur sejauh 1.000 kilometer dan mendarat di luar zona ekonomi eksklusif Jepang. Meski situasi ini mengkhawatirkan, tanggapan internasional justru lebih tertuju pada peran tentara Korea Utara di garis depan pertempuran Rusia-Ukraina.
Laporan Pertempuran Pertama Korut dan Ukraina di Kursk
Keberadaan tentara Korea Utara di medan tempur pertama kali diungkapkan bukan oleh pihak Ukraina atau Rusia, melainkan oleh sebuah organisasi non-pemerintah (NGO) asal Lithuania. Pada 25 Oktober, tentara Korea Utara dilaporkan telah memasuki wilayah Kursk dan terlibat pertempuran dengan pasukan Ukraina.
Harian JoongAng Ilbo Korea Selatan melaporkan bahwa dalam pertempuran ini, satu-satunya tentara Korea Utara yang selamat kedapatan menggunakan kartu identitas palsu dari wilayah Buryatia di Rusia, wilayah yang penduduknya memiliki kemiripan fisik dengan warga Korea Utara. Diketahui, Korea Utara berencana mengirim hingga 88.000 personel ke Rusia secara bertahap untuk bergabung dalam konflik ini.
Pada 30 Oktober, Duta besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya mengonfirmasi kehadiran 500 perwira Korea Utara beserta tiga jenderal yakni Kolonel Jenderal Kim Young Bok, Wakil Kepala Staf Umum untuk Operasi Pasukan Khusus; Kolonel Jenderal Lee Chang Ho, Wakil Kepala Staf Umum – Kepala Direktorat Pengintaian; dan Mayor Jenderal Shin Geum Cheol, Kepala Direktorat Operasional Utama. Informasi rinci ini diduga berasal dari intelijen Korea Selatan.
Pertempuran Sengit di Kursk: Rusia dan Ukraina Saling Serang
Di wilayah Kursk, Rusia, pertempuran semakin intens. Pada 31 Oktober, serangan dilancarkan oleh tiga kendaraan lapis baja Rusia yang meluncur dalam formasi garis lurus menuju posisi Ukraina di area hutan. Di tengah serangan, salah satu kendaraan lapis baja Rusia terkena tembakan yang memaksa mereka mundur dalam waktu singkat. Pasukan Ukraina berhasil membalas serangan tersebut dengan meriam otomatis. Tidak berhenti di situ, Brigade ke-47 Ukraina melakukan serangan balik dengan kendaraan tempur infanteri Bradley M2 yang disuplai Amerika Serikat. Dengan dukungan drone pengintai, Bradley meluncurkan rudal anti-tank yang menghantam posisi musuh.
Produksi Drone Ukraina dan Dampak Strategisnya di Medan Perang
Perang Ukraina yang berlangsung lebih dari dua tahun ini memperlihatkan penggunaan drone yang masif. Kementerian Pertahanan Ukraina mengumumkan kontrak produksi 1,8 juta unit drone antara tahun 2024 dan 2025, mencakup drone kamikaze, pengintai, dan serang canggih. Hal ini diperkirakan akan menjadi aset utama Ukraina dalam pertempuran di masa depan. Ukraina bahkan merilis video serangan terhadap sistem pertahanan udara canggih Rusia, TOR-M2, di wilayah Donetsk, menggunakan drone buatan Amerika, Spring Knife 600.
Ketegangan antara Zalenskyy dan AS Akibat Kebocoran Rencana Militer
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan kekecewaannya terhadap Amerika Serikat setelah informasi rencana militer rahasia Ukraina bocor ke publik. Kebocoran ini, yang dilaporkan oleh The New York Times, merinci permintaan Ukraina terhadap rudal Tomahawk AS, namun pemerintah AS menolak permintaan ini dengan alasan dapat memicu eskalasi konflik.
Zelenskyy mengibaratkan situasi ini sebagai upaya untuk bertahan tanpa dukungan penuh dari sekutu utama, terlebih saat Ukraina menghadapi musim dingin yang semakin memperberat perjuangan di medan perang.
Operasi Militer Israel di Lebanon: Menyerang Basis Hizbullah
Di Lebanon, militer Israel melancarkan operasi besar-besaran terhadap Hizbullah, memperluas serangan hingga ke utara Baalbek, kota yang menjadi pusat logistik dan penyimpanan bahan bakar bagi kelompok tersebut. Setelah mengeluarkan pemberitahuan evakuasi, Israel melakukan serangan terhadap fasilitas bahan bakar Hizbullah.
Beberapa hari sebelumnya, intelijen Israel melacak sebuah lokasi pertemuan rahasia yang dipimpin pimpinan Hizbullah melalui unggahan foto di media sosial, yang kemudian diikuti oleh serangan udara tepat sasaran.
Undang-Undang Anti-Terorisme Baru Israel Memicu Kontroversi
Di tengah ketegangan di Timur Tengah, Parlemen Israel mengesahkan undang-undang anti terorisme baru yang menyatakan bahwa keluarga teroris yang tidak melaporkan atau mendukung tindakan tersebut akan dicabut kewarganegaraannya dan dideportasi ke Gaza. Aturan baru ini memicu berbagai reaksi dan perdebatan internasional.
Kesimpulan
Perkembangan konflik di berbagai wilayah menunjukkan ketegangan geopolitik yang semakin memuncak.
Dari kehadiran tentara Korea Utara di medan tempur Ukraina hingga operasi militer Israel terhadap Hizbullah di Lebanon, situasi global terus dipantau dengan seksama. Sementara itu, dampak teknologi militer seperti drone dan kebijakan internasional dari negara-negara besar akan terus memainkan peran penting dalam arah konflik ini. (Kyr)