“Titik Panas” Muncul di Seluruh Dunia, Penyebabnya Masih Belum Diketahui Secara Pasti 

ETIndonesia. Sejumlah titik panas atau Hot Spot muncul di seluruh dunia. Adapun penyebab kemunculannya masih belum diketahui secara pasti berdasarkan sejumlah studi terkini. Dikutip dari earth.com (1/12/2024), Bumi mengalami tahun terpanas yang pernah tercatat pada 2023, dengan suhu meningkat 2,12 derajat Fahrenheit di atas rata-rata abad ke-20, melampaui rekor sebelumnya yang tercatat pada 2016. 

Sepuluh tahun terpanas yang tercatat semuanya terjadi dalam dekade terakhir. Pada  2024 yang sudah mencatatkan musim panas terpanas dan hari terpanas, tahun ini diperkirakan akan mencatatkan rekor mengkhawatirkan lainnya.

Gelombang Panas Ekstrem

permukaan bumi

Beberapa wilayah mengalami gelombang panas berulang yang begitu ekstrem sehingga melampaui apa yang dapat diprediksi atau dijelaskan oleh model pemanasan global mana pun.

Dalam sebuah studi baru, para peneliti menciptakan peta global pertama dari wilayah-wilayah yang mengalami panas yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang muncul di setiap benua kecuali Antartika seperti hotspot besar yang mengkhawatirkan.

Dalam beberapa tahun terakhir, gelombang panas ini telah menyebabkan puluhan ribu kematian, menghancurkan tanaman dan hutan, serta memicu kebakaran hutan yang dahsyat.

“Margin besar dan tak terduga dari ekstrem skala regional yang baru-baru ini memecahkan rekor sebelumnya telah menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana model iklim dapat memberikan estimasi yang memadai mengenai hubungan antara perubahan suhu rata-rata global dan risiko iklim regional,” jelas para penulis.

Dekade Gelombang Panas

“Ini tentang tren ekstrem yang merupakan hasil interaksi fisik yang mungkin belum sepenuhnya kita pahami,” kata penulis utama Kai Kornhuber, seorang ilmuwan di Lamont-Doherty Earth Observatory, Columbia Climate School. “Wilayah-wilayah ini menjadi ‘rumah kaca’ sementara.”

Para peneliti meneliti gelombang panas selama 65 tahun terakhir. Mereka mengidentifikasi area di mana panas ekstrem meningkat jauh lebih cepat daripada suhu sedang, sering kali menghasilkan suhu maksimum yang memecahkan rekor dengan jumlah yang mencengangkan.

Seorang pria menuangkan air ke wajahnya pada suatu hari di musim panas. (Mahesh Kumar A / AP Photo)

Sebagai contoh, gelombang panas sembilan hari yang melanda Pasifik Barat Laut AS dan Kanada barat daya pada Juni 2021 memecahkan rekor harian di beberapa lokasi dengan kenaikan 30 derajat Celsius (54 derajat Fahrenheit).

Hal ini termasuk suhu tertinggi yang pernah tercatat di Kanada, yakni 121,3°F (49,6°C) di Lytton, British Columbia. Tragisnya, kota tersebut habis terbakar oleh kebakaran hutan sehari kemudian, yang sebagian besar disebabkan oleh vegetasi kering akibat panas ekstrem.

Wilayah yang Terdampak Panas yang Belum Pernah Terjadi

Di negara bagian Oregon dan Washington, ratusan orang meninggal dunia akibat serangan panas dan kondisi kesehatan lainnya. Gelombang panas ekstrem ini sebagian besar terjadi dalam lima tahun terakhir, meskipun beberapa terjadi pada awal 2000-an atau sebelumnya.

Wilayah yang paling terdampak termasuk daerah padat penduduk di Tiongkok  tengah, Jepang, Korea, Semenanjung Arab, Australia timur, dan bagian Afrika tertentu. Wilayah lain yang terdampak mencakup Wilayah Barat Laut Kanada, pulau-pulau Arktik Tinggi, Greenland utara, ujung selatan Amerika Selatan, dan wilayah Siberia tertentu. Beberapa bagian Texas dan New Mexico juga muncul di peta, meskipun bukan termasuk wilayah yang paling ekstrem.

