EtIndonesia. Seiring semakin dekatnya pelantikan Presiden Donald Trump, tim Trump, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mulai bersiap untuk pembicaraan damai yang akan datang. Pembicaraan ini berpotensi mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir empat tahun.
Pada 9 Januari, sebelum bertemu dengan gubernur Partai Republik di Mar-a-Lago, Trump menyatakan: “Kami sedang mengatur pertemuan,” dan menambahkan: “Presiden Putin ingin bertemu. Dia bahkan secara terbuka menyatakan bahwa perang ini harus dihentikan.”
Sebelumnya, Trump mengungkapkan bahwa dia tahu Putin ingin melakukan pertemuan, tetapi merasa bahwa pertemuan itu tidak seharusnya dilakukan sebelum tanggal 20 Januari.
“Saya sangat tidak menyukai waktu ini, karena setiap hari terlalu banyak orang, terutama anak muda, yang kehilangan nyawa,” Trump mengatakan.
Pada hari yang sama, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menanggapi pernyataan Trump tentang kemungkinan pertemuan dengan Putin dengan mengatakan : “Tidak, tidak ada permintaan yang diajukan.”
“Di sisi lain, untuk alasan yang jelas, hal ini harus menunggu hingga presiden baru Amerika Serikat dilantik.”
Namun, hanya sehari kemudian, pada 10 Januari, Peskov menyatakan bahwa Putin bersedia berinteraksi dengan para pemimpin internasional.
“Kontak ini tidak membutuhkan prasyarat apa pun,” katanya.
Meskipun demikian, Kremlin kembali menegaskan pendiriannya terkait isu Ukraina, yang telah disampaikan berulang kali sebelumnya. Pendapat ini ditegaskan oleh Putin pada Juni 2024 dan diulang dalam pidatonya pada 19 Desember. Pendirian tersebut mencakup tuntutan untuk menggulingkan pemerintahan Zelenskyy atas nama “denazifikasi,” melucuti sebagian besar angkatan bersenjata Ukraina, dan menyerahkan empat wilayah di tenggara Ukraina kepada Rusia, termasuk wilayah Ukraina yang saat ini belum dikuasai Rusia.
Hal ini pada dasarnya berarti bahwa, terlepas dari apakah Kremlin “bersedia” untuk mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin Barat, hasilnya tidak akan membawa perdamaian yang bermakna atau berkelanjutan.
Pernyataan berbeda dari Trump dan Kremlin mengenai pengaturan pertemuan menunjukkan perbedaan pandangan antara Rusia dan pemimpin baru Amerika Serikat tentang bagaimana menyelesaikan konflik ini. Setidaknya dalam tanggapan Kremlin, tidak ada tanda-tanda ketulusan untuk mencapai perdamaian. Mungkin hal ini berkaitan dengan dukungan dari kalangan “elit” masyarakat Rusia dan nasionalis ekstrem terhadap perang yang dilancarkan Putin.
Menurut lembaga think tank Amerika, Institute for the Study of War (ISW), beberapa nasionalis ekstrem dan pejabat militer senior Rusia tampaknya tidak ingin perang yang dimulai Putin di Ukraina dihentikan setengah jalan.
Sumber dari kantor kepresidenan Rusia, Duma Negara, serta pemerintah federal dan daerah Rusia mengatakan kepada media independen dan oposisi Rusia “Meduza” bahwa kelompok “elit” Rusia yang terdiri dari pejabat keamanan dan militer senior semakin “kecewa” dan “lelah” menunggu akhir perang. Mereka merasa frustrasi karena kurangnya sumber daya manusia dan material yang memadai untuk perang, dan berpendapat bahwa Putin perlu melakukan “mobilisasi total” serta sepenuhnya mengubah masyarakat dan ekonomi Rusia menjadi keadaan perang. Kelompok ini tampaknya percaya bahwa Rusia perlu meningkatkan perang di Ukraina, bukan mencari jalan keluar melalui negosiasi. Alasan mereka adalah bahwa konsumsi sumber daya manusia dan material yang sangat besar adalah fakta. Dalam situasi ini, mereka tidak dapat menerima hasil yang ambigu, sehingga lebih memilih mempertaruhkan segalanya untuk mencoba mencapai hasil yang dapat diterima.
Informasi yang diungkapkan media oposisi Rusia menyebutkan bahwa pejabat keamanan dan militer Rusia mungkin menyadari bahwa wilayah yang diperoleh tentara Rusia di Ukraina tidak sebanding dengan kerugian sumber daya manusia dan material yang mereka derita. Hingga saat ini, komando militer Rusia telah menanggung kerugian personel yang besar hanya untuk mendapatkan kemajuan taktis yang lambat, bukan keberhasilan strategis yang signifikan.
Selama September, Oktober, dan November 2024, Rusia terus memperoleh wilayah Ukraina, tetapi pada Desember 2024, kecepatan kemajuan harian mereka melambat dan kerugian personel meningkat. Komando militer Rusia mungkin tidak sependapat dengan Putin untuk menukar tingkat kerugian yang begitu tinggi dengan kemajuan yang lambat. Namun, pejabat keamanan dan militer Rusia tampaknya tidak siap untuk menyerah karena kerugian ini. Sebaliknya, mereka dilaporkan mendukung Putin untuk memperluas perekrutan cadangan dan secara resmi mengumumkan status perang untuk memperkuat upaya perang Rusia, yaitu mengerahkan lebih banyak sumber daya manusia dan material ke medan perang.
