Jin Ran
Topik hari ini tentang operasi memenggal kepala jenderal Rusia, pasukan Rusia menggunakan senjata kimia, desainer senjata terbaik Rusia tewas ditembak, Kantor utama Garda Republik Chechnya dibom, tentara Korea Utara ditembak drone, salah sasaran ke pasukan Rusia, NATO mengumumkan persiapan perang dan ekonomi Rusia diprediksi runtuh tahun depan.
Operasi Pemenggalan terhadap Jenderal Rusia, Penggunaan Senjata Kimia oleh Rusia
Penulis telah berbicara tentang kehadiran militer Israel dan Ukraina di Suriah. Jika kedua negara ini benar-benar bekerja sama, pasti akan membuat banyak pihak panik. Penulis tidak tahu apakah Israel sedang mempelajari taktik drone Ukraina, tetapi Ukraina jelas sudah sangat mahir menerapkan teknik operasi pemenggalan yang mungkin dipelajarinya dari Israel.
Pada 17 Desember, Komandan Pasukan Perlindungan Radiasi, Kimia, dan Biologi Rusia, Letnan Jenderal Igor Kirillov, tewas dalam ledakan bom pinggir jalan di Ryazan Street, Moskow. Ajudannya juga turut menjadi korban. Yang penting, ini bukan kecelakaan. Badan Intelijen Ukraina secara terbuka mengaku bertanggung jawab atas operasi pemenggalan ini.
Tidak hanya mengaku bertanggung jawab, Ukraina juga mengungkap alasan di balik serangan ini. Mereka menyebut Kirillov sebagai penjahat perang karena memerintahkan penggunaan senjata kimia terlarang terhadap tentara Ukraina. Laporan tentang penggunaan “senjata kimia” oleh militer Rusia di garis depan sudah muncul sejak lama. Setidaknya 500 tentara Ukraina dirawat akibat paparan zat beracun.
Pada Oktober tahun ini, Inggris memberlakukan sanksi terhadap Kirillov atas penggunaan senjata kimia oleh pasukan Rusia, termasuk kloropikrin (chloropicrin). Salah satu contoh senjata ini adalah granat aerosol K-51 buatan Rusia yang ditemukan di medan perang Kherson. Granat kimia ini awalnya dikembangkan oleh Uni Soviet pada 1970-an.
Kloropikrin dikenal sebagai agen penguap kuat yang dapat menyebabkan efek mematikan meskipun pengguna memakai masker gas, karena zat ini dapat diserap melalui kulit. Rusia sendiri telah menandatangani Konvensi Senjata Kimia Internasional yang melarang penggunaan senjata kimia.
Kita teringat penggunaan senjata kimia yang paling menghebohkan dunia sebelumnya, yaitu oleh Presiden Suriah yang sekarang mengungsi di Moskow, Bashar al-Assad. Pada 2018, Assad memerintahkan serangan senjata kimia terhadap warga sipil di pinggiran ibu kota Damaskus. Peristiwa ini menuai kecaman keras di tingkat internasional. Ungkapan “burung sejenis akan berkumpul” tampaknya benar adanya.
Operasi pemenggalan Ukraina ini jelas dimaksudkan sebagai peringatan keras. Eksekusi dilakukan secara terbuka di jalanan. Kemungkinan besar, agen Ukraina memasang bom pada sebuah skuter listrik di tepi jalan.
Ketika Letnan Jenderal Kirillov dan ajudannya keluar dari gedung dan hendak masuk ke mobil, bom itu diledakkan, menewaskan keduanya di tempat. Perhatikan bahwa skuter listrik itu diletakkan di belakang tiang listrik, tepat di dekat gerbang.
Desainer Senjata Top Rusia Tewas Ditembak, Markas Besar Garda Republik Chechnya Dibom
Ukraina sangat mahir memanfaatkan situasi genting dengan pendekatan fleksibel. Baru saja bekerja sama dengan Israel, mereka sudah mulai meniru teknologi canggih seperti “membiarkan pemimpin terlebih dahulu melangkah.” Jangan pikir Ukraina hanya berhasil memenggal seorang letnan jenderal. Beberapa hari lalu, sebenarnya mereka juga menargetkan tokoh lain, meskipun pangkatnya tidak sebesar itu, tetapi dampaknya bagi serangan garis depan Rusia mungkin jauh lebih signifikan.
