EtIndonesia. Pada tahun 1980-an, hiduplah seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun bernama Sam. Dia adalah anak bertubuh gemuk, dan karena penampilannya itu, dia kerap menjadi sasaran perundungan oleh teman-teman sekelasnya. Ibunya adalah salah satu orangtua murid yang sangat disukai oleh anak-anak di kelas, namun ketika ibunya tidak ada, anak-anak itu sering melontarkan kata-kata kejam yang mempermalukan Sam. Hal itu membuatnya sangat sedih dan terpuruk. Setiap kali liburan usai dan sekolah akan dimulai kembali, Sam selalu diliputi rasa murung.
Suatu hari, Sam mengikuti kegiatan wisata sehari ke sebuah kawasan konservasi alam. Ibunya turut menemaninya, namun sayangnya, anak-anak yang sering mengolok-oloknya juga ikut serta. Merasa tidak nyaman, Sam memisahkan diri dari keramaian dan masuk ke sebuah jalur kecil di hutan yang dia temukan secara tidak sengaja. Meskipun jalan setapak itu tertutup semak belukar, entah mengapa bagi Sam jalur itu tampak sangat jelas dan menarik. Dia pun terdorong untuk menyusurinya.
Di tengah jalur itu, dua batang pohon besar membentuk lengkungan alami layaknya pintu gerbang. Melewatinya, Sam menemukan dinding besar yang terbentuk dari semak-semak rapat menyerupai pagar tanaman raksasa. Dia tidak bisa melihat apa yang ada di baliknya. Namun, dia melihat sebuah celah sempit, cukup besar untuk tubuh anak-anak. Dari celah itulah, Sam mengintip ke dalam dan melihat sebuah dunia yang berbeda: hijau dan teduh, sangat kontras dengan cuaca panas di luar. Udara dari dalam terasa sejuk dan menyegarkan. Didorong rasa penasaran, Sam memutuskan untuk masuk.
Begitu dia berhasil menyelinap masuk, Sam merasakan tanah di bawah kakinya yang empuk dan lentur, berbeda dengan tanah berpasir keras di luar. Di hadapannya terbentang pemandangan terindah yang belum pernah dia lihat dalam hidupnya—langit berwarna biru seperti mutiara, rerumputan di tepi sungai yang berkilau hijau segar, dan sebuah aliran air kecil yang ditumbuhi pakis-pakis. Sebatang pohon raksasa yang tumbang membentang di atas sungai, seolah menjadi jembatan alami. Di kejauhan, berdiri tegak hutan berkilau warna perak, dan di tempat itu, segalanya terasa sunyi, damai, dan menakjubkan. Untuk pertama kalinya, Sam merasa benar-benar bahagia.
Namun satu tangannya masih berada di luar, menggenggam semak-semak di sisi jalan. Satu kakinya pun masih berpijak di tanah keras. Di satu sisi, dia ingin terus masuk dan menyusuri jembatan kayu itu. Dia bisa merasakan bahwa dunia ini berbeda dari segalanya yang pernah dia kenal, bahkan udaranya pun terasa sejuk dan lembap. Tapi di sisi lain, wajah ibunya muncul di pikirannya. Dia tidak tega meninggalkan sang ibu, seorang wanita yang selama ini telah berjuang keras untuknya. Dalam hatinya, Sam berpikir: “Aku bisa membawa Ibu ke sini nanti.”
Namun, hampir bersamaan dengan munculnya pikiran itu, celah di semak pagar tersebut tiba-tiba mulai menutup, ranting-rantingnya menekan punggung dan perutnya. Dalam kondisi terjepit, Sam berjuang sekuat tenaga dan berhasil menarik dirinya keluar. Proses itu merobek kausnya dan meninggalkan luka berdarah di lengannya, tercabik oleh ranting-ranting tajam.
Dengan napas tersengal, Sam menyusuri jalur kecil kembali ke jalan utama. Diam-diam, dia menarik tangan ibunya dan membawanya ke jalur itu, berharap bisa menunjukkan keajaiban yang baru saja dia alami. Mereka melewati semak belukar dan pepohonan rapat hingga tiba di dua batang pohon besar yang tadi membentuk gerbang lengkung. Namun, kali ini tempat itu terlihat berbeda—ditutupi sarang laba-laba, penuh debu dan tampak tua serta suram, tak seperti tadi. Sam tidak bisa melewatinya lagi.
Dia mencoba menunjukkan kepada ibunya arah di mana pagar tanaman raksasa itu seharusnya berada. Tapi saat dia menunjuk dan melihat kembali ke sana, yang tampak hanyalah pepohonan dan semak-semak biasa. Tidak ada jejak pagar tanaman atau celah ajaib yang baru saja dia lewati. Sam tertegun. Ibunya mencoba menghiburnya dengan berkata: “Mungkin, tempat itu memang hanya ingin menunjukkan dirinya padamu, Nak.”
Meski dunia di balik pagar tanaman itu telah menghilang, luka di lengannya dan baju yang robek menjadi bukti nyata dari apa yang baru saja dialaminya. Dalam hati kecilnya, Sam tahu bahwa semua itu benar-benar terjadi.Mungkin, itu adalah kesempatannya untuk masuk ke dunia lain—sebuah negeri ajaib. Tapi dia telah memilih untuk kembali.(jhn/yn)