Kerentanan Eropa terhadap Suhu Panas 

Menurut laporan tersebut, sinyal yang paling intens dan konsisten berasal dari Eropa barat laut, di mana gelombang panas berturut-turut menyebabkan sekitar 60.000 kematian pada 2022 dan 47.000 kematian pada 2023.

Peristiwa ini terjadi di Jerman, Prancis, Inggris, Belanda, dan negara-negara lain. Dalam beberapa tahun terakhir, hari-hari terpanas di kawasan ini memanas dua kali lebih cepat dibandingkan rata-rata suhu musim panas.

Eropa sangat rentan karena, tidak seperti di Amerika Serikat, hanya sedikit orang yang memiliki pendingin udara karena iklimnya yang secara tradisional lebih sejuk. Gelombang panas terus berlanjut; bahkan pada September lalu, rekor suhu maksimum baru tercatat di Austria, Prancis, Hungaria, Slovenia, Norwegia, dan Swedia.

Penyebab Peristiwa Panas Ekstrem

Adapun kenaikan suhu global meningkatkan kemungkinan terjadinya gelombang panas, tetapi penyebab pasti dari peristiwa panas ekstrem ini belum sepenuhnya jelas. Di Eropa dan Rusia, sebuah studi sebelumnya yang dipimpin oleh Kornhuber mengaitkan gelombang panas dan kekeringan dengan fluktuasi jet stream – arus udara cepat yang mengelilingi belahan bumi utara.

Biasanya terbatas pada jalur sempit karena perbedaan suhu antara Kutub Utara yang sangat dingin dan wilayah selatan yang lebih hangat, jet stream menjadi tidak stabil seiring dengan pemanasan Kutub Utara yang lebih cepat dibandingkan bagian lain Bumi. Ketidakstabilan ini menyebabkan terbentuknya gelombang Rossby, yang menarik udara panas dari selatan dan menahannya di atas wilayah beriklim sedang yang tidak terbiasa dengan panas ekstrem dalam waktu lama.

Namun, hipotesis ini tidak menjelaskan semua peristiwa ekstrem. Sebuah studi tentang gelombang panas mematikan pada 2021 di Pasifik Barat Laut dan Kanada barat daya, yang dipimpin oleh mahasiswa pascasarjana Lamont-Doherty, Samuel Bartusek (juga salah satu penulis dalam makalah terbaru), mengidentifikasi kombinasi berbagai faktor.

Beberapa terkait dengan perubahan iklim jangka panjang, sementara yang lain tampak terjadi secara kebetulan. Studi ini mencatat gangguan pada jet stream yang serupa dengan gelombang Rossby yang memengaruhi Eropa dan Rusia.

Peningkatan Suhu Panas

Para peneliti juga menemukan bahwa beberapa dekade peningkatan suhu secara bertahap telah mengeringkan vegetasi regional. Ketika panas ekstrem datang, tanaman memiliki lebih sedikit air untuk diuapkan ke udara – sebuah proses yang membantu moderasi suhu.

Faktor lain adalah serangkaian gelombang atmosfer berskala kecil yang memindahkan panas dari permukaan Samudra Pasifik ke arah daratan. Seperti di Eropa, sedikitnya orang di wilayah ini yang memiliki pendingin udara kemungkinan turut meningkatkan angka kematian.

Gelombang panas ini “sangat ekstrem, sehingga menggoda untuk menyebutnya sebagai peristiwa black swan, sesuatu yang tidak dapat diprediksi,” kata Bartusek. 

“Namun, ada batas antara yang sepenuhnya tidak terduga, yang masuk akal, dan yang sepenuhnya diharapkan, yang sulit untuk dikategorikan. Saya akan menyebutnya lebih sebagai grey swan.”

Dampak Terhadap  Manusia Akibat Suhu Panas 

Terjadinya suhu panas di sejumlah  negara-negara kaya seperti Amerika Serikat, hal ini menjadi penyebab utama kematian terkait cuaca, melampaui badai, tornado, dan banjir secara gabungan.

Sebuah studi yang dirilis pada Agustus lalu melaporkan bahwa angka kematian tahunan telah meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 1999, mencapai 2.325 kematian akibat panas pada 2023.

Tren yang mengkhawatirkan ini telah mendorong seruan untuk memberikan nama pada gelombang panas, seperti badai, guna meningkatkan kesadaran publik dan mendorong kesiapan pemerintah.

Studi ini diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.

Sumber : Earth.com