Pada 12 Desember, tepatnya Kamis pekan lalu, Ukraina berhasil menargetkan seorang ahli teknologi militer Rusia di Moskow. Sasarannya adalah Sergey Shatsky, desainer utama rudal jelajah Kh-59 Rusia. Betapa pentingnya Shatsky bagi pengembangan teknologi senjata Rusia? Dia tidak hanya mendesain rudal Kh-59, tetapi juga menjadi otak di balik rudal jelajah siluman terbaru Kh-69 Rusia.
Belakangan, Rusia menggunakan pesawat tempur siluman canggih Su-57 untuk menyerang puluhan target di Ukraina, dan rudal jelajah Kh-69 inilah yang menjadi amunisinya.
Selain itu, Shatsky juga diangkat sebagai kepala departemen pengembangan drone terbaru Rusia. Namun, nasibnya berakhir tragis ketika agen Ukraina menembaknya di pinggiran Moskow pada malam hari. Konon, Kepala Direktorat Intelijen Pertahanan Ukraina, Kyrylo Budanov, memiliki setumpuk kartu yang mewakili target-target utama Rusia. Jika Budanov terlihat tersenyum dingin, kemungkinan tokoh yang ada dalam kartu tersebut sudah merasa nyawanya terancam.
Pada 15 Desember, drone jarak jauh milik Direktorat Intelijen Pertahanan Ukraina berhasil menyerang markas besar Garda Republik Chechnya. Dalam serangan yang disertai suara tembakan itu, drone mendarat dengan dinginnya di gedung tersebut. Namun, siapa target spesifik dalam serangan ini masih belum diketahui.
Tentara Korea Utara Dikejar dan Dihabisi Drone, Salah Sasaran Tembak Tentara Rusia
Ada penonton yang bertanya: “Bagaimana kelanjutan laporan tentang tentara Korea Utara yang melakukan serangan berani mati di Kursk?” Sebenarnya, kita semua mungkin bisa menebak bagaimana hasilnya jika seseorang mencoba serangan frontal di dataran terbuka tanpa perlindungan. Menariknya, di internet Tiongkok tersebar cerita bahwa tentara Korea Utara sangat heroik, bahkan berhasil merebut posisi tentara Ukraina. Tinggal menambahkan adegan “memotong musuh dengan tangan kosong,” cerita itu sudah cukup untuk dijadikan drama aksi fiksi.
Namun, mari kita lihat apa yang sebenarnya terjadi ketika tentara Korea Utara menyerang dalam kelompok besar. Baru-baru ini, pihak Rusia mengakui bahwa dalam beberapa hari terakhir, 187 tentara Korea Utara tewas. Penulis merasa Rusia seharusnya belajar dari Partai Komunis Tiongkok bagaimana cara melaporkan jumlah korban. Di Tiongkok, angka korban tidak akan pernah melebihi 35 orang—itu sudah batas maksimalnya, demi menghormati pimpinan.
Ingat film Korea Steel Rain? Film itu menggambarkan serangan bom cluster terhadap Korea Utara. Siapa sangka, tentara Korea Utara kini pertama kali merasakan pengalaman tersebut di medan perang Rusia-Ukraina. Bagi mereka yang selamat dari “hujan baja,” ancaman berikutnya adalah serangan drone Ukraina yang menghantam dengan berbagai gaya.
Mungkin karena terpukul oleh kekalahan di medan perang Kursk, tentara Korea Utara yang baru pertama kali berperang membuat kesalahan besar. Pada 15 Desember, intelijen Ukraina mengungkapkan bahwa terjadi insiden “salah sasaran” antara tentara Korea Utara dan pasukan Rusia di wilayah Kursk. Karena kendala bahasa, terjadi kesalahpahaman, dan tentara Korea Utara menembaki pasukan Chechnya dari Rusia di medan perang. Akibatnya, delapan tentara Rusia tewas.
Kemungkinan besar, setelah dihantam habis-habisan oleh pasukan Ukraina, tentara Korea Utara yang frustasi dan marah melihat pasukan Chechnya. Karena penampilan mereka berbeda dari tentara Rusia yang umumnya berkulit putih, mereka disangka tentara Ukraina. Akhirnya, mereka menembak terlebih dahulu, baru menyadari kesalahan setelahnya.
