Elon Musk Tanda Tangani Dukungan Amerika Keluar dari NATO dan PBB, Bagaimana Tanggapan Trump?

EtIndonesia. Elon Musk, yang juga merupakan CEO Tesla dan SpaceX, serta pejabat tinggi dalam pemerintahan Trump, telah menghebohkan dunia politik Amerika Serikat dan menarik perhatian masyarakat internasional dengan seruanya agar Amerika Serikat keluar dari NATO dan PBB.

Musk Serukan AS Keluar dari NATO: Posisi Amerika Menjadi Sorotan

Pada Jumat lalu, Presiden Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menggelar pertemuan di Gedung Putih yang disebut sebagai “perundingan abad ini,” memicu kekhawatiran global tentang masa depan perang Rusia-Ukraina. Di tengah gejolak politik tersebut, pada Sabtu malam, Elon Musk secara terbuka membagikan sebuah unggahan di media sosial X (sebelumnya Twitter) yang mendukung Amerika Serikat keluar dari NATO dan PBB.

Seorang pengguna media sosial X menulis: “Sudah waktunya Amerika keluar dari NATO dan PBB,” yang kemudian mendapat tanggapan “setuju” dari Elon Musk pada malam 1 Maret.

Yang menarik, pemerintahan Trump sebelumnya telah mengindikasikan adanya peninjauan ulang hubungan dengan sekutu-sekutu tradisional, termasuk peran Amerika dalam NATO.

Newsweek melaporkan bahwa hubungan dekat antara Musk dan Trump bukanlah rahasia umum, dan dukungan Musk ini semakin memperdalam skeptisisme dalam pemerintahan mengenai nilai aliansi internasional. Selama ini, Trump juga kerap mempertanyakan relevansi NATO dan mendesak negara-negara anggota untuk meningkatkan anggaran pertahanan mereka.

Pada 2 Maret, Musk kembali membuat pernyataan di media sosial, menyindir para pemimpin Uni Eropa dan Zelenskyy yang menikmati “makan malam mewah, sementara para prajurit mati di parit.” Musk mempertanyakan berapa banyak orang tua yang kehilangan anak-anak mereka dan berapa banyak anak-anak yang tidak akan pernah bertemu kembali dengan ayah mereka.

Musk bukanlah satu-satunya yang mempertanyakan partisipasi Amerika dalam organisasi internasional. Senator Partai Republik dari Utah, Mike Lee, juga menulis di media sosial X: “Mari kita keluar dari NATO.”

Pada Februari, Mike Lee mengajukan Rancangan Undang-Undang “Undang-Undang Pemisahan Penuh dari PBB Tahun 2025”, yang berusaha mengakhiri keanggotaan Amerika Serikat dalam PBB dan menghentikan semua pendanaan untuk organisasi tersebut. 

Senator Marsha Blackburn dari Tennessee turut menjadi salah satu pengusul dalam Senat, dan beberapa anggota Partai Republik di Dewan Perwakilan Rakyat juga mendukung RUU tersebut dengan alasan bahwa PBB tidak lagi sejalan dengan kepentingan nasional Amerika.

Mike Lee secara konsisten mengkritik NATO, menekankan bahwa Amerika menghabiskan banyak sumber daya untuk mempertahankan Eropa tanpa mendapatkan imbalan yang sebanding, dan dia menyatakan bahwa saat ini adalah “waktu yang tepat” untuk meninggalkan NATO.

Mengapa Banyak Pihak Mempertanyakan Keberadaan NATO?

NATO saat ini memiliki 32 anggota, termasuk 30 negara di Eropa, serta Amerika Serikat dan Kanada. Salah satu prinsip utamanya, “Pasal 5” (serangan terhadap satu negara dianggap sebagai serangan terhadap semua), hanya pernah diaktifkan sekali, yakni setelah serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat.

Sejak awal masa jabatannya, Trump menekankan bahwa Amerika memberikan perlindungan kepada anggota NATO tanpa mendapatkan kompensasi yang setimpal. Trump mendesak negara-negara anggota untuk mengalokasikan 5% dari produk domestik bruto (PDB) mereka untuk pertahanan, jauh di atas target 2% saat ini. Saat ini, bahkan Amerika Serikat sendiri belum mencapai standar tersebut.

Pada 3 Maret 2025, Musk juga pernah membagikan unggahan miliarder David Sacks yang mempertanyakan relevansi NATO, dengan menyatakan: “Saya selalu bertanya-tanya mengapa NATO masih ada, padahal musuh utamanya, Pakta Warsawa, sudah lama bubar.”

Trump dan Ancaman Keluar dari NATO

Pada masa jabatan pertamanya, Trump sudah mendesak anggota NATO untuk meningkatkan anggaran militer mereka, menyoroti ketidakadilan beban biaya keamanan Eropa yang lebih banyak ditanggung Amerika. Bahkan, Trump sempat menyatakan niatnya untuk keluar dari NATO jika sekutu tidak memenuhi target belanja militer.

Pada sebuah wawancara televisi yang ditayangkan pada 8 Desember tahun lalu, Trump kembali menegaskan bahwa jika sekutu-sekutu Amerika tidak memenuhi standar anggaran pertahanan yang ditetapkan, Washington “secara absolut mungkin” akan keluar dari NATO.

Dampaknya Jika Amerika Serikat Keluar dari NATO: Mengubah Peta Keamanan Barat

Para analis menilai, jika Amerika Serikat benar-benar keluar dari NATO, hal ini akan mengubah lanskap keamanan Barat secara fundamental. Sejak Perang Dunia II, NATO telah menjadi pilar utama dalam menjaga stabilitas keamanan di Eropa dan sekitarnya. Tanpa kehadiran Amerika, negara-negara Eropa mungkin harus mencari alternatif baru untuk mempertahankan keamanan mereka, yang bisa menciptakan kekosongan kekuatan dan meningkatkan risiko konflik.

Secara internasional, langkah ini juga bisa memberikan keuntungan strategis bagi Rusia dan Tiongkok, yang selama ini menentang dominasi NATO. Pengaruh Amerika dalam kebijakan global juga bisa menurun, sementara sekutu-sekutu tradisionalnya mungkin akan mulai mempertimbangkan aliansi baru atau memperkuat kerjasama regional tanpa keterlibatan Amerika Serikat.

Keputusan untuk keluar dari NATO dan PBB bukan sekadar isu kebijakan luar negeri, tetapi juga mencerminkan perubahan mendasar dalam arah politik dan strategi internasional Amerika. Jika Trump melanjutkan agenda ini, maka dunia mungkin akan menyaksikan era baru dalam dinamika geopolitik global. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS