Alasan di Balik Canggungnya Zhongnanhai Merespons Kembalinya Trump ke Gedung Putih

oleh Zhong Yuan

Pada 6 November 2024 malam sekitar pukul 02.30 Waktu AS Bagian Timur Donald Trump mengumumkan kemenangannya atas pemilu AS 2024. Tak lama kemudian ucapan selamat mengalir dari sebagian besar kepala negara di dunia. Pada 6 November pukul 15:30 waktu Beijing, Kantor Berita Xinhua juga merilis pemberitaan ihwal kemenangan Trump. Namun, situs Kementerian Luar Negeri Tiongkok baru mengeluarkan pernyataan tanya jawab dan memberikan ucapan selamat pada pukul 23.30 tengah malam itu tetapi tidak termasuk Xi Jinping. Tidak heran jika tanggapan dari 7 anggota Komite Tetap Politbiro Partai Komunis Tiongkok (PKT) terasa canggung karena 3 di antaranya sedang tidak berada di Beijing pada saat itu.

Kementerian Luar Negeri Tiongkok lagi-lagi menunjukkan rasa cemas

Pada konferensi pers Kementerian Luar Negeri Partai Komunis Tiongkok yang berlangsung pada 6 November, seorang reporter bertanya tentang sikap Partai Komunis Tiongkok terhadap hasil pemilu AS. Awalnya juru bicara Mao Ning mengatakan bahwa dia “tidak akan menjawab pertanyaan yang merupakan hipotetis”, tetapi setelah didesak, ia kemudian mengatakan bahwa “masalah terkait hal itu akan ditangani sebagaimana biasanya”.

Situs web Kementerian Luar Negeri Tiongkok masih mengeluarkan topik yang berkaitan dengan tanya jawab di atas pada pukul 17:43 hari itu, meskipun Kantor Berita Xinhua telah memberitakan kemenangan Trump pada pukul 15:30:40 dengan mengatakan: “Media AS memperkirakan Trump telah berhasil meraih lebih dari 270 suara elektoral”, setelah itu pada pukul 15:32:26 Xinhua memberitakan bahwa Trump telah menyampaikan pernyataan kemenangannya.

Kantor Berita Xinhua yang terus melakukan pemantauan dengan cermat atas pemilu AS, langsung melaporkan ketika Trump mengumumkan kemenangannya pada 6 November pukul 02.30 Waktu AS Bagian Timur, yang bertepatan dengan pukul 15.30 waktu Beijing. Hal ini tidak mungkin tidak diketahui oleh Kementerian Luar Negeri Tiongkok, namun juru bicara Mao Ning masih tetap berusaha menghindar dari pemberian respon saat konferensi pers karena belum memperoleh instruksi dari Zhongnanhai, sehingga acara diisi dengan tanya jawab walau sudah pukul 17:43 waktu Beijing.

Baru pada pukul 23:30 tengah malam hari itu situs web Kementerian Luar Negeri Partai Komunis Tiongkok menyisipkan tulisan yang berbunyi: Hanya satu kalimat yang disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri saat menjawab pertanyaan wartawan tentang hasil pemilihan presiden AS, yaitu ‘Kami menghormati pilihan rakyat Amerika Serikat dan mengucapkan pesan selamat kepada Mr. Donald Trump yang terpilih sebagai presiden’. Padahal dalam konferensi pers hal ini tidak ada. Isi tanya jawab dalam konferensi per itu dilaporkan oleh Xinhua pada pukul 23:57:57.

Kementerian Luar Negeri Partai Komunis Tiongkok mungkin menganggap bahwa “yang penting urusan sudah dibereskan sebelum berganti tanggal”. Tetapi sangat tidak tepat untuk memasukkan sesi tanya jawab dan pesan ucapan selamat ini ke dalam konferensi pers yang disebut “rutin”. Selain itu, ada 2 berita yang dilaporkan pada halaman beranda situs web Kementerian Luar Negeri PKT pada 5 November, yaitu “Xi Jinping mengirimkan pesan ucapan selamat kepada Presiden terpilih Botswana, Duma Gideon Boko”. Satu lagi yaitu “Xi Jinping mengirimkan pesan ucapan selamat kepada Naiqama Lalabalavu yang terpilih sebagai Presiden Fiji”.

Meskipun pada 5 November Xi Jinping tidak berada di Beijing, tetapi ia masih dapat mengirimkan pesan ucapan selamat tepat waktu kepada presiden terpilih Botswana dan Fiji. Namun, setelah Trump mengumumkan kemenangannya, Xi Jinping justru gagal mengirim pesan ucapan selamat tepat waktu. Hal ini sangat berbeda dengan respons dari para kepala negara besar di dunia.

