Polandia  Umumkan Program Nuklir, Guncang Eropa

EtIndonesia. Ketegangan di Eropa semakin meningkat setelah Amerika Serikat dan Ukraina gagal menandatangani perjanjian terkait sumber daya mineral, yang memicu perselisihan antara kedua presiden. Salah satu dampak paling mencolok adalah semakin seringnya diskusi di antara negara-negara Eropa mengenai kemungkinan pengiriman pasukan ke Ukraina, peningkatan bantuan militer, serta penguatan pertahanan nasional masing-masing.

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, baru-baru ini mengatakan bahwa Rusia adalah “ancaman langsung bagi Prancis dan Eropa”. Dia bahkan mengusulkan gagasan untuk memasukkan negara-negara Eropa ke dalam “payung nuklir” Prancis. Namun, yang lebih mengejutkan, Polandia mengumumkan rencana untuk memperoleh senjata nuklir.

Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk, menyebut bahwa perubahan geopolitik Amerika Serikat, terutama setelah pernyataan Donald Trump yang meragukan hubungan aliansi AS dengan sekutunya, telah menempatkan Polandia dan Ukraina dalam “situasi yang semakin sulit”. Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa Polandia harus secara signifikan meningkatkan ukuran militernya, bahkan hingga mempertimbangkan “kesempatan terkait senjata nuklir”.

Polandia: Perluasan Militer dan Ambisi Nuklir

Pada 7 Maret waktu setempat, dalam pidato yang disampaikan di parlemen Polandia mengenai keamanan nasional, Tusk tidak secara eksplisit menyatakan rencana pembangunan persenjataan nuklir. Namun, dia menyampaikan bahwa “saatnya bagi kita untuk secara berani mengeksplorasi kemungkinan memperoleh senjata paling modern”, termasuk opsi persenjataan nuklir dan “senjata non-konvensional modern”.

Tusk menambahkan bahwa Pemerintah Polandia sedang dalam pembicaraan serius dengan Prancis—satu-satunya kekuatan nuklir di Eropa selain Inggris dan Rusia—mengenai kemungkinan memperluas perlindungan nuklir Prancis ke negara-negara Eropa lainnya. Sebelumnya, pada 5 Maret, Macron menyampaikan dalam pidato televisi bahwa jika Amerika Serikat tidak lagi mendukung Prancis, maka Prancis harus bersiap menghadapi tantangan sendiri. Dia juga menegaskan bahwa konflik Rusia-Ukraina telah berkembang menjadi “konflik global”, sehingga perlindungan nuklir Eropa perlu dipertimbangkan dalam skala yang lebih luas.

Polandia dan Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT)

Polandia adalah salah satu negara penandatangan Nuclear Nonproliferation Treaty (NPT), yang melarang negara mana pun di luar lima kekuatan nuklir yang telah diakui sebelum 1970 untuk memiliki senjata nuklir. Namun, beberapa negara seperti Israel, India, dan Pakistan yang tidak menandatangani perjanjian ini telah mengembangkan senjata nuklir. Korea Utara juga telah mengembangkan senjata nuklir setelah keluar dari perjanjian tersebut.

Dalam beberapa kesempatan, perdebatan mengenai apakah Polandia harus memiliki senjata nuklir kerap muncul di dalam negeri. Pada tahun 2022, mantan pemimpin partai berkuasa Polandia, Jarosław Kaczyński, pernah mengatakan bahwa “sebagai seorang warga negara”, dia ingin melihat Polandia memiliki senjata nuklir. Namun, dia juga menambahkan bahwa “sebagai seorang politisi yang bertanggung jawab”, dia menganggap gagasan tersebut tidak realistis.

Ancaman Nuklir Rusia dan Risiko Proliferasi Nuklir

Pejabat Rusia beberapa kali mengisyaratkan bahwa mereka mungkin akan menggunakan senjata nuklir dalam konflik dengan Ukraina, terutama jika negara-negara Barat semakin meningkatkan bantuan militer ke Ukraina. Meskipun demikian, hingga saat ini, berbagai eskalasi bantuan dari Barat belum memicu tindakan semacam itu dari Rusia.

Sebuah laporan dari Institut Hubungan Internasional Prancis tahun lalu memperingatkan bahwa konflik Rusia-Ukraina dapat meningkatkan risiko proliferasi nuklir. Laporan tersebut menyatakan bahwa “konflik ini menunjukkan bahwa negara-negara besar yang memiliki senjata nuklir dapat menggunakan kemampuan konvensional untuk menyerang lawan mereka, sekaligus menggunakan ancaman nuklir untuk mencegah campur tangan pihak ketiga”.

