EtIndonesia. Baru-baru ini, Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB secara berturut-turut mengadakan pemungutan suara mengenai resolusi terkait perang Rusia-Ukraina. Pergeseran sikap Amerika Serikat dalam pemungutan suara ini telah menarik perhatian dunia. Dalam pemungutan suara tersebut, Amerika Serikat bergabung dengan Rusia dalam menolak resolusi yang diajukan oleh Ukraina dan negara-negara Eropa, sehingga memperlihatkan adanya keretakan antara AS dan sekutu Eropanya.
Majelis Umum PBB mendukung resolusi yang diusulkan oleh Ukraina dan negara-negara Eropa, yang mengecam tindakan agresi Rusia, menuntut penarikan pasukan Rusia secara segera, serta menegaskan kembali dukungan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina. Resolusi ini akhirnya disetujui dengan 93 suara mendukung, 18 suara menolak, dan 65 suara abstain. Negara-negara yang menolak termasuk Amerika Serikat, Rusia, Belarus, dan Korea Utara, sementara Tiongkok, India, Arab Saudi, dan Brasil memilih abstain.
Sikap AS yang menolak resolusi ini sangat bertolak belakang dengan dukungan kuatnya terhadap Ukraina dalam beberapa tahun terakhir, mencerminkan perubahan besar dalam kebijakan luar negeri Washington. AS beralasan bahwa bahasa yang digunakan dalam resolusi ini terlalu keras dan tidak membantu dalam mencapai solusi damai, sebuah sikap yang berbeda dari pendirian negara-negara Eropa.
Ketidaksepakatan AS-Eropa di Dewan Keamanan PBB
Sementara itu, di Dewan Keamanan PBB, Amerika Serikat memimpin pengajuan sebuah resolusi yang menyerukan penghentian segera konflik Rusia-Ukraina, namun resolusi ini tidak secara eksplisit menyebut Rusia sebagai agresor. Resolusi ini didukung oleh 10 negara, termasuk Tiongkok, Rusia, dan Amerika Serikat, sementara 5 negara lainnya memilih abstain, sehingga akhirnya berhasil disahkan.
Namun, dalam prosesnya, negara-negara Eropa mengusulkan beberapa amandemen, termasuk mengubah istilah “konflik Rusia-Ukraina” menjadi “agresi penuh Rusia terhadap Ukraina”, tetapi semua amandemen tersebut gagal disetujui. Amerika Serikat juga memilih abstain terhadap usulan-usulan revisi tersebut, semakin menegaskan perbedaan pendapatnya dengan negara-negara Eropa.
RUU Kontroversial: AS Berencana Keluar dari PBB pada 2025?
Di tengah perbedaan pendapat ini, sekelompok senator dari Partai Republik mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengejutkan dunia internasional. RUU tersebut berisi proposal agar Amerika Serikat keluar sepenuhnya dari PBB pada tahun 2025, menghentikan semua pendanaan untuk PBB dan lembaga-lembaga afiliasinya, serta melarang keterlibatan AS dalam perundingan internasional yang dipimpin oleh PBB.
Para pendukung RUU ini berpendapat bahwa “PBB telah menjadi wadah untuk menyerang kepentingan Amerika Serikat”. Mereka mengklaim bahwa dengan keluar dari PBB, Amerika dapat lebih baik melindungi kepentingan nasionalnya serta mempertahankan posisinya sebagai pemimpin global.
Namun, untuk bisa disahkan, RUU ini masih harus melewati persetujuan di DPR dan Senat, di mana Partai Demokrat dipastikan akan memberikan perlawanan keras. Hal ini membuat peluang lolosnya undang-undang ini sangat kecil.
Kebijakan Trump: Tinjauan Ulang Keanggotaan AS dalam Organisasi Internasional
Di sisi lain, Presiden AS, Donald Trump baru-baru ini menandatangani perintah eksekutif yang menginstruksikan Menteri Luar Negeri dan calon Duta Besar AS untuk PBB untuk meninjau kembali semua organisasi dan perjanjian internasional yang melibatkan Amerika Serikat.
Langkah ini dapat mengarah pada keluarnya AS dari ratusan organisasi internasional dan perjanjian global, yang semakin meningkatkan kekhawatiran di kalangan komunitas internasional bahwa Washington benar-benar sedang mempertimbangkan keluarnya dari sistem PBB secara keseluruhan.
Ketegangan di PBB: Masa Depan Perang Rusia-Ukraina Masih Penuh Ketidakpastian
Saat perang Rusia-Ukraina memasuki tahun ketiganya, perbedaan sikap antara berbagai negara di PBB semakin mencolok. Sementara Eropa terus menekan Rusia, Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Trump tampaknya mengambil pendekatan yang lebih pragmatis dan netral, dengan fokus pada negosiasi langsung dengan Rusia ketimbang mendukung Ukraina secara otomatis seperti sebelumnya.
Meski AS dan sekutu Eropanya kini menunjukkan perbedaan pandangan, perundingan damai antara Rusia dan Amerika Serikat tetap berjalan, dan nasib perang di Ukraina masih penuh dengan ketidakpastian.
Dengan potensi keluarnya AS dari PBB, perubahan kebijakan luar negeri Washington dapat mengguncang sistem geopolitik global, menimbulkan dampak besar bagi diplomasi internasional serta aliansi tradisional AS di dunia. (jhn/yn)