Bayangkan situasinya: setelah dihujani serangan udara, terus-menerus dikejar oleh drone, dan akhirnya menembak beberapa orang, mereka baru sadar bahwa yang mereka tembak adalah rekan sendiri. Saat itu, pasukan Ukraina benar-benar menyerang mereka. Rekaman drone menunjukkan tentara Korea Utara berlari di padang salju menuju hutan untuk mundur. Sayangnya, mereka tidak belajar dari pengalaman dan malah bergerombol saat mundur, mempermudah serangan berikutnya.
NATO Bersiap Perang, Ekonomi Rusia Terancam Runtuh Tahun Depan
Pada 12 Desember, Menteri Pertahanan Rusia Aleksey Belousov membuat pernyataan mengejutkan dalam konferensi perluasan pertahanan. Ia mengatakan bahwa Rusia harus bersiap untuk 10 tahun ke depan, termasuk menghadapi perang melawan NATO. Ini secara terbuka mengungkapkan bahwa perang Rusia-Ukraina bukan lagi sekadar konflik dua negara, melainkan hanya permulaan. Hal ini justru membangkitkan NATO.
Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte segera menyerukan kepada negara-negara anggota: “Kita harus beralih ke pola pikir perang, meningkatkan anggaran pertahanan, dan mempercepat produksi. Rusia sedang mempersiapkan konfrontasi jangka panjang melawan Ukraina dan NATO.”
Majalah Newsweek memuat peta yang menunjukkan garis depan potensial jika Rusia menyerang Eropa. Wilayah berwarna merah menunjukkan bahwa garis depan di Eropa Utara, khususnya perbatasan sepanjang 830 mil antara Finlandia dan Rusia, serta negara-negara Baltik, akan menjadi titik serangan utama. Di sisi Ukraina, negara-negara pesisir Laut Hitam berada dalam bahaya. Situasi paling mengerikan adalah jika Ukraina jatuh, itu akan menjadi awal dari mimpi buruk NATO yang sesungguhnya.
Bahkan, Jerman yang selama ini enggan terlalu terlibat dalam perang Rusia-Ukraina kini mengubah sikap. Menteri Pertahanan Jerman menyatakan, “Kita harus bersiap untuk perang pada tahun 2029, karena Rusia mungkin akan menyerang negara-negara NATO.”
Edisi terbaru majalah The Economist semakin menambah ketakutan di kalangan ekonom Rusia. Artikel utamanya berjudul “Ekonomi Rusia Akan Runtuh pada Tahun 2025.” Prediksi tajam dari majalah ini, yang sering terbukti benar, membuat banyak ekonom Rusia merasa seperti mendapat peringatan dari malaikat maut. Bahkan, kelompok yang sama pernah memprediksi runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1983.
Para pakar keuangan sudah memperkirakan bahwa dalam beberapa bulan ke depan, gelombang kebangkrutan akan melanda pasar Rusia. Beberapa perusahaan ikonik Rusia berada di ambang kehancuran: produsen baja terbesar Rusia, Magnitogorsk Iron and Steel Works, hanya memiliki cadangan untuk bertahan selama enam bulan lagi.
Apalagi, salah satu pengembang properti terbesar Rusia, Grup Samolet, juga hampir bangkrut. Bahkan, perusahaan militer yang sebelumnya mendapat keuntungan besar dari perang pun kini terancam akibat kenaikan suku bunga. Sosok kepala perusahaan militer milik negara memperingatkan, “Jika kita terus beroperasi seperti ini, sebagian besar perusahaan militer kita akan bangkrut.”
Saat NATO mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan serangan Rusia di masa depan, Rusia sendiri sedang menghadapi ancaman ekonomi yang akan runtuh dalam waktu dekat. Di tengah situasi ini, ada dua pria tua dari Shandong, Tiongkok, yang terlihat berdebat di jalanan tentang masalah sejarah antara Rusia dan Ukraina. Momen ini menjadi salah satu gambaran paling ironis dan absurd dalam sejarah Eropa modern. (Hui)