“Mesin Kematian”Assad ? Kuburan Massal di Suriah Ungkap Sejarah Kelam, Jaksa Pengadilan Kejahatan Perang: “Setara dengan Nazi”

EtIndonesia. Jaksa Pengadilan Kejahatan Perang Internasional, Stephen Rapp, baru-baru ini menginspeksi lokasi kuburan massal yang dibangun selama masa pemerintahan Assad di Suriah. Da memperkirakan lebih dari 100.000 warga Suriah dibunuh oleh pemerintah, dengan skala kekejaman yang disebutnya “setara dengan Nazi.”

Setelah lebih dari 50 tahun pemerintahan diktator oleh rezim Assad, pada 8 Desember, kelompok pemberontak yang dipimpin oleh Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) berhasil menggulingkan rezim tersebut, mengakhiri perang saudara yang berlangsung lebih dari satu dekade. Seiring stabilnya situasi di dalam negeri, kekejaman rezim Assad mulai terungkap. Dalam sebuah laporan, media melaporkan bahwa jaksa perang internasional menemukan bukti “mesin kematian” sistematis milik Assad , yang diduga telah membunuh lebih dari 100.000 orang dalam waktu 10 tahun.

Berdasarkan laporan Reuters, Stephen Rapp, yang pernah menjadi jaksa dalam pengadilan kejahatan perang Rwanda dan Sierra Leone, mengunjungi dua lokasi kuburan massal di kota Qutayfah dan Najha, dekat ibu kota Damaskus, pada 17 Desember. 

Dalam wawancara eksklusif dengan Reuters, Rapp menyebutkan bahwa rezim Assad menciptakan “sistem teror negara” yang melibatkan ribuan orang, termasuk polisi rahasia, penjaga penjara, pengemudi truk, hingga operator buldoser, untuk menjalankan “mesin kematian” tersebut.

Rapp juga menyatakan bahwa sejak pecahnya perang saudara pada 2011, lebih dari 100.000 warga Suriah kemungkinan telah dibunuh dalam sistem ini. 

“Apa yang saya lihat di kuburan massal ini membuat saya percaya bahwa angka tersebut benar,” ujarnya. 

Dia bahkan membandingkan situasi di Suriah dengan kekejaman Nazi, menyebutnya sebagai salah satu pembunuhan massal terbesar sejak era Nazi.

Komite Internasional untuk Orang Hilang di Den Haag melaporkan bahwa Suriah kemungkinan masih memiliki 66 lokasi kuburan massal yang belum terkonfirmasi. Selain itu, laporan orang hilang dari Suriah telah mencapai lebih dari 157.000 kasus.

Ketua komite, Kathryne Bomberger, menyebut situasi ini sebagai yang terburuk dalam beberapa dekade terakhir, “hampir empat kali lipat dari jumlah orang hilang selama Perang Balkan.” 

Bomberger mendesak pemerintah transisi Suriah untuk melindungi semua situs kuburan massal demi mengidentifikasi korban dan mengadili Assad.

Warga lokal di Qutayfah yang diwawancarai Reuters mengungkapkan bahwa beberapa tahun lalu mereka sering melihat truk berpendingin membawa mayat ke lubang panjang yang digali menggunakan alat berat, kemudian mayat-mayat tersebut dilemparkan ke dalam lubang.

Seorang petani dari Najha, Abb Khalid, menggambarkan bagaimana pengoperasian kuburan massal ini dilakukan secara sistematis, : “Truk-truk itu tiba di lokasi, kemudian menurunkan mayat, lalu pergi.” 

Dia juga menyebutkan bahwa pasukan keamanan Assad menjaga ketat lokasi kuburan massal dan siapa pun yang mencoba mendekat akan “ikut terkubur bersama mereka.”

Laporan tersebut juga mencatat bahwa citra satelit menunjukkan adanya penggalian besar-besaran di Suriah sejak 2012, yang berlanjut hingga 2022. Meski begitu, Bashar al-Assad, mantan Presiden Suriah yang kini berada di Moskow, terus membantah tuduhan ini, menyebut para penuduhnya sebagai “ekstremis.”

Komite Internasional untuk Orang Hilang kembali mendesak pemerintah transisi Suriah untuk melindungi situs-situs kuburan massal, agar identitas para korban dapat dipastikan dan langkah hukum terhadap Assad dapat diambil di masa mendatang. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS