Trump Bincang dengan Putin: Solusi Damai Rusia-Ukraina, Sambut Provokasi Korea Anti-Komunis

EtIndonesia. Presiden Trump mengungkapkan dalam sebuah wawancara dengan media bahwa dia telah melakukan komunikasi langsung dengan Presiden Vladimir Putin untuk membahas pengakhiran konflik antara Rusia dan Ukraina. 

“Entah mencapai kesepakatan yang jujur atau kita akan memastikan bahwa beberapa wilayah milik Rusia akan dimasukkan ke dalam konstitusi Ukraina,” tegas Trump dalam pernyataannya yang penuh tegas dan penuh perhitungan strategis.

Dalam video pernyataan yang beredar di platform X, Trump menambahkan: “Dengarkan, itu omong kosong. Anda harus mengerti, saya bukan Biden. Entah Anda mencapai kesepakatan yang jujur atau kita akan memastikan bahwa beberapa wilayah Rusia pada akhirnya akan dimasukkan ke dalam konstitusi Ukraina. Percayalah, orang-orang pasti akan menyukainya.”

Pernyataan tersebut menandakan adanya potensi perubahan besar dalam kebijakan geopolitik, terutama jika negosiasi damai antara pihak-pihak yang terlibat berhasil dilaksanakan.

Dinamika Negosiasi dan Analisis Akademis

Profesor Xie Tian dari Aiken Business School, University of South Carolina, menilai bahwa inisiatif Trump ini merupakan upaya nyata untuk menjaga dan mendorong perdamaian dunia. Menurut Xie, dalam percakapannya dengan Putin, sang pemimpin Rusia telah mengakui bahwa melanjutkan perang tidak menguntungkan, terutama karena banyak prajurit Rusia telah kehilangan nyawa di medan pertempuran.

Lebih lanjut, pejabat pemerintahan yang mendukung Trump dikabarkan akan mengadakan pertemuan dengan otoritas Kiev selama Konferensi Keamanan di Munich guna membahas kesepakatan gencatan senjata. Sebelumnya, komunikasi awal antara perwakilan Trump dan Presiden Zelenskyy telah membuka peluang bagi kerja sama strategis antara Amerika Serikat dan Ukraina.

Profesor Xie Tian menyampaikan: “Trump telah menyatakan bahwa dia sudah berbicara dengan Putin untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina. Tampaknya kedua belah pihak mungkin akan mencapai terobosan dalam situasi ini, sehingga Trump pun akan berbicara dengan Zelensky dan pemerintah Ukraina.”

Trump sendiri menyiratkan ketidaksepakatan atas pernyataan Putin yang menyebut wilayah di timur Ukraina sebagai bagian dari Rusia. Dengan menyatakan bahwa Ukraina pun dapat memasukkan wilayah Rusia—seperti misalnya daerah Kursk—ke dalam konstitusinya, Trump menyiapkan strategi untuk memberikan tekanan lebih kepada Putin. Jika negosiasi gencatan senjata gagal, Amerika Serikat diprediksi akan meningkatkan dukungan militernya kepada Ukraina.

Profesor Xie juga mencatat bahwa pertempuran di wilayah Kursk tengah berlangsung sengit, dengan kedua belah pihak mengalami kerugian besar. Bagi Trump, penghentian perang sangat penting agar Amerika tidak terjebak dalam konflik yang membawa beban ekonomi dan kebutuhan persediaan militer yang tinggi. Selain itu, penyelesaian konflik di Ukraina juga diharapkan mampu meredakan tekanan ekonomi dan militer yang dirasakan negara-negara Eropa, serta membuka peluang bagi hubungan yang lebih baik antara Amerika Serikat dan Rusia.

