Segala Sesuatu Mengandung Spiritual, Bahkan Partikel Mikro Memiliki Kesadaran  ?

EtIndonesia. Pernahkah Anda mendengar tentang partikel yang terpisah jauh secara fisik, namun bisa saling mengetahui keadaan masing-masing dalam sekejap? Ketika sesuatu bergerak di satu tempat, partikel yang jauh di tempat lain langsung “mengetahuinya” tanpa ada jeda waktu. Ini adalah fenomena yang dikenal dalam fisika sebagai “keterikatan kuantum”—dan itu seakan-akan menunjukkan bahwa partikel-partikel itu memiliki semacam hubungan tersembunyi yang melampaui ruang dan waktu. Menariknya, hal ini sangat mirip dengan cara kerja kesadaran manusia.

Kesadaran: Realitas yang Tak Bisa Diukur, Tapi Jelas Ada

Salah satu kesulitan terbesar dalam penelitian ilmiah modern adalah memahami kesadaran. Kesadaran tidak bisa diukur menggunakan parameter fisik seperti waktu, ruang, massa, atau energi. Namun kita semua tahu—selama kita sadar—bahwa kesadaran itu nyata.

Beberapa disiplin ilmu telah berupaya mendalami kesadaran melalui studi neurologi dan otak. Memang, ilmu saraf telah banyak mengungkap fungsi-fungsi otak, tapi hakikat dari kesadaran itu sendiri tetap menjadi misteri. Para ilmuwan menyebut ini sebagai “the hard problem of consciousness”—masalah tersulit dari kesadaran.

Masalah ini menyangkut pertanyaan eksistensial: Mengapa kita bisa merasakan warna, aroma, rasa, cahaya, suara, dan emosi? Bagaimana bisa muncul persepsi dan nilai-nilai subjektif dari sekadar reaksi kimia di dalam otak?

Apakah Kesadaran Timbul dari Materi? Atau Semesta Memang Penuh Kesadaran?

Sejak zaman Descartes, dunia Barat berpandangan bahwa materi melahirkan kesadaran—yakni kesadaran hanyalah produk sampingan dari kerja otak. Ini adalah pandangan materialisme. Namun, belakangan ini, pandangan ini menghadapi tantangan yang sangat besar, bahkan di kalangan ilmuwan sendiri.

Beberapa alasan utamanya:

  1. Sulit dipercaya bahwa materi tak sadar bisa menghasilkan kesadaran. Jika tidak ada unsur non-fisik dalam materi, bagaimana mungkin kesadaran bisa “tiba-tiba muncul”? Pandangan materialisme justru menafikan kemungkinan keajaiban, padahal kemunculan kesadaran dari materi tanpa kesadaran nyaris seperti keajaiban itu sendiri.
  2. Ilmu saraf telah mengungkap banyak tentang cara kerja otak, tapi tetap belum mampu menjelaskan bagaimana pengalaman sadar itu bisa terjadi. Banyak ilmuwan mulai meragukan bahwa materialisme bisa menyelesaikan “masalah kesadaran.”
  3. Dalam mekanika kuantum, muncul “paradoks pengukuran.” Dalam teori ini, sebelum sesuatu diamati, keberadaannya hanyalah gelombang kemungkinan (probabilitas). Baru saat diamati, gelombang ini “kolaps” menjadi realitas yang pasti. Nah, siapa atau apa yang menyebabkan kolaps ini terjadi?

Jika kesadaran hanya berasal dari materi, maka otak kita sendiri—yang juga terdiri dari partikel-partikel probabilistik—seharusnya tidak bisa “mengamati” apapun secara nyata. Maka muncul pertanyaan: Bukankah dibutuhkan kesadaran yang berada di luar sistem fisik ini?

Adakah Pengamat dengan Kesadaran di Luar Alam Semesta?

Inilah yang disebut dalam fisika sebagai “paradoks pengukuran kuantum.” Banyak solusi telah diajukan, namun pada akhirnya semuanya tak bisa mengabaikan peran kesadaran. Bahkan Eugene Wigner, peraih Nobel Fisika, menyatakan bahwa kesadaran adalah akar dari persoalan pengukuran kuantum.

Meskipun fisika kuantum mengakui pentingnya kesadaran, namun dia sendiri belum mampu menjelaskan asal usulnya. Kesadaran telah menjadi bayangan yang menghantui fisika sejak awal kemunculan teori kuantum, tapi para fisikawan selama ini berusaha menghindar dari pertanyaan ini karena terlalu pelik dan “di luar jangkauan sains eksak.”

Kesadaran Mungkin Adalah Sifat Dasar Alam Semesta

Karena ilmu eksakta tidak mampu menjelaskan kesadaran sebagai fenomena “produk materi,” maka banyak ahli di bidang filsafat, fisika, neurologi, dan psikologi mulai berpikir ulang. Semakin banyak ilmuwan kini percaya bahwa kesadaran mungkin merupakan properti dasar alam semesta, seperti halnya ruang, waktu, dan energi.

Gagasan ini sangat mirip dengan konsep dalam Buddhisme, yaitu “segala sesuatu memiliki sifat kebuddhaan” atau spiritualitas.

Partikel Mikro dengan “Kesadaran”? Bukti dari Keterikatan Kuantum

Fenomena seperti keterikatan kuantum (quantum entanglement) memberikan dukungan kuat terhadap gagasan bahwa partikel-partikel mikro memiliki semacam kesadaran atau kemampuan merespons. Ini memperkuat argumen bahwa kesadaran adalah sifat bawaan materi, bukan sesuatu yang muncul tiba-tiba dari kompleksitas biologis.

Karena itu, semakin banyak ilmuwan Barat kini mulai berpaling dari pandangan dunia materialis, dan menengok ke arah filsafat Timur—khususnya ajaran yang melihat semesta sebagai entitas hidup yang sadar.

Memahami Dunia dengan Cara Baru

Jika kita menerima bahwa kesadaran adalah sifat dasar dari segala sesuatu, maka kita juga bisa mulai memahami banyak fenomena yang selama ini tidak bisa dijelaskan oleh sains materialistik: seperti air yang bisa “merasakan,” penyembuhan lewat doa, kekuatan mantra, telepati antar saudara kembar atau pasangan, efek tanaman terhadap emosi manusia (efek Baxter), hingga konsep reinkarnasi dan karma.

Pandangan Buddhis bahwa “segala sesuatu memiliki sifat kebuddhaan” mungkin bukan sekadar keyakinan spiritual, melainkan hasil dari pengamatan mendalam atas struktur kesadaran di alam semesta. Kesadaran diyakini melampaui ruang-waktu empat dimensi yang bisa kita lihat. Jika mata manusia bisa menembus realitas mikroskopis, mungkin kesadaran akan tampak seperti bagian dari struktur semesta itu sendiri.

Era Baru: Ketika Ilmu dan Spiritualitas Bertemu

Kini, semakin banyak orang meyakini bahwa kita sedang berada di ambang lahirnya paradigma ilmiah baru—di mana ilmu pengetahuan dan spiritualitas akan saling menyatu, dan batas-batas kaku antara sains dan agama akan menghilang.

Mungkin ini adalah awal dari era pencerahan baru, ketika manusia mulai benar-benar memahami bahwa kesadaran bukanlah produk dari materi, melainkan jantung dari seluruh alam semesta itu sendiri.(jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS