EtIndonesia. Presiden AS Donald Trump mengungkapkan sikap dan pernyataannya terhadap perang Rusia-Ukraina, yang mengejutkan Eropa yang selama ini terpengaruh oleh ideologi kiri. Di saat yang sama, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengumumkan bahwa Inggris telah siap mengirim pasukan ke Ukraina jika diperlukan untuk membantu memastikan keamanan Inggris dan Eropa. Pernyataan ini muncul pada saat yang krusial ketika AS dan Rusia sedang melakukan komunikasi aktif untuk mendorong penyelesaian konflik secara damai, sehingga rencana pengiriman pasukan Inggris ke Ukraina tampak sangat mencolok.
Di Tengah Upaya AS Memimpin Perundingan Perdamaian Rusia-Ukraina, Perdana Menteri Inggris Menyatakan Kesiapan Mengirim Pasukan
Perang Rusia-Ukraina telah berlangsung hampir tiga tahun dan membawa dampak buruk bagi kedua negara. Namun, dalam kebijakan baru Trump yang tegas, situasi di Ukraina mulai menunjukkan tanda-tanda menuju perdamaian. Pada 12 Februari, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Trump melakukan percakapan telepon selama hampir satu setengah jam, membahas berbagai isu, termasuk situasi di Ukraina serta hubungan ekonomi bilateral antara Rusia dan AS. Trump kemudian mengungkapkan di Gedung Putih bahwa dalam situasi perang yang telah menyebabkan banyak korban, Putin bersedia mengakhiri konflik secepat mungkin dan memasuki tahap perundingan damai.
Konferensi Keamanan Munich yang berfokus pada perang Ukraina berakhir pada 16 Februari, dan pertemuan darurat para pemimpin Eropa digelar pada 17 Februari. Malam sebelum pertemuan tersebut, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengumumkan bahwa sia “siap dan bersedia” mengirim pasukan Inggris ke Ukraina. Ini adalah pertama kalinya Inggris secara eksplisit menyatakan kemungkinan mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina.
Menurut laporan, Starmer akan menghadiri pertemuan darurat para pemimpin Eropa yang diselenggarakan di Paris pada 17 Februari. Pertemuan ini diusulkan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang merasa khawatir karena Eropa—termasuk Ukraina—telah dikesampingkan dalam perundingan AS-Rusia.
Dalam artikel yang ditulisnya untuk Daily Telegraph pada 16 Februari, Starmer menyatakan bahwa saat ini adalah momen yang sangat penting bagi keamanan kolektif di seluruh Eropa. Dia menegaskan bahwa perang Rusia-Ukraina tidak hanya berdampak pada keamanan Ukraina, tetapi juga menyangkut keberlangsungan Eropa secara keseluruhan.
Starmer menulis bahwa Inggris telah memainkan peran utama dalam mendukung Ukraina melawan Rusia. Dia menambahkan bahwa ini juga berarti bahwa Inggris siap berkontribusi dalam menjamin keamanan Ukraina, termasuk dengan mengirim pasukan jika diperlukan.
Starmer memperingatkan bahwa: “untuk keamanan kolektif di benua kita, kita sedang menghadapi momen yang sangat penting dalam sejarah… Ini bukan hanya tentang masa depan Ukraina, tetapi juga tentang eksistensi seluruh Eropa.”
Dalam artikelnya yang diterbitkan pada malam 16 Februari, Starmer menegaskan bahwa dukungan militer Inggris terhadap Ukraina bukan sekadar retorika. Dia juga menyadari tanggung jawab besar yang diemban dengan mengirimkan pasukan ke medan perang yang berbahaya. Namun, menurutnya, “peran apa pun dalam menjamin keamanan Ukraina juga akan berkontribusi terhadap keamanan Inggris dan Eropa.”
Sebagai anggota penting NATO, keterlibatan militer Inggris di Ukraina kemungkinan besar akan dianggap Rusia sebagai campur tangan langsung NATO. Sebelumnya, Rusia telah dengan tegas memperingatkan bahwa segala bentuk bantuan senjata atau pengerahan pasukan ke Ukraina akan menjadi target serangan yang sah.
Selain itu, di dalam negeri Inggris sendiri terdapat perbedaan pendapat mengenai konflik Rusia-Ukraina. Keputusan untuk mengirim pasukan ke Ukraina dapat memperburuk perpecahan politik di dalam negeri. Banyak pihak dalam komunitas internasional juga menganggap bahwa langkah Inggris ini justru semakin memperburuk konflik dan menghambat upaya perdamaian.
Starmer juga mengungkapkan bahwa dia akan bertemu dengan Presiden AS Donald Trump dalam beberapa hari ke depan dan menyatakan bahwa Inggris dapat memainkan peran unik dalam memastikan kerja sama erat antara Eropa dan AS.
Dia menegaskan bahwa,: “dukungan AS tetap sangat penting. Jaminan keamanan dari AS sangat menentukan bagi perdamaian jangka panjang, karena hanya AS yang dapat mencegah Putin melakukan serangan kembali.”
