Presiden terpilih Donald Trump unggul dalam total suara popular dibandingkan dalam pemilihan 2024 melawan rivalnya dari Partai Demokrat, Kamala Harris
oleh Janice Hisle
ETIndonesia. Kejayaan Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Pilpres AS 2024 dengan meraih kemenangan ganda pada 5 November 2024. Ia memenangkan perolehan Electoral College maupun popular Vote.
Trump memenangkan “kemenangan Republik terbesar dalam 30 tahun terakhir,” kata ahli survei Doug Kaplan kepada The Epoch Times pada 6 November, menyebut kemenangan ini sebagai “transformasional.”
Meskipun banyak warga Amerika memperkirakan proses penghitungan suara berlarut-larut, “semuanya selesai pada Malam Pemilu,” dan keunggulan Trump lebih besar dari yang diperkirakan, kata Kaplan.
Saat penghitungan masih berlangsung, dan hasil akhir belum tersedia. Tetapi pada pukul 13.30 ET pada 6 November, Trump, calon dari Partai Republik, telah memperoleh 71,8 juta suara; lawan Demokratnya, Wakil Presiden Kamala Harris, meraih sekitar 67 juta suara, menurut The Associated Press.
Dengan demikian, Trump diperkirakan mengamankan sekitar 51 persen suara, 4,9 juta lebih banyak dari Harris. Di Electoral College, perolehan Trump mencapai 277 suara, sementara Harris meraih 224 suara. Tiga puluh tujuh suara Electoral College belum dialokasikan, tetapi Trump sudah dipastikan menang dengan melampaui ambang batas 270 suara.
Jason Miller, penasihat senior kampanye Trump, memprediksi presiden terpilih akan mendapatkan 312 suara electoral.
“Itu lebih besar dari apa yang dia capai pada 2016,” kata Miller dalam acara The Today Show pada 6 November. Menurutnya, ini menunjukkan bahwa pemilih mempercayakan Trump untuk mengambil tindakan cepat berdasarkan pengalamannya sebagai presiden ke-45 dari 2017–2021.
“Saya pikir alasan utama Trump menang adalah karena dia jelas menyampaikan bagaimana dia akan meningkatkan kehidupan setiap orang Amerika — dan fakta bahwa dia bisa melakukannya segera,” kata Miller. “Dia sudah melakukannya sebelumnya.”
Pada 2016, Trump memenangkan presiden dengan 304 suara electoral, tetapi kalah dalam suara populer dari Demokrat Hillary Clinton. Kekalahan suara populer tersebut memicu kontroversi dan seruan untuk menghapus Electoral College, sebuah sistem unik Amerika Serikat dalam menentukan presiden. Saat memilih presiden dan wakil presiden, pemilih sebenarnya memilih delegasi di Electoral College yang akan bertemu pada Desember mendatang.
Trump kalah dalam suara populer dan perolehan Electoral College pada pemilu 2020, memberikan jalan bagi Presiden Joe Biden dan Harris. Trump menyatakan kegembiraannya kembali ke kursi kepresidenan AS, “pekerjaan terpenting di dunia.”
Mengenai kemenangan Trump kali ini, ahli survei Rich Baris dari Big Data Poll menulis di media sosial: “Kemenangan Trump di 2024 tidak hanya lebih mengesankan daripada kemenangan 2016 karena ini adalah kisah comeback politik terbesar sepanjang masa,” tetapi juga karena ini adalah “mandat.”
Trump “membangun koalisi paling beragam yang mana tidak mungkin menurut kebanyakan orang,” kata Baris. “Dalam politik, ketika menambah beberapa kelompok, Anda berisiko kehilangan bagian koalisi yang memiliki kepentingan yang saling bertentangan.”
“Dia meningkatkan perolehan di daerah pinggiran kota yang kaya dan mayoritas kulit putih” di Pennsylvania sambil menambah suara di daerah “ non-kulit putih” seperti Detroit dan Dearborn di Michigan, tambah Baris.
Menang suara populer dan Electoral College adalah “hal yang sulit bagi seorang Republik,” kata Kaplan, mencatat bahwa terakhir kali seorang Republik menang suara populer pada 2004 saat George W. Bush mengalahkan Senator John Kerry. Di siklus pemilu sebelumnya pada 2000, kemenangan Bush atas Al Gore dari Demokrat menjadi sengketa karena kekhawatiran akan ketidakberesan pemilu dan fakta bahwa Gore memenangkan suara populer tetapi gagal melewati batas minimal Electoral College.
Kaplan bangga survei terbaru pada 31 Oktober menunjukkan Trump unggul 1 persen dari Harris, sementara banyak survei lainnya menunjukkan Harris unggul satu atau dua persen. Kaplan memperkirakan perolehan akhir menunjukkan Trump menang atas Harris dengan selisih 2 hingga 3 persen.
Kemenangan Trump cukup meyakinkan sehingga “tidak ada yang meragukannya,” katanya.
Partai Republik juga diperkirakan mempertahankan kendali di Kongres dan memperoleh kendali Senat. Dengan demikian, “dia akan memiliki ruang di Kongres untuk melaksanakan kebijakannya” setidaknya untuk dua tahun pertama masa jabatannya, kata Kaplan.
Dengan memilih Trump secara besar-besaran, pemilih menyampaikan “mereka percaya Trump akan melindungi negara, dan negara berada di tangan terbaik saat dia memimpin,” kata Kaplan.
Selama kampanye, Trump menghadapi berbagai tantangan, mulai dari dakwaan kriminal hingga dua percobaan pembunuhan, salah satunya menewaskan seorang peserta rapat umum; Trump dan dua lainnya terluka.
Seorang anggota dewan penasehatnya, Jason Meister, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa kemenangan Trump memiliki arti penting bagi sejarah Amerika.
“Kita telah menyelamatkan Amerika, dengan itu peradaban Barat,” kata Meister.
Trump berjanji untuk mengakhiri sensor dan apa yang disebutnya sebagai penyalahgunaan lembaga pemerintah untuk menganiaya lawan politik. (asr)
Sumber : The Epoch Times