Mungkin saja pribadi Xi Jinping memang tidak bersedia mengirim pesan ucapan selamat, namun hal tersebut jelas bertentangan dengan pernyataan dalam propaganda PKT yang menyebutkan bahwa, hubungan Tiongkok – AS sudah “kembali ke jalur yang benar”. Entah bagaimana reaksi dari para anggota Komite Tetap Biro Politik PKT yang berada dan tidak berada di Zhongnanhai? Juga tidak tahu bagaimana reaksi dari para pensiunan anggota Komite Tetap Politbiro yang baru mendapatkan kembali hak untuk bersuara? Apakah pemimpin PKT ini ingin melepas tanggung jawabnya lantaran kekuasaannya mengalami pengerdilan baru-baru ini? Atau cuma sekedar menunjukkan ke dalam dan luar negeri bahwa dirinya sedang ngambek? 

Tindakan PKT tersebut menyebabkan runtuhnya gembar-gembor mereka tentang “diplomasi negara besar” dan “diplomasi kepala negara”. Kekacauan yang terjadi di jajaran pemimpin tertinggi di Beijing saat ini telah membuat siapa pun yang berada di Zhongnanhai mampu memprediksikan dan merespons peristiwa-peristiwa besar internasional secara normal.

Sebuah pertanda yang memalukan

Baru-baru ini, Kantor Berita Xinhua meluncurkan propaganda berintensitas tinggi yang isinya mencemarkan nama baik pemilu AS, menunjukkan bahwa para pejabat senior Partai Komunis Tiongkok memahami bahwa Trump berambisi untuk kembali ke Gedung Putih, yang kurang mendapat respek dari Zhongnanhai, sehingga menginstruksikan media untuk menghindari pembicaraan mengenai pemilu AS, pemungutan suara berskala besar yang berjalan lebih awal, dll., Selain itu juga secara membabi buta menjelek-jelekkan pemilu demokratis AS. Tindakan ini lebih seperti orang yang tidak berdaya sedang melampiaskan kejengkelannya.

Selama masa jabatan Trump pada tahun 2017 hingga 2020, kebijakan luar negeri terbesarnya adalah mengalahkan Partai Komunis Tiongkok melalui perang dagang, pada saat yang sama membuat  pemimpin Partai Komunis Tiongkok “pusing tujuh keliling”.

Dalam empat tahun terakhir sejak menjabat, Biden telah sepenuhnya mempertahankan tarif impor terhadap komoditas Tiongkok yang diberlakukan Trump di era pemerintahannya. Selama kampanye, Trump menyatakan bahwa ia akan menaikkan lagi tarif setidaknya sebesar 60% terhadap komoditas yang diimpor dari Tiongkok. Bahkan berjanji akan menaikkan tarif menjadi 100 hingga 200% jika PKT berani menggunakan kekerasan terhadap Taiwan. Trump juga mengatakan bahwa jika PKT menyerang Taiwan, Amerika Serikat akan mengebom Beijing.

PKT terus berusaha mengganggu suasana pemilu AS, termasuk menggunakan sejumlah besar akun media sosial palsu untuk menyebarkan berita palsu, menciptakan kebencian dan kekacauan, namun pada akhirnya tak satu pun upaya PKT itu dapat menghentikan langkah Trump untuk masuk kembali ke Gedung Putih. 

Zhongnanhai menyadari bahwa Gedung Putih akan menjadi lebih sulit dihadapi di hari-hari mendatang, mungkin tak satu pun pemimpin di Zhongnanhai yang memiliki kepercayaan diri untuk menghadapi Trump saat ini. Bahkan mungkin tak ada lagi pejabat PKT yang bersedia menemui Trump untuk  menunjukkan PKT ingin berbaik dengan AS.

Mungkin saja keenam orang anggota Komite Tetap Biro Politik PKT dan anggota Biro Politik lainnya saat ini sedang menanti bagaimana pemimpin PKT terpaksa menundukkan kepala dan mengakui kesalahannya dalam memimpin negara ini, sambil menanti tontonan adegan dimana banyak orang melakukan perhitungan final terhadap pemimpin PKT bila ia masih mau berkeras kepala untuk melawan. Tidak menutup kemungkinan ia dilengserkan. 

Namun, meski pemimpin Partai Komunis Tiongkok sudah bisa memperkirakan hasil pemilu AS yang bakal keluar pada 5 November, ia tidak mau begitu saja mengaku kalah. Jadi pada 4 November ia buru-buru pergi ke Kota Xiaogan, Xianning, dan Wuhan di Provinsi Hubei untuk melakukan inspeksi hingga 6 November yang ia gunakan sebagai isyarat untuk mengelak pemberian ucapan selamat tepat waktu dengan alasan bahwa dirinya sedang tidak berada di Beijing, tidak menunggu Trump mengumumkan kemenangannya. 

Apa yang dilakukan anggota Komite Tetap Biro Politik Partai Komunis Tiongkok?

Mengingat hubungan krusial antara Tiongkok dan Amerika Serikat, sewajarnya pada hari pemilu AS para anggota Komite Tetap Biro Politik Partai Komunis Tiongkok tidak berpencar-pencar tapi berkumpul untuk bersama-sama membahas apa saja tindakan yang dibutuhkan dalam perubahan pemerintahan. Namun, pemimpin Partai Komunis Tiongkok malahan memilih untuk melakukannya inspeksi ke Provinsi Hubei dan militer yang sepertinya ia tidak tahu mana yang lebih penting. Apakah hal ini berkaitan dengan kekuasaannya yang sudah dikerdilkan?