Laporan itu juga menyebutkan bahwa “konflik ini mengirimkan pesan bahwa senjata nuklir adalah jaminan utama bagi keamanan nasional”.

Sejarah Keahlian Nuklir Polandia

Sebagai mantan anggota Pakta Warsawa yang dipimpin Uni Soviet, Polandia kini menjadi salah satu kekuatan militer terbesar di Eropa Timur dan anggota NATO. Negara ini juga memiliki sejarah panjang dalam bidang keahlian nuklir. Marie Curie, ilmuwan asal Polandia yang kemudian menjadi warga negara Prancis, memenangkan Hadiah Nobel Fisika dan Kimia atas penemuannya di bidang radioaktivitas dan elemen radioaktif pada awal abad ke-20.

Selain itu, seorang ilmuwan Polandia bernama Stanisław Ulam memainkan peran penting dalam Manhattan Project, program rahasia Amerika Serikat selama Perang Dunia II yang mengembangkan bom atom pertama. Dia juga berkontribusi dalam pengembangan bom hidrogen setelahnya.

Pada era komunis, Polandia melatih banyak insinyur nuklir sebagai persiapan untuk proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir yang mendapat bantuan dari Uni Soviet. Meskipun proyek tersebut akhirnya tidak diselesaikan, Polandia tetap mempertahankan minat dalam energi nuklir. Tahun lalu, Pemerintah Polandia menyetujui rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir pertama di negara itu, bekerja sama dengan perusahaan AS, Westinghouse Electric Company.

Dinamika Keamanan Baru di Eropa

Dalam pidatonya, Tusk membahas perubahan besar dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat sejak berakhirnya Perang Dunia II. Ia menyebutkan bahwa keputusan Trump yang mengguncang pilar kebijakan luar negeri AS telah menciptakan tantangan keamanan baru bagi Polandia.

“Kita tidak bisa mengabaikan fakta ini,” kata Tusk. “Secara objektif, situasi Polandia hari ini—terutama situasi Ukraina—jauh lebih sulit dibanding beberapa bulan yang lalu. Kita harus menghadapi realitas ini.”

Namun, meskipun mengungkapkan kekhawatirannya, Tusk tidak secara langsung mengkritik Trump. Dia justru menegaskan bahwa menjaga hubungan yang “seerat mungkin dengan Amerika Serikat” tetap menjadi prioritas utama bagi Polandia.

Selain membahas nuklir, Tusk juga mengumumkan bahwa semua pria dewasa di Polandia akan menerima pelatihan militer dasar sebagai persiapan menghadapi kemungkinan perang. Dia berencana untuk meningkatkan jumlah personel militer, termasuk cadangan, menjadi sekitar 500.000 orang, lebih dari dua kali lipat kekuatan saat ini. Selain itu, Polandia akan meningkatkan anggaran pertahanannya hingga 5% dari PDB, menjadikannya salah satu negara dengan belanja militer tertinggi di Eropa.

Namun, Tusk menegaskan bahwa Polandia tidak akan mengirimkan tentaranya ke Ukraina “sebagai bagian dari pasukan khusus”. Ini tampaknya merupakan penolakan terhadap usulan Prancis yang menginginkan partisipasi pasukan Eropa dalam upaya keamanan pascakonflik jika AS berhasil menengahi kesepakatan damai.

Polandia saat ini adalah salah satu negara dengan anggaran pertahanan terbesar di Eropa. Pada tahun lalu, belanja militernya mencapai 4% dari PDB, dua kali lipat dari standar minimum NATO yang menetapkan 2% dari PDB.

Tusk mengakhiri pidatonya dengan pernyataan yang mencerminkan kekecewaannya terhadap ketergantungan Eropa terhadap AS:“Saya ingin mengulangi sebuah fakta yang terdengar tidak masuk akal tetapi memang benar: 500 juta orang Eropa kini harus meminta perlindungan dari 300 juta warga Amerika agar kita tidak diserang oleh 180 juta warga Rusia—padahal selama tiga tahun terakhir, Rusia bahkan tidak bisa menaklukkan 40 juta rakyat Ukraina.”Dia menambahkan bahwa meskipun Eropa memiliki kapasitas untuk membela diri, yang kurang adalah “keinginan untuk bertindak, ketidakpastian, dan dalam beberapa kasus, bahkan keberanian.” (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS