Pada Senin (18/11/2024), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan telah mencapai kesepahaman dengan Presiden terpilih AS, Donald Trump, mengenai pandangan terhadap Iran. Sementara itu, Amerika Serikat memperingatkan Turkiye untuk tidak lagi melanjutkan hubungan normal dengan Hamas
ETIndonesia. Pada Senin, Hizbullah Lebanon meluncurkan serangan roket ke Israel, yang memicu sirene peringatan serangan udara di Tel Aviv. Beberapa orang terluka, termasuk seorang wanita yang mengalami luka serius. Di kota Shfaram, Israel utara, seorang wanita tewas dan sepuluh orang lainnya terluka.
Pada malam harinya, Israel membalas dengan serangan ke Beirut, ibu kota Lebanon. Pihak Lebanon mengklaim bahwa serangan tersebut menyebabkan sedikitnya lima orang tewas. Sehari sebelumnya, Israel telah menewaskan juru bicara utama Hizbullah, Mohammed Afif, bersama empat anggota bersenjata Hizbullah lainnya.
Pemerintah Israel pada Senin menyatakan bahwa meskipun AS sedang berupaya menengahi gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah, operasi militer di Lebanon akan terus berlanjut.
“Operasi militer akan terus berjalan sampai ancaman langsung dari Lebanon dihilangkan,” ujar juru bicara pemerintah Israel, David Mansour.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam pidatonya di parlemen Israel menyatakan bahwa ia memiliki pandangan yang sejalan dengan Presiden terpilih AS Donald Trump terkait ancaman dari Iran.
“Saya harus katakan, kami tidak membahas metode aksi, kami tidak mendiskusikan kebijakan. Masih ada waktu (hingga) Presiden (Trump) resmi menjabat, tetapi saya bisa mengatakan bahwa pandangan kami tentang ancaman dari Iran adalah sama,” ujarnya.
Pada Senin, Departemen Luar Negeri AS memperingatkan pemerintah Turkiyeuntuk tidak lagi mempertahankan hubungan seperti biasa dengan Hamas.
“Jika anggota Hamas berada di Turkiye atau negara mana pun, lihat, banyak dari mereka telah didakwa oleh Amerika Serikat, dan ini telah berlangsung cukup lama. Kami percaya mereka harus diserahkan kepada Amerika Serikat,” ujar Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller. (Hui)