EtIndonesia. Meskipun Amerika Serikat baru saja mengumumkan penundaan penerapan tarif balasan selama 90 hari, berbagai negara tetap merasa terdesak dan kini berlomba-lomba untuk menjalin negosiasi dagang dengan Washington.
Komisaris Urusan Ekonomi Uni Eropa, Valdis Dombrovskis, menyatakan pada Jumat (11 April): “Kami bersedia bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk menemukan solusi yang konstruktif.”
Uni Eropa berharap dapat mencapai kesepakatan dagang yang bisa diterima kedua belah pihak. Pada hari yang sama, para menteri keuangan Uni Eropa berkumpul untuk merumuskan strategi memanfaatkan jendela waktu 90 hari ini secara maksimal. Namun di saat yang sama, mereka juga bersiap untuk menghadapi skenario terburuk jika kesepakatan gagal dicapai, demi melindungi kepentingan ekonomi Uni Eropa.
Presiden Bank Sentral Eropa, Christine Lagarde, menegaskan: “ECB memantau situasi dengan seksama dan siap menggunakan seluruh instrumen yang dimilikinya. Kami telah membangun cukup banyak instrumen di masa lalu untuk menjamin stabilitas harga—dan tentu saja, stabilitas keuangan, karena keduanya tidak bisa dipisahkan.”
Sementara itu di Asia Tenggara, rencana AS untuk mengenakan tarif antara 30% hingga 50% terhadap negara-negara seperti Vietnam, Myanmar, Thailand, dan Indonesia diperkirakan akan memicu lonjakan besar dalam volume pengiriman kargo lintas Pasifik selama 90 hari ke depan. Para pembeli AS diyakini akan berlomba-lomba menempatkan pesanan dalam jumlah besar ke negara-negara tersebut sebelum tarif balasan diberlakukan.
Terkait negosiasi tarif, Vietnam berharap dapat menurunkan tarif yang sebelumnya diumumkan sebesar 46% pada 2 April menjadi antara 22% hingga 28%, atau bahkan lebih rendah lagi.
Reuters melaporkan pada Kamis (10 April), berdasarkan bocoran dokumen internal pemerintah, Vietnam berencana memperketat pengawasan terhadap arus barang asal Tiongkok yang transit melalui wilayahnya dan kemudian diekspor ke AS dengan label “Made in Vietnam.” Praktik ini bertujuan untuk menghindari tarif tinggi dari AS—sebuah strategi yang dikhawatirkan oleh pemerintahan Trump.
Penasehat Perdagangan Gedung Putih, Peter Navarro, sebelumnya telah menegaskan bahwa Partai Komunis Tiongkok berusaha memanfaatkan Vietnam sebagai jalur transit untuk menghindari tarif dengan “mencuci asal” produk-produk mereka.
Tak hanya itu, Vietnam juga memperketat kontrol terhadap aliran barang sensitif dari AS ke Tiongkok—terutama yang termasuk dalam kategori produk ganda sipil-militer seperti semikonduktor.
India pun tak ingin tertinggal. Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar, menyatakan pada Jumat bahwa tim perunding dagang India telah siap untuk mempercepat proses negosiasi dengan Washington.
Peter Navarro menambahkan bahwa saat ini, sudah ada setidaknya 90 negara yang menyatakan keinginan untuk bernegosiasi dengan pemerintahan Trump.
“Kami telah memulai apa yang bisa disebut sebagai rencana negosiasi yang sempurna. India, Australia, Inggris, Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan—semuanya sudah datang,” ujar Navarro.
Pada Jumat, AS secara resmi memulai putaran awal negosiasi tarif bersama perwakilan dari Taiwan dan Israel. (Jhon)
Sumber : NTDTV.com