Pada 5 November Li Qiang pergi ke Shanghai untuk menghadiri upacara pembukaan Ekspo Impor meskipun tidak banyak undangan yang hadir untuk mendukungnya. Tetapi ini juga masih merupakan peluang untuk menunjukkan ambisinya. Di sana Li Qiang menemui tamu asing yang diundang, termasuk Perdana Menteri Kazakhstan Oljas Bektenov, Perdana Menteri Uzbekistan Abdulla Nigmatovich Aripov, Perdana Menteri Serbia Milos Vucevic, Perdana Menteri Mongolia Oyun-Erdene Luvsannamsrain, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, dan Pemimpin junta militer Myanmar Min Aung Hlaing, tetapi tujuan pameran impor PKT ini sesungguhnya bukan untuk negara-negara ini.

Shanghai boleh dianggap sebagai tempat Li Qiang naik daun. Jadi sambil menunjukkan ambisinya di Shanghai ia bisa terhindar dari memberikan respons langsung terhadap hasil pemilu AS, sekaligus menunggu bagaimana tanggapan dari Beijing. Tetapi pemimpin Partai Komunis Tiongkok malahan sudah meninggalkan Beijing sehari sebelumnya.

Meski Zhao Leji yang menjabat sebagai Ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional tidak meninggalkan Beijing karena dirinya masih memimpin rapat dengan anggotanya pada 6 November. Tetapi dia dapat menggunakan alasan ini untuk mengatakan bahwa dia tidak dapat melepaskan diri, apalagi berpartisipasi tepat waktu untuk mendiskusikan dalam masalah tindakan penanggulangan terhadap AS yang akan berganti presiden.

Wang Huning, Ketua Konferensi Permusyawaratan Politik Rakyat Tiongkok (CPPCC) menemui Ketua Parlemen Hongaria Laszlo Kover yang sedang berkunjung di Beijing pada 6 November. Memang kurang tepat CPPCC yang sebenarnya hanyalah organisasi front persatuan, bukan badan legislatif menemui pimpinan kongres asing, namun hal ini bisa dipakai sebagai alasan bahwa dirinya tidak menganggur pada saat pengumuman hasil pemilu AS.

Cai Qi yang lagi-lagi tidak diikutsertakan oleh Xi Jinping dalam perjalanan inspeksinya, muncul dalam laporan Kantor Berita Xinhua pada 6 November, katanya dia diminta oleh Xi Jinping untuk menghadiri Konferensi Pekerjaan Sosial Pusat sekaligus menyampaikan instruksi Xi Jinping. Mungkin saja Cai Qi ingin melalui kemunculannya di berita Xinhua untuk menunjukkan bahwa ia masih baik-baik saja walau tidak menemani Xi Jinping dalam perjalanan inspeksi. Namun, ada rumor beredar yang menyebutkan bahwa Cai Qi telah kehilangan kekuasaannya berbarengan dengan Xi Jinping. Ada juga rumor bahwa Cai Qi mengkhianati Xi Jinping.

Belakangan ini tidak ada berita tentang Ding Xuexiang. Penampilan terakhirnya adalah pada 25 Oktober di Beijing ketika ia bertemu dengan perwakilan komite penasihat Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Tsinghua, termasuk ketua komite penasihat Tim Cook. Mantan Perdana Menteri Tiongkok Zhu Rongji juga memanfaatkan hal ini untuk membuat suaranya didengar oleh rezim yang berkuasa, namun Kantor Berita Xinhua tidak melaporkannya.

Li Xi mengunjungi Kenya, Afrika dari 3 hingga 5 November.

Tiga dari tujuh anggota Komite Tetap Politbiro tidak berada di Beijing. Paling-paling, mereka hanya dapat bertemu melalui video atau telepon untuk membahas bagaimana menanggapi kemenangan Trump, meskipun akhirnya tidak ada hasil yang disepakati. Hal ini mungkin yang menjadi penyebab Kementerian Luar Negeri PKT terpaksa menggunakan sesi tanya jawab sebagai ucapan selamat atas terpilihnya Donald Trump. 

Kembalinya Trump ke Gedung Putih merupakan peristiwa besar di dunia. Sedangkan Komite Tetap Biro Politik Partai Komunis Tiongkok saat ini lebih seperti pasir lepas yang tidak terorganisir, tanpa persiapan atau kemampuan untuk benar-benar membahas strategi terkait bagaimana Tiongkok menghadapi perubahan rezim di AS di masa mendatang.

Baik secara langsung maupun tidak, PKT sudah memperlihatkan kepada dunia keadaan sebenarnya dari situasi politik Beijing pada saat ini melalui tanggapannya yang malu-malu dan canggung terhadap Donald Trump yang terpilih lewat pemilu demokratis AS. Padahal Trump itu bukan seorang amatiran politik, bagaimana kalau ia sampai menggunakan kesempatan langkahnya itu untuk kembali membuat PKT “tergeletak di atas kanvas”? (sin)

Sumber : Epochtimes.com