EtIndonesia. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pada 3 November merilis informasi penting mengenai misi penyerangan lintas batas yang berhasil mereka lakukan. Dalam operasi ini, IDF menangkap seorang warga Suriah bernama Asi yang diduga bekerja untuk Iran. Asi dituduh mengawasi perbatasan Israel-Suriah atas perintah Iran, mengumpulkan informasi tentang aktivitas IDF yang diyakini untuk persiapan serangan mendatang. Menurut keterangan IDF, penangkapan Asi telah berhasil menggagalkan rencana serangan yang disusun Iran serta mengungkap jaringan spionase Iran di dekat Dataran Tinggi Golan.
Penangkapan ini sebenarnya dilakukan sejak Juli lalu, namun baru diumumkan setelah hasil interogasi mengungkap detail signifikan. Asi mengakui bahwa dia telah memberikan informasi penting kepada Iran, termasuk laporan tentang aktivitas pasukan dan pergerakan kendaraan tempur Israel di perbatasan. Langkah ini tergolong jarang dilakukan IDF, yang biasanya tidak mengungkap operasi darat di wilayah Suriah.
Ketegangan Meningkat: AS Ingatkan Iran, Iran Berencana Respon Lebih Kuat
Pada hari yang sama, The Wall Street Journal melaporkan bahwa pejabat Iran dan beberapa negara Arab yang mengetahui rencana Iran menyebutkan bahwa Iran kemungkinan besar akan merespons Israel dengan tindakan yang lebih besar. Namun, informasi lebih rinci mengenai rencana ini belum tersedia. Sementara itu, Pemerintah AS juga telah memperingatkan Iran agar tidak melancarkan serangan balasan ke Israel.
Seorang pejabat AS yang dikutip oleh Axios pada 2 November menyatakan bahwa jika Iran kembali menyerang Israel, AS mungkin tidak akan mampu menahan reaksi Israel. AS telah menyampaikan peringatan ini langsung kepada Iran.
Berdasarkan laporan, Iran mungkin melancarkan aksi antara 5 November hingga sebelum pelantikan presiden AS baru pada Januari. Seorang pejabat Iran anonim menyatakan bahwa keterlibatan militer konvensional Iran bisa saja terjadi, meskipun tidak dalam bentuk pengerahan pasukan langsung. Iran juga diperkirakan akan menggunakan wilayah Irak sebagai basis untuk melancarkan serangan terhadap fasilitas militer Israel.
Presiden Iran: Gencatan Senjata Bisa Mempengaruhi Respons Iran
Media Iran, IRNA, mengutip Presiden Iran Masoud Pezeshkian yang menyatakan bahwa jika Israel setuju menghentikan serangan terhadap warga sipil dan mempertimbangkan gencatan senjata, hal ini bisa mempengaruhi intensitas respons Iran terhadap serangan Israel ke pangkalan militer Iran sebelumnya. Pezeshkian menekankan bahwa gencatan senjata bisa jadi langkah penting untuk menenangkan situasi yang terus memanas.
Kasus Kebocoran Informasi di Israel: Mantan Jubir Netanyahu Ditahan
Pada 3 November Pengadilan Israel mengumumkan bahwa mantan juru bicara Netanyahu, Eli Feldstein, kini berada dalam tahanan terkait dugaan kebocoran dokumen rahasia. Kebocoran ini diduga mempengaruhi negosiasi pertukaran sandera di Gaza, yang memicu kecurigaan dari pihak oposisi terhadap Netanyahu. Meskipun kantor Netanyahu membantah adanya keterlibatan, oposisi menuduh bahwa Netanyahu sengaja memperlambat negosiasi gencatan senjata demi kepentingan politik.
Laporan dari The Jewish Chronicle dan German Weekly mengungkap bahwa bocornya dokumen rahasia tersebut dapat mengancam keamanan nasional Israel. Penyidik militer Israel meluncurkan penyelidikan menyeluruh pada September untuk mengungkap sumber kebocoran ini.
Serangan Udara Israel: Targetkan Anggota Senior Jihad Islam di Gaza
Pada 4 November, IDF melaporkan keberhasilan operasi udara di Jalur Gaza yang menewaskan anggota senior intelijen Jihad Islam Afghanistan, Al-Dalu, beserta seorang anggota lainnya. Selain itu, Israel juga berhasil menewaskan komandan senior Hizbullah yang terakhir, yang dikenal sebagai penggerak serangan roket dan rudal anti-tank di Lebanon Selatan. Pada hari yang sama, Angkatan Udara Israel mencegat empat drone yang menuju wilayahnya, dengan asal drone yang dilaporkan sebagian besar dari Lebanon dan arah timur.
Dalam perkembangan lain, situs Defense Blog mengungkap bahwa militer Israel mulai menggunakan drone FPV (First Person View) di Lebanon. Drone berbiaya rendah ini memungkinkan serangan presisi terhadap sasaran Hizbullah dan memperlihatkan perubahan signifikan dalam strategi militer Israel.
Su-57 Rusia Hadir di Tiongkok, Menarik Perhatian Dunia di Tengah Situasi Perang
Pada 3 November, pesawat tempur siluman terbaru Rusia, Su-57, tiba di Taiyuan, Tiongkok. Menurut laporan, pesawat ini datang untuk berpartisipasi dalam pameran penerbangan internasional Tiongkok ke-15 di Zhuhai, yang akan diadakan pada 12-17 November. Kedatangan Su-57 di tengah situasi perang Rusia-Ukraina yang masih memanas menimbulkan spekulasi di kalangan pengamat militer. Pameran ini diikuti lebih dari 890 perusahaan dari 47 negara yang akan memamerkan teknologi udara, darat, dan maritim terkini.
Indonesia dan Rusia Gelar Latihan Militer Laut Bersama Pertama di Tengah Ketegangan Geopolitik
Pada 4 November, Indonesia dan Rusia memulai latihan militer laut bersama pertama mereka yang berlangsung selama lima hari di Pangkalan Angkatan Laut di Surabaya dan Laut Jawa. Angkatan Laut Indonesia menyatakan bahwa Rusia mengirim tiga kapal perang, satu helikopter militer, dan satu kapal tunda untuk mengikuti latihan ini.
Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia tetap mempertahankan kebijakan diplomatik yang netral dalam persaingan geopolitik global, termasuk konflik Rusia-Ukraina serta persaingan antara AS dan Tiongkok.
Presiden Prabowo, yang baru saja dilantik pada 20 Oktober 2024, menegaskan bahwa Indonesia akan terus menjalankan kebijakan luar negeri yang tidak memihak. Namun, sejumlah analis menyebut latihan militer bersama ini sebagai tanda pergeseran signifikan dalam kebijakan Indonesia untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara besar.
Kesimpulan
Ketegangan di Timur Tengah semakin meningkat, sementara Israel dan Iran terus memperkuat keamanan di perbatasan. Dengan keterlibatan AS dalam memberikan dukungan terhadap Israel serta langkah-langkah yang diambil oleh IDF, situasi ini menandakan eskalasi yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Di sisi lain, hubungan Rusia dengan negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia juga menunjukkan dinamika baru, yang berpotensi mempengaruhi keseimbangan geopolitik di kawasan tersebut.