George Citroner
Penelitian terbaru menemukan, bahkan jika mengonsumsi alkohol moderat dapat memengaruhi kesehatan kognitif. Sebuah studi baru menantang keyakinan lama tentang alkohol dan kesehatan otak, mengungkapkan temuan mengejutkan: Tidak ada jumlah konsumsi alkohol yang benar-benar aman jika Anda ingin melindungi diri dari demensia.
Para peneliti menemukan bukti bahwa anggapan bahwa konsumsi alkohol ringan hingga moderat dapat memberikan manfaat kognitif mungkin tidak benar. Penelitian ini secara menghubungkan konsumsi alkohol dengan peningkatan risiko terkena demensia.
Tingkat Demensia Meningkat
Perkiraan menunjukkan bahwa jumlah penderita demensia di seluruh dunia dapat meningkat dari lebih dari 57 juta pada tahun 2019 menjadi hampir 153 juta pada tahun 2050. Tren ini menunjukkan kebutuhan mendesak akan strategi pencegahan yang efektif, dikarenakan penelitian terus menjelaskan faktor risiko yang dapat dimodifikasi, seperti konsumsi alkohol.
Penelitian yang diterbitkan pada November ini di eClinicalMedicine menemukan bahwa peningkatan konsumsi alkohol yang diprediksi berdasarkan faktor genetik memiliki kaitan positif dengan risiko lebih tinggi terkena demensia terhadap peminum. Temuan ini meragukan anggapan bahwa ada tingkat konsumsi alkohol yang aman untuk pencegahan demensia.
Meskipun konsumsi alkohol berlebihan sudah lama dikenal sebagai faktor berrisiko terkena demensia, hubungan antara konsumsi alkohol ringan hingga moderat dengan demensia masih menjadi topik perdebatan.
Studi sebelumnya sering memiliki bias, seperti “bias abstainer,” di mana non-peminum dibandingkan dengan peminum yang mungkin memiliki kesehatan atau fungsi kognitif lebih baik, sehingga mempengaruhi hasil. Analisis ini kadang-kadang tidak memperhitungkan penurunan kognitif yang terjadi sebelum studi atau interaksi dengan kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya.
Claire Sexton, direktur senior program ilmiah dan penyuluhan di Asosiasi Alzheimer, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa masih ada beberapa perdebatan mengenai dampak konsumsi alkohol ringan hingga moderat.
Menurut Sexton, beberapa studi menunjukkan bahwa “di antara orang dewasa paruh baya dan lanjut usia, minum ringan hingga moderat mungkin dikaitkan dengan risiko penurunan kognitif yang lebih rendah dibandingkan dengan tidak minum.” Namun, dia juga menyatakan, studi lain menunjukkan bahwa “tingkat alkohol moderat mungkin dikaitkan dengan hasil negatif pada otak, termasuk penurunan volume hipokampus.”
Teknik Genetik Canggih
Dalam studi terbaru ini, peneliti menganalisis data dari UK Biobank, mengamati hampir 314.000 orang dewasa kulit putih Inggris yang mengonsumsi alkohol. Mereka mencari hubungan langsung antara konsumsi alkohol ringan hingga moderat dengan risiko demensia menggunakan teknik genetik canggih, yaitu randomisasi Mendelian (MR), untuk mengurangi bias dalam studi observasional. MR mengacu pada penggunaan variasi genetik untuk menentukan apakah faktor yang dapat dimodifikasi menyebabkan hasil yang berbeda, seperti penyakit.
Peserta memberikan informasi tentang kebiasaan minum mereka, dengan peneliti melacak kasus demensia melalui catatan rumah sakit dan kematian selama 13,2 tahun. Rata-rata konsumsi alkohol yang tercatat adalah 13,6 unit per minggu, dengan hampir setengah dari peserta melebihi batas yang direkomendasikan di Inggris sebesar 14 unit per minggu.
Pria melaporkan konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan wanita, rata-rata 20,2 unit per minggu dibandingkan 9,5 unit pada wanita. Menariknya, lebih banyak wanita (68,6 persen) mematuhi batas yang direkomendasikan dibandingkan hanya 34,2 persen pria.
Para peneliti mengamati pola berbentuk J dalam analisis mereka, di mana tingkat minum yang rendah (11,9 unit per minggu) dikaitkan dengan risiko demensia terendah. Namun, risiko ini meningkat pada tingkat konsumsi yang lebih tinggi, terutama pada pria, yang menunjukkan risiko demensia terendah pada 16,8 unit alkohol per minggu.