Setelah pertemuan darurat pemimpin Eropa, Starmer dijadwalkan mengunjungi Washington pada akhir Februari untuk bertemu dengan Trump dan mendiskusikan kesepakatan yang mungkin dicapai dalam pertemuan tersebut.
“Ingin Memicu Perang Dunia Ketiga”
Pada 2023, Menteri Pertahanan Inggris Grant Shapps pernah mengusulkan pengiriman pasukan ke Ukraina untuk melatih tentara Ukraina. Usulan ini memicu reaksi keras dari Rusia, dengan Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev menuduh Inggris berusaha memicu Perang Dunia Ketiga.
Secara geopolitik, Ukraina merupakan wilayah penyangga antara Rusia dan Eropa. Langkah Inggris mengirim pasukan dapat meningkatkan ketegangan militer NATO terhadap Rusia, sehingga Rusia mungkin akan meningkatkan kekuatan militernya di perbatasan. Hal ini bisa memicu perlombaan senjata baru di Eropa.
Pernyataan Starmer mengenai pengiriman pasukan juga memberi tekanan kepada negara-negara Eropa lainnya, terutama Jerman, yang masih ragu dalam isu ini. Para pemimpin negara seperti Jerman, Italia, Polandia, Spanyol, Belanda, Denmark, serta Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte diperkirakan akan menghadiri pertemuan di Paris.
Starmer menekankan bahwa dalam isu keamanan, Eropa dan AS harus terus bekerja sama secara erat, dan Inggris dapat memainkan peran unik dalam hal ini. Dia juga menyoroti bahwa dalam pertemuan Kelompok Kontak Pertahanan Ukraina baru-baru ini, untuk pertama kalinya negara di luar AS menjadi tuan rumah, yaitu Inggris.
Lord Dannatt, mantan Kepala Staf Angkatan Darat Inggris (2006-2009), mengatakan kepada BBC bahwa Inggris mungkin perlu mengerahkan hingga 40.000 tentara ke Ukraina untuk menjalankan misi penjaga perdamaian, tetapi jumlah ini belum dapat dikumpulkan. Dia juga menyatakan bahwa pasukan penjaga perdamaian idealnya harus terdiri dari sekitar 100.000 personel, dan Inggris akan menyumbang sebagian besar dari jumlah tersebut, meskipun ini sulit diwujudkan.
Starmer juga menekankan bahwa negara-negara Eropa harus meningkatkan anggaran pertahanan dan memainkan peran lebih besar di NATO. Saat ini, negara-negara NATO di luar AS telah meningkatkan anggaran pertahanan mereka hingga 20% dalam setahun terakhir, tetapi masih perlu ditingkatkan lebih lanjut.
Inggris berencana menaikkan anggaran pertahanan dari 2,3% menjadi 2,5% dari PDB, tetapi belum ada jadwal pasti untuk pencapaian target ini. Sementara itu, Trump meminta negara-negara NATO mengalokasikan 5% dari PDB mereka untuk pertahanan, sedangkan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte mengusulkan angka lebih dari 3%.
Zelensky Menolak Kesepakatan Trump Mengenai Sumber Daya Mineral Ukraina
Pada 15 Februari, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengonfirmasi bahwa Ukraina menolak menandatangani perjanjian pertukaran sumber daya mineral dengan AS. Proposal tersebut memberikan kendali atas 50% sumber daya mineral langka Ukraina kepada AS sebagai imbalan atas jaminan keamanan dari Washington. Zelenskyy menolak karena menganggap perjanjian ini tidak sesuai dengan kepentingan nasional Ukraina.
Sementara itu, Trump dan Putin telah menyepakati negosiasi untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina. Pejabat dari kedua negara dijadwalkan bertemu di Arab Saudi dalam waktu dekat untuk membahas proses perdamaian.
Menurut Bloomberg, pemerintahan Trump berharap Ukraina dan Rusia dapat mencapai kesepakatan gencatan senjata sebelum 20 April, bertepatan dengan perayaan Paskah. Namun, beberapa sumber memperkirakan bahwa gencatan senjata baru mungkin akan terjadi di akhir tahun ini, bukan sebelum Paskah.
Di sisi lain, menurut pejabat yang mengetahui situasi terkait, rencana anggaran pertahanan yang sedang dirancang oleh Eropa akan diumumkan setelah pemilu Jerman pada 23 Februari untuk menghindari kontroversi.
Menurut laporan Kyiv Independent, pertemuan darurat para pemimpin Eropa kemungkinan akan membahas pengiriman pasukan Eropa ke Ukraina.
Saat ini, komunitas internasional umumnya menaruh harapan pada Donald Trump untuk menyelesaikan perang Rusia-Ukraina melalui perundingan damai. Komunikasi yang berlangsung antara Amerika Serikat dan Rusia baru-baru ini juga memberikan secercah harapan bagi penyelesaian konflik secara damai. Namun, pernyataan Perdana Menteri Inggris pada saat yang sensitif ini dapat dianggap sebagai tindakan yang mengganggu proses perdamaian, berpotensi merusak citra dan reputasi Inggris di kancah internasional.(jhn/yn)