Menurut penilaian ISW, keengganan Putin untuk melakukan wajib militer cadangan atau lebih jauh memobilisasi ekonomi Rusia disebabkan oleh ketidakpopuleran keputusan ini di Rusia, yang akan memperburuk kekurangan tenaga kerja dan tekanan ekonomi di negara tersebut. Karena kerugian personel yang terus meningkat, tidak menutup kemungkinan Putin akan mengambil langkah-langkah yang lebih drastis untuk memenuhi kebutuhan perang Rusia di Ukraina.
Hingga saat ini, tidak jelas apakah kelompok pejabat keamanan dan militer Rusia yang mendorong mobilisasi tambahan dapat meyakinkan Putin. Namun, ISW menilai bahwa pandangan kelompok ini tentang masalah utama dalam operasi militer Rusia tidak akurat. Masalah utama bukanlah kekurangan tenaga kerja yang menyebabkan lambatnya kemajuan Rusia, melainkan kurangnya kemampuan militer Rusia untuk memulihkan mobilitas medan perang. Faktor lain yang menyebabkan kerugian dan kemajuan yang tidak sebanding di medan perang termasuk efisiensi pasukan Rusia yang rendah di garis depan, perencanaan strategis yang buruk oleh komandan militer, dan kekurangan kendaraan lapis baja yang parah.
Aksi militer Rusia baru-baru ini menunjukkan bahwa meskipun mereka telah membuat kemajuan lambat melalui serangan infanteri di arah Pokrovsk dan Kurakhove, mereka tidak dapat melakukan operasi mekanis yang cepat. Hal ini menghambat kemampuan pasukan Rusia untuk mengubah operasi militer ini menjadi hasil yang signifikan di wilayah belakang Ukraina.
Laporan terbaru dari militer Ukraina menyebutkan bahwa karena kerugian kendaraan lapis baja Rusia yang sangat besar selama setahun terakhir, serta ketidakmampuan mereka untuk melindungi kendaraan ini dari serangan drone Ukraina, pasukan Rusia semakin membatasi penggunaan kendaraan lapis baja atau memilih waktu serangan mekanis dengan lebih hati-hati. Di arah Pokrovsk dan Kurakhove, dua wilayah dengan intensitas pertempuran tertinggi dan konsentrasi pasukan terbesar, jumlah kendaraan lapis baja yang dikerahkan terus menurun. Sebaliknya, Rusia mengandalkan serangan infanteri yang sangat menguras sumber daya. Dalam kondisi ini, meskipun pasukan Rusia mengerahkan lebih banyak personel di wilayah penting garis depan, serangan infanteri hanya mampu mencapai kecepatan berjalan kaki, jauh dari harapan untuk kemenangan signifikan dan penetrasi mendalam.
Dari pernyataan terbaru Putin dan Kremlin, terlihat bahwa, seperti kelompok “elit” Rusia ini, mereka tampaknya tidak tertarik pada resolusi damai melalui negosiasi dalam waktu dekat. Yang lebih mereka khawatirkan adalah apakah Rusia dapat mencapai tuntutan teritorial mereka atas Ukraina dan secara resmi mengumumkan kontrol penuh Rusia atas wilayah Donetsk, Luhansk, Kherson, dan Zaporizhzhia.
Karena lebih mengutamakan “kemenangan” dalam versi Rusia, mereka lebih memilih meningkatkan intensitas perang daripada mencari keseimbangan yang dapat diterima kedua belah pihak untuk mengakhiri konflik. Dukungan mereka terhadap Putin menunjukkan bahwa negosiasi hanya mungkin dilakukan berdasarkan syarat yang ditentukan Rusia, dengan tujuan mencapai “kemenangan besar” untuk membenarkan perang ini di hadapan masyarakat Rusia. Putin dan pejabat senior Kremlin lainnya telah berulang kali menyatakan bahwa Rusia tidak bersedia melakukan atau terlibat dalam negosiasi damai yang tulus kecuali Ukraina sepenuhnya menyerah.
Sikap keras kepala Putin terhadap isu Ukraina tidak terlepas dari dukungan yang diterimanya dari kelompok “elit” Rusia. Namun, penilaian mereka terhadap perang ini mungkin didasarkan pada asumsi yang salah, yaitu semakin banyak sumber daya manusia dan material yang dikerahkan, semakin dekat mereka ke tujuan. Justru karena konsumsi sumber daya yang begitu besar, terutama jumlah korban yang luar biasa besarnya, perencana perang sudah sangat sulit menemukan alasan yang meyakinkan untuk menyatakan kemenangan.
Kapan pun dan dengan cara apa pun perang ini berakhir, tampaknya tidak akan mengubah hasil akhir berupa kegagalan bagi pelaku perang. Pilihan paling bijaksana mungkin adalah mengakhiri perang sesegera mungkin untuk menghentikan kerugian lebih lanjut. (jhn/yn)