Meskipun kurva berbentuk J ini menyiratkan efek pelindung dari minum moderat, analisis genetik studi ini mengungkapkan realitas yang lebih kompleks.
Predisposisi Genetik untuk Minum
Temuan menunjukkan bahwa individu dengan gen yang terkait dengan konsumsi alkohol yang lebih tinggi lebih mungkin terkena demensia, terutama wanita. Para peneliti menyimpulkan bahwa mungkin ada hubungan linear antara asupan alkohol dan kemungkinan terkena demensia, yang bertentangan dengan temuan epidemiologis sebelumnya yang menunjukkan bahwa konsumsi alkohol moderat memberikan manfaat pelindung.
Analisis MR menunjukkan bahwa klaim pelindung ini mungkin berasal dari bias seperti bias abstainer dan faktor pengganggu yang tidak diperhitungkan seperti status sosial ekonomi peserta.
“Penelitian ini melaporkan bahwa tingkat konsumsi alkohol saat ini yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan insiden demensia di antara peminum saat ini, dan tidak ditemukan tingkat konsumsi alkohol yang aman,” kata Sexton.
Meskipun peneliti menggabungkan analisis MR linear dan non-linear untuk memperkuat kesimpulan mereka, mereka juga mengakui keterbatasan, termasuk ketergantungan pada kebiasaan minum yang dilaporkan sendiri dan homogenitas demografi peserta UK Biobank, yang dapat mempengaruhi penerapan temuan ini pada populasi yang lebih luas.
Hubungan protektif antara konsumsi alkohol ringan hingga sedang dan demensia mungkin disebabkan oleh pilihan gaya hidup sehat yang lebih umum pada peminum moderat atau faktor sosial ekonomi yang memengaruhi pola konsumsi alkohol.
Dampak yang Mendalam
Dr. Asish Gulati, seorang ahli saraf bersertifikat di Rumah Sakit Universitas George Washington di Washington, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa alkohol dapat berdampak signifikan pada kesehatan otak, “terutama pada area yang bertanggung jawab atas memori dan kognisi.”
Dia mengatakan bahwa dua komponen utama alkohol, etanol dan asetaldehida, bersifat neurotoksik dan dapat menyebabkan peradangan serta perubahan struktural di otak, terutama di hipokampus yang penting untuk pembentukan memori dan navigasi spasial.
“Penelitian menunjukkan bahwa hipokampus sangat rentan terhadap alkohol, dan bahkan konsumsi moderat dapat menyebabkan penyusutan,” katanya.
“Selain itu, konsumsi alkohol dapat menyebabkan penyusutan otak secara keseluruhan dan mengganggu integritas materi putih, yang mana memengaruhi fungsi otak.”
Pemulihan Otak
Gulati memperingatkan bahwa kemampuan otak untuk pulih dari kerusakan yang disebabkan oleh alkohol terbatas, terutama setelah mengonsumsi alkohol dalam jangka panjang.
Dia mengatakan bahwa kerusakan pada neuron dan struktur otak yang penting, terutama yang terlibat dalam fungsi kognitif seperti memori, sering kali bersifat permanen. Gulati mencatat, ada beberapa neuroplastisitas di otak yang memungkinkan pemulihan kecil pada tahap awal atau dengan asupan alkohol moderat, tetapi “paparan kronis dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan.”
Akan tetapi, menghentikan mengonsumsi alkohol dan menerapkan gaya hidup sehat dapat mempercepat pemulihan otak.
Menurut Gulati, neurogenesis, atau pembentukan neuron baru, dapat terjadi, terutama di hipokampus, dan dapat mengarah pada peningkatan fungsi kognitif. “Meskipun pemulihan total mungkin tidak dapat dilakukan,” katanya, ”manfaat yang signifikan dapat muncul dari perubahan gaya hidup dan tidak mengonsumsi alkohol.”
“Studi saat ini menemukan hubungan linier positif antara tingkat konsumsi alkohol dan risiko demensia,” kata Gulati.
“Meskipun fokus pada peminum saat ini yang merupakan keturunan Inggris berkulit putih dapat membatasi generalisasi temuan, hasilnya menggarisbawahi perlunya meningkatkan kewaspadaan terkait asupan alkohol apa pun karena potensi dampak buruknya terhadap kesehatan kognitif.”