Pasifik Selatan Menjadi Rute Perdagangan Narkoba, AS, Jepang, dan Australia Tingkatkan Penegakan Hukum

EtIndonesia. Petugas penegak hukum dan pejabat PBB menyatakan bahwa negara-negara kepulauan di Pasifik Selatan yang berpenduduk jarang semakin menjadi jalur transit perdagangan narkoba. Hal ini mendorong negara-negara seperti AS, Jepang, dan Australia untuk memperkuat kemampuan penegakan hukum di kawasan tersebut.

Dalam beberapa minggu terakhir, pihak berwenang Fiji telah beberapa kali menangkap individu yang memiliki metamfetamin (dikenal sebagai sabu). 

Pada 1 Oktober, polisi mengumumkan bahwa 12 orang ditangkap dalam 48 jam karena kepemilikan narkoba. Tahun ini, polisi Fiji telah menyita 3,5 ton sabu. Tingginya penggunaan narkoba dengan jarum suntik bersama mengakibatkan meningkatnya tingkat infeksi HIV di negara tersebut.

Tonga, negara kepulauan dengan populasi sekitar 110.000 jiwa, juga mengalami peningkatan kasus narkoba. Masalah sabu kini meluas sehingga Indeks Kejahatan Terorganisir Global menggolongkannya sebagai “epidemi”.

Pejabat menyatakan bahwa narkoba diselundupkan melalui kapal dari Amerika Latin ke negara-negara kepulauan Pasifik Selatan, lalu diteruskan ke Australia dan Selandia Baru. Pasifik Selatan juga menjadi jalur penting untuk penyelundupan narkoba dari Asia ke AS.

Wakil Menteri Luar Negeri AS, Kurt Campbell, menyatakan: “Kami khawatir bahwa beberapa kelompok kriminal yang berkembang di Tiongkok dan Asia Tenggara mulai menggunakan Pasifik sebagai jalur transit untuk menyelundupkan narkoba ke Amerika Latin dan AS.”

Bagi para penyelundup, Pasifik Selatan menawarkan wilayah laut yang luas dengan kemampuan pemantauan yang lemah. Di kawasan ini, hanya Papua Nugini, Fiji, dan Tonga yang memiliki angkatan laut. Di sebagian besar negara kepulauan lainnya, fungsi angkatan laut dan penjaga pantai dijalankan oleh kepolisian.

Meningkatnya perdagangan narkoba menyebabkan masalah kecanduan di komunitas Pasifik yang sebelumnya jarang mengalami kejahatan serius. Hal ini juga meningkatkan tekanan pada sumber daya medis, memperburuk kekurangan tenaga dan fasilitas medis di negara-negara kepulauan Pasifik.

Di Fiji, pada Juli lalu, terdapat upaya untuk menyelundupkan peralatan terkait narkoba ke negara tersebut. Pemerintah setempat mendapatkan informasi lebih awal dan menyita peralatan tersebut. Namun, ada kekhawatiran bahwa negara ini dapat menjadi pusat produksi narkoba ilegal.

Pada Agustus lalu, Australia meluncurkan Pacific Policing Initiative untuk memperluas kerja sama dengan lembaga penegak hukum di negara-negara kepulauan. Program ini akan mendirikan hingga empat pusat pelatihan polisi di kawasan Pasifik untuk membantu meningkatkan kemampuan penegakan hukum. Australia berjanji untuk menyediakan 400 juta dolar Australia dalam lima tahun untuk mendukung upaya ini.

Pada September lalu, AS mengumumkan program kerja sama penegakan hukum maritim untuk memberikan pelatihan dan memperkuat penegakan hukum guna melawan aktivitas ilegal di laut.

AS juga telah menandatangani perjanjian boarding dengan Papua Nugini dan negara-negara lainnya. Perjanjian ini memungkinkan petugas negara mitra untuk menaiki kapal patroli AS dan menegakkan hukum di zona ekonomi eksklusif negara mitra.

Pada Juli 2024, Penjaga Pantai Jepang mengirim perwakilan ke Fiji untuk membantu pengembangan lembaga penjaga pantai di beberapa negara kepulauan Pasifik. Tahun lalu, Jepang setuju untuk menyediakan kapal patroli kepada Fiji melalui program bantuan keamanan resmi Tokyo.

Tahun depan, anggota Quad akan melaksanakan operasi penjaga pantai gabungan di kawasan Indo-Pasifik. Kapal Penjaga Pantai AS akan membawa personel dari anggota Quad lainnya, yakni Jepang, Australia, dan India. Ini akan menjadi operasi gabungan pertama yang dilakukan oleh Quad. (jhn/yn)