EpochTimesId – Baru-baru ini, seorang wanita di provinsi Guizhou bermaksud memutus hubungan dengan putranya. Anak remajanya sejak setahun terakhir acapkali melakukan pemukulan terhadap dirinya.
Wanita bermarga Li itu mengaku telah gagal dalam mendidik anak sendiri walau berprofesi sebagai seorang dosen di perguruan tinggi.
Media Tiongkok pada 12 Februari 2018 melaporkan bahwa Kantor Keamanan di Xihang, Kota Anshun pada 9 Februari siang kedatangan seorang wanita. Dia datang membawa serta anaknya. Dosen wanita itu meminta bantuan instansi tersebut untuk mengijinkan pemutusan hubungan orangtua dengan anak.
Wanita bermarga Li tersebut tampak emosional dan tiba-tiba berlutut di depan anaknya. Dia menangis setelah instansi itu menjelaskan bahwa mereka tidak berhak mengambil keputusan yang ia kehendaki.
“Lepaskan saja saya! Lepaskan saya!” Ujar wanita tersebut meminta pemahaman dari anaknya.
Rekaman gambar video memperlihatkan nyonya Li sedang berlutut di depan anaknya. Anak remaja itu kemudian bangkit dan berdiri dari kursi untuk pindah duduk ke tempat duduk di samping.
Wanita berusia 43 tahun ini merupakan seorang dosen yang mengajar di sebuah perguruan tinggi kota Anshun. Putranya bernama (samaran) Xiao Ming, sekarang berumur 15 tahun.
Siswa sebuah SMP di kota yang sama ini sejak tahun lalu sering melayangkan pukulan ke ibunyanya. Luka-luka bekas pukulannya masih bisa terlihat di bagian kepala dan lengan nyonya Li.
Xiao Ming pertama kali memukul ibunya pada saat ia berusia 14 tahun. Nyonya Li masih ingat, saat itu ia hendak membangunkan Xiao Ming yang sedang tidur di atas ranjangnya.
“Karena sudah berulang kali memanggilnya, maka Saya menepuk badannya secara ringan, dan dia langsung melompat dari tempat tidur dan memukul saya,” tutur nyonya Li. “Ia memukul kepala dan badan saya secara membabi buta.”
Kemudian, pemukulan kembali terjadi untuk kedua, ketiga kalinya. Sampai selama satu tahun, sedikitnya ada 4 atau 5 kali Xiao Ming memukuli ibunya.
Hampir setiap bulan ada saja selisih pendapat yang terjadi sehingga Xiao Ming memukuli ibunya. Meskipun itu hanya gara-gara masalah sepele, beberapa perabot rumah tangga yang baru dibeli, dirusak Xiao Ming. Daun pintu pun tak luput dari kerusakan akibat tendangannya.
Nyonya Li mengatakan, ia bercerai dengan suaminya ketika Xiao Ming masih berusia 1 tahun. Dia lalu membesarkannya seorang diri sampai Xiao Ming berusia 8 tahun.
Ketika itu ia mengajar di sekolah menengah di kampungnya. Tetapi, ia kemudian memilih untuk melanjutkan pendidikan di luar kota untuk menghindari cemooh orang kampung karena bercerai.
Dia juga ingin mencari suasana baru. Ia akhirnya menjadi mahasiswa pascasarjana.
Saat melanjutkan pendidikan itu, Xiao Ming dititipkan di rumah seorang bibi. Dan pada masa itulah ia berkenalan dengan seorang pria yang kemudian menjadi suami barunya.
Usai lulus pendidikan, ia mendapat pekerjaan sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi di kota Anshun. Setelah kehidupan mulai stabil, ia menjemput Xiao Ming dari rumah bibi untuk tinggal bersamanya di kota Anshun.
Tidak terduga, selama 6 tahun itu kejiwaan Xiao Ming berubah. Dia menjadi introfert dan kecanduan bermain game mobile.
Sang anak remaja bahkan hampir tidak mau menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan ibunya. Dia juga suka membangkang sang ibu.
Sedangkan nyonya Li selain harus bekerja, ia juga harus merawat suami dan sepasang anak kembar yang masih kecil. Sehingga merasa sangat letih.
Ketika anak tidak mau menuruti kemauan ibunya, nyonya Li sering mengeluh tentang kesulitan yang dialami dalam membesarkan dirinya. Tetapi hal itu justru memicu rasa antipati Xiao Ming.
Dia kesal karena selama 6 tahun sang ibu tidak menemaninya.
Xiao Ming mengatakan bahwa ia tidak ingin mendengarkan kata-kata yang diucapkan ibunya. Selama ini dia merasa ibunya terus menginjak-injak harga dirinya, sehingga membuatnya lepas kontrol.
Setelah dibujuk, akhirnya Xiao Ming mau mengaku salah dan berkata kepada ibunya, “Ibu, aku menyesal memukuli dirimu, aku salah. Dan aku sadar bahwa ibu pun tidak mudah. Aku berjanji tidak lagi memukuli ibu.”
Nyonya Li juga dengan linangan airmata mengatakan, “Nak, ibu mau (memaafkan), jika ada kepatuhan.”
Pertengkaran antara ibu dan anak ini memancing sejumlah komentar di internet. Di antaranya ada yang menulis, “Seorang anak yang sejak kecil tumbuh dalam lingkungan yang tanpa kasih sayang kedua orangtuanya. setelah besar akan menjadi seperti apa, itu tidak mengherankan. Apakah itu merupakan kesalahan si anak?”
“Anak memukul orangtua dengan alasan apapun dimasukkan sebagai perbuatan durhaka. Apalagi si anak sudah berusia 15 tahun, sudah memiliki kemampuan kognitif dan berpikir. Kepahitan hidup di masa kecil tidak dapat dijadikan alasan untuk berperilaku yang, binatang pun tidak akan melakukannya,” tulis netizen lainnya.
Anak ini termasuk yang suka membangkang, tapi kuncinya adalah bahwa dia belum mencapai usia dewasa. Dia membutuhkan komunikasi dan bimbingan dari orangtua.
Jika sang Anak bermasalah, tentu kedua orangtua perlu bertanggung jawab. Tetapi ada juga warganet yang menganggapnya sebagai kegagalan sistem pendidikan. (ET/Sinatra/waa)