Dampak Global: Dari Eropa Hingga Hubungan dengan Tiongkok

Jika negosiasi damai berhasil, tidak hanya Ukraina dan Rusia yang akan mendapatkan keuntungan. Para analis menilai bahwa solusi damai tersebut juga dapat menguntungkan negara-negara Eropa—seperti Jerman, yang berpotensi kembali menikmati pasokan energi dengan harga lebih terjangkau dari Rusia. Selain itu, dengan mencairnya hubungan antara Amerika Serikat dan Rusia, kemungkinan Rusia secara otomatis berpihak pada Tiongkok akan berkurang. 

Profesor Xie berpendapat bahwa perpecahan antara Rusia dan Tiongkok dapat membuka jalan bagi negara-negara Barat untuk mendekati Rusia sebagai upaya bersama menghadapi pengaruh rezim komunis di Tiongkok.

Korea Bergemuruh: Sentimen Anti-Komunis dan Protes di Seoul

Sementara itu, di Korea, situasi politik pun semakin memanas dengan semakin kuatnya sentimen anti- Tiongkok. Organisasi masyarakat Korea Nomor 7 menggelar aksi protes di dekat Kedutaan Besar Tiongkok di Seoul, di mana mereka mengadakan acara “Hari Pembasmian Komunis”. Ratusan peserta hadir dengan spanduk bertuliskan “CCP, Pergi!” serta teriakan menuntut agar Xi Jinping mundur dari jabatannya.

Menurut laporan Yonhap News, demonstrasi yang berlangsung di kawasan strategis dekat Myeongdong ini menarik perhatian banyak pihak, termasuk turis asal Tiongkok yang tampak tergesa-gesa meninggalkan lokasi demo.

Mantan juru bicara muda Partai Kekuatan Nasional, Kim Jung Chul, menuding bahwa pernyataan Presiden Yoon Suk-yeol mengenai pelanggaran kedaulatan seakan merujuk pada tindakan Tiongkok. 

“Orang-orang Tiongkok dapat merekam fasilitas Badan Intelijen Nasional, namun tidak dapat dijerat berdasarkan undang-undang spionase. Inilah sebabnya saya menyelenggarakan Hari Pembasmian Komunis,” ujarnya.

Situasi semakin memanas seiring dengan tuduhan bahwa Pemerintah Tiongkok telah mencampuri urusan dalam negeri Korea, terutama dalam konteks pemilu. Pada tanggal 9 Februari 2025, Kedutaan Besar Tiongkok di Korea sempat diminta memberikan klarifikasi terkait dugaan campur tangan Tiongkok dalam pemilu. Dalam pernyataannya, pihak kedutaan menegaskan bahwa rakyat Korea memiliki “cermin di dalam hati” untuk menilai situasi secara objektif, meskipun mengakui bahwa sentimen anti-komunis di Korea semakin meluas.

Rumor mengenai penangkapan agen rahasia Tiongkok di Institut Pelatihan Komite Pemilihan serta tuduhan kebocoran informasi rahasia—termasuk detail sistem pertahanan rudal THAAD—pun semakin memperkeruh situasi. Tuduhan bahwa beberapa individu yang mengaku sebagai mahasiswa internasional menggunakan drone untuk mengambil gambar fasilitas militer turut memicu kecaman keras dan menambah sentimen anti-Tiongkok di kalangan masyarakat Korea.

Mencari Jalan Tengah di Tengah Gejolak Global

Dengan meningkatnya ketegangan di berbagai belahan dunia, mulai dari upaya negosiasi damai antara Trump dan Putin dalam konflik Ukraina hingga aksi protes anti-komunis di Korea, dinamika geopolitik global kian menjadi kompleks. Langkah-langkah strategis dan dialog terbuka antar negara dinilai sebagai kunci untuk meredakan konflik yang telah menelan banyak korban jiwa serta mengurangi tekanan ekonomi dan militer yang dirasakan oleh banyak negara.

Perkembangan selanjutnya mengenai negosiasi damai di Ukraina dan dinamika politik di Korea akan terus dipantau secara seksama oleh masyarakat internasional, dengan harapan bahwa solusi damai yang adil dan berkelanjutan dapat segera terwujud demi stabilitas dan perdamaian global.

FOKUS DUNIA

NEWS