EtIndonesia. Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, pada tanggal 6 waktu setempat telah mengumumkan pengunduran dirinya. Namun, hingga kini belum dapat dipastikan siapa politisi Kanada yang akan menggantikan posisinya. Analisis media AS menyebutkan bahwa mantan Wakil Perdana Menteri Kanada, Chrystia Freeland, yang pernah menyebut Trump sebagai “bully”, kemungkinan besar akan memenangkan pemilihan pemimpin Partai Liberal Kanada dan menjadi perdana menteri baru.
Menurut laporan CNN, setelah Trudeau menjabat sebagai Perdana Menteri Kanada sejak tahun 2015, Chrystia Freeland menjabat berbagai posisi penting dalam kabinet Trudeau, termasuk Menteri Perdagangan Internasional, Menteri Luar Negeri, Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Urusan Antarpemerintah, serta Menteri Keuangan. Namun, pada 16 Desember 2024, Freeland mengundurkan diri dari kabinet Trudeau karena “perbedaan pandangan”.
Laporan tersebut mengutip hasil survei yang dirilis minggu lalu oleh pakar jajak pendapat Kanada, Nik Nanos, yang menunjukkan bahwa jika warga Kanada diminta memilih pemimpin Partai Liberal dari sembilan kandidat, Freeland akan menjadi kandidat dengan suara terbanyak. Partai Konservatif Kanada yang menjadi oposisi juga menganggap Freeland sebagai pesaing utama mereka.
Profesor kehormatan Universitas Toronto, Nelson Wiseman, dalam wawancara dengan CNN juga menyebutkan bahwa Chrystia Freeland mungkin adalah pejabat kabinet Trudeau dengan tingkat pengenalan publik tertinggi.
Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa selama masa jabatan pertama Trump, Chrystia Freeland, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Kanada, berselisih tajam dengan Trump terkait tarif impor baja dan aluminium. Bahkan, Freeland pernah secara terang-terangan menyebut Trump sebagai seorang “bully”. Sebagai balasan, Trump menyebut Freeland sebagai “orang beracun” dan menganggapnya sulit diajak bernegosiasi.
Terkait isu internasional, laporan tersebut menyoroti bahwa Freeland, yang memiliki darah Ukraina dari ibunya, secara konsisten mendukung Ukraina melawan agresi Rusia di berbagai forum publik. Sebagai pendukung kuat Ukraina, Freeland mendapat dukungan besar dari komunitas diaspora Ukraina di Kanada. Selama menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Freeland juga mendorong pembekuan aset Rusia dan mengalihkan dana tersebut untuk mendukung program di Ukraina. Selain itu, dia secara terbuka mendukung Ukraina bergabung dengan NATO, yang membuatnya menjadi salah satu dari 13 pejabat Kanada yang dikenakan sanksi oleh Pemerintah Rusia.
Namun, analisis juga menunjukkan bahwa meskipun Freeland adalah politisi yang sangat kompeten, dia mungkin akan kesulitan mendapatkan dukungan dari masyarakat Kanada karena kekecewaan mereka terhadap resesi ekonomi yang terjadi selama masa pemerintahan Partai Liberal, di mana dia pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa saat Trudeau mengumumkan pengunduran dirinya sebagai perdana menteri, dia juga meminta Gubernur Jenderal Mary Simon untuk menangguhkan sidang parlemen hingga pemilihan pemimpin baru Partai Liberal pada 24 Maret. Oleh karena itu, meskipun Freeland berhasil menjadi pemimpin Partai Liberal dan menggantikan posisi Trudeau sebagai perdana menteri, masa jabatannya kemungkinan akan sangat singkat.
Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa Kanada dijadwalkan mengadakan pemilu parlemen pada bulan Oktober tahun ini. Namun, Partai Liberal yang berkuasa saat ini tertinggal lebih dari 20% dari Partai Konservatif dalam perolehan suara. Diperkirakan Partai Liberal akan kehilangan kekuasaan setelah pemilu. Profesor Lori Turnbull dari Universitas Dalhousie berpendapat bahwa alih-alih fokus pada kebijakan yang akan dijalankan oleh pemimpin baru Partai Liberal dalam waktu sekitar enam bulan, lebih penting untuk melihat bagaimana kabinet perdana menteri baru akan menangani tantangan domestik dan internasional yang dihadapi Kanada.(jhn/yn)