Paus yang sebelumnya dikenal dengan nama Jorge Mario Bergoglio dan pernah menjabat sebagai kardinal di negara asalnya, Argentina, selama bertahun-tahun, meninggal dunia.
ETIndonesia. Paus Fransiskus, pemimpin pertama Gereja Katolik Roma yang berasal dari Amerika Latin, meninggal dunia pada usia 88 tahun pada Senin (21/4/2025). Vatikan mengumumkan kabar duka ini pada Senin melalui sebuah pernyataan video.
Uskup Roma, Wakil Kristus, Penerus Pangeran Para Rasul, dan Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik meninggalkan gereja global dengan 1,3 miliar umat dan warisan yang berusaha menginspirasi reformasi sosial dan politik, baik di dalam maupun di luar gereja, yang berakar pada penafsiran ajarannya tentang belas kasih sebagaimana diajarkan oleh Yesus Kristus.
Namun, reformasi tersebut—terutama yang berkaitan dengan toleransi dan kepedulian terhadap lingkungan, imigran ilegal, dan komunitas LGBT—tidak lepas dari kontroversi dan penolakan dari kalangan konservatif.
Sebelum Menjadi Paus
Fransiskus, yang saat itu bernama Jorge Mario Bergoglio, ditahbiskan sebagai imam pada 13 Desember 1969 dan mendedikasikan lebih dari 50 tahun hidupnya untuk kehidupan religius. Ia ditunjuk sebagai uskup auksilier Buenos Aires pada tahun 1992 dan kemudian diangkat menjadi Uskup Agung pada 28 Februari 1998. Ia diangkat menjadi Kardinal pada 2001 dan berpartisipasi dalam konklaf pemilihan Paus Benediktus XVI pada 2005.
Namun, jalan panggilannya dimulai pada 21 September 1953, ketika keinginan tiba-tiba untuk mengaku dosa dalam perjalanan menuju sebuah pesta membangkitkan dalam diri Bergoglio yang saat itu berusia 17 tahun hasrat untuk menjadi seorang imam.
“Setelah pengakuan dosa, saya merasa ada sesuatu yang berubah,” kenangnya pada 2013. “Saya tidak sama lagi. Saya seperti mendengar sebuah suara, sebuah panggilan: saya yakin bahwa saya harus menjadi seorang imam. Pengalaman iman ini penting. Kita mengatakan bahwa kita harus mencari Tuhan, pergi kepada-Nya untuk memohon pengampunan, tetapi ketika kita pergi, Dia telah menunggu kita terlebih dahulu! … Kamu datang sebagai pendosa, tapi Dia menunggu untuk mengampuni.”
Ia masuk Novisiat Serikat Yesus (Jesuit) pada 11 Maret 1958, setelah sebelumnya menderita pneumonia berat pada tahun sebelumnya yang menyebabkan sebagian paru-paru kanannya harus diangkat.
Ia mengikrarkan kaul kekalnya sebagai Jesuit pada 1973 dan menjabat sebagai pemimpin Provinsi Jesuit Argentina dan Uruguay hingga 1979. Paus Fransiskus I, yang sebelumnya dikenal sebagai Kardinal Jorge