Kementerian Dalam Negeri Pakistan mengonfirmasi bahwa setidaknya enam orang tewas selama aksi protes berlangsung
ETIndonesia. Penutupan kota selama empat hari di ibu kota Pakistan, Islamabad, berakhir pada Rabu setelah tindakan keras polisi terhadap para demonstran yang menuntut pembebasan mantan Perdana Menteri Imran Khan.
Pihak berwenang membuka kembali jalan-jalan yang menghubungkan ibu kota dengan wilayah lain pada Rabu pagi, setelah sebelumnya ditutup dengan kontainer untuk mencegah demonstran masuk, menurut pejabat setempat.
Laporan menyebutkan bahwa polisi menggunakan gas air mata dan penangkapan massal untuk membubarkan ribuan demonstran yang berkumpul.
Menteri Dalam Negeri Mohsin Naqvi mengonfirmasi berakhirnya penutupan dalam sebuah pernyataan.
“Semua jalan telah dibuka kembali, dan para demonstran telah dibubarkan,” kata Naqvi.
Kementerian Dalam Negeri negara Pakistan mengonfirmasi bahwa setidaknya enam orang—termasuk empat tentara paramiliter dan dua demonstran—tewas dalam demonstrasi yang dimulai akhir pekan lalu setelah seruan dari partai Imran Khan, Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI).
Partai tersebut mendesak para pendukung Khan untuk bergabung dalam gerakan yang sebut sebagai “long march” dari wilayah barat laut yang bergolak menuju Islamabad untuk menuntut pembebasannya.
Khan, yang tetap menjadi tokoh oposisi populer, dipenjara sejak Agustus 2023 terkait lebih dari 150 kasus pidana yang mencakup tuduhan korupsi hingga memicu kekerasan.
Mantan pemain kriket yang beralih menjadi politisi itu, bersama partainya, mengklaim tuduhan tersebut bermotif politik untuk menggagalkan upayanya kembali dalam pemilu umum tahun ini.
Pada Selasa, ribuan demonstran, yang dipimpin oleh istrinya, Bushra Bibi, berkumpul di ibu kota meski mendapat peringatan dari pemerintah bahwa mereka akan dihadapi dengan kekerasan.
Sejumlah demonstran menerobos berbagai barikade dan memasuki zona keamanan tinggi yang berisi gedung-gedung pemerintah dan kedutaan sebelum bentrok dengan pasukan keamanan.
Tindakan Polisi Dianggap “Pembantaian,” Klaim PTI
Bushra Bibi dan pemimpin PTI lainnya melarikan diri ke Mansehra di Provinsi Khyber Pakhtunkhwa, tempat partai tersebut masih berkuasa, saat polisi mendorong mundur para demonstran.
Stasiun TV Geo News melaporkan pada Rabu bahwa partai tersebut mengumumkan “penangguhan sementara” aksi protes.
Dalam sebuah pernyataan di platform media sosial X pada Selasa, partai tersebut menuduh pasukan keamanan negara melakukan “pembantaian” saat menindak dengan keras terhadap demonstran,. PTI menyatakan bahwa negara itu sedang “tenggelam dalam darah.”
“Hari ini, pasukan keamanan bersenjata melancarkan serangan brutal terhadap demonstran damai PTI di Islamabad, menembakkan peluru tajam dengan tujuan membunuh sebanyak mungkin orang,” tulis partai tersebut. “Dunia harus mengutuk kekejaman ini dan erosi demokrasi serta kemanusiaan di Pakistan.”
Partai itu juga mendesak komunitas internasional untuk “mengambil sikap tegas terhadap tindakan brutal ini.”
Liputan media tentang demonstrasi di Pakistan sebagian besar berhenti dalam beberapa hari terakhir. Pihak berwenang memberlakukan pemadaman internet di beberapa bagian negara sebagai upaya mencegah PTI menyebarkan informasi dan merencanakan aksi protes, meskipun akses internet kini telah dipulihkan.
Dalam pernyataan sebelumnya pada Selasa, Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif, yang menggantikan Khan setelah digulingkan melalui mosi tidak percaya di parlemen pada 2022, mengatakan bahwa protes tersebut bukanlah aksi damai, melainkan “ekstremisme” dan “desain politik jahat.”
Menteri Dalam Negeri Pakistan Mohsin Naqvi mengatakan kepada wartawan bahwa para demonstran menggunakan senjata melawan pasukan keamanan dan bersenjata lengkap. Mereka juga melanggar larangan berkumpul di kota.
Kandidat yang didukung partai Khan memenangkan sebagian besar kursi dalam pemilu parlemen pada Februari, tetapi Sharif berhasil membentuk koalisi untuk mempertahankan kekuasaan.
Khan dan partainya menuduh adanya kecurangan pemilu yang dilakukan melalui tindakan keras militer untuk menjauhkan dirinya dari kekuasaan. Militer membantah tuduhan manipulasi pemilu tersebut.
Guy Birchall, The Associated Press, dan Reuters turut berkontribusi dalam laporan ini.
Sumber : The Epoch Times