EtIndonesia. Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) mengungkapkan hasil investigasi yang menunjukkan bahwa Tiongkok telah mendominasi sektor maritim, logistik, dan galangan kapal global dengan menggunakan kebijakan non-pasar yang tidak adil. Berdasarkan temuan tersebut, AS dapat mengambil tindakan hukuman sesuai dengan Pasal 301 Undang-Undang Perdagangan AS.
Ketimpangan dalam Industri Kapal
Pada Kamis (16/1), Perwakilan Dagang AS Katherine Tai mengatakan: “Hari ini, Amerika Serikat berada di peringkat ke-19 dunia dalam industri pembuatan kapal. Kita hanya membangun kurang dari lima kapal setiap tahun, sementara Tiongkok membangun lebih dari 1.700 kapal per tahun. Pada 1975, AS berada di peringkat pertama dunia, membangun lebih dari 70 kapal per tahun.”
Tai menambahkan bahwa Beijing dengan sengaja mendominasi sektor ini, menghancurkan persaingan pasar yang adil dan meningkatkan risiko keamanan ekonomi. Dia menyebut bahwa ini adalah hambatan utama bagi upaya AS untuk membangkitkan kembali industrinya sendiri.
“Hasil investigasi ini memberikan dasar untuk mengambil tindakan mendesak dalam investasi domestik AS dan memperkuat rantai pasokan kita,” katanya.
Laporan tentang Strategi Tiongkok
Dalam laporan yang dirilis USTR, disebutkan bahwa selama hampir 30 tahun, Tiongkok secara agresif mengejar dominasi di sektor pelayaran, logistik, dan galangan kapal dengan target-target yang semakin konkret.
Menurut laporan tersebut, Pemerintah Tiongkok memiliki kontrol luar biasa terhadap perusahaan-perusahaan di sektor ini. Pemerintah mampu mengarahkan dan memobilisasi lembaga negara serta perusahaan swasta untuk mencapai tujuan industri nasional. Hal ini memastikan keputusan bisnis mereka sejalan dengan prioritas pemerintah.
Laporan itu juga menyoroti bahwa Tiongkok menggunakan praktik yang tidak adil, termasuk pelanggaran hak tenaga kerja, penggunaan kerja paksa, dan kelebihan kapasitas baja. Praktik-praktik ini memberikan keunggulan non-pasar yang tidak adil, menghilangkan peluang bisnis bagi perusahaan berbasis pasar, dan mengurangi persaingan global.
Tindakan Selanjutnya: Belum Ada Sanksi Konkrit
Hingga saat ini, USTR hanya mempublikasikan hasil investigasi tanpa memberikan rekomendasi hukuman spesifik terhadap Tiongkok. Keputusan lebih lanjut akan berada di tangan pemerintahan Donald Trump yang akan mulai menjabat pada 20 Januari 2025.
Investigasi ini dimulai pada April 2024 atas permintaan United Steelworkers dan empat serikat pekerja lainnya di AS. Proses ini menggunakan Pasal 301 Undang-Undang Perdagangan 1974, yang memungkinkan AS menghukum negara-negara yang terlibat dalam praktik tidak adil atau merugikan perdagangan AS. Pasal ini juga menjadi dasar bagi pemerintahan Trump dan Biden untuk mengenakan tarif tinggi pada barang-barang impor dari Tiongkok sejak 2018.
Kritik terhadap Praktik Dagang Tiongkok
Senator AS Mark Kelly menyatakan bahwa laporan ini menunjukkan perlunya menghidupkan kembali industri galangan kapal dan pelayaran di AS.
“Tindakan perdagangan yang tidak adil oleh Republik Rakyat Tiongkok (PRC) membuat Tiongkok menjadi penguasa lautan sambil merugikan pekerja Amerika dan membahayakan keamanan nasional kita,” katanya.
Laporan ini menggarisbawahi betapa dominasi Tiongkok di sektor maritim global telah mengikis ketahanan rantai pasokan AS, menciptakan ketergantungan yang berbahaya, dan menghambat kemampuan Amerika untuk bersaing di pasar internasional. (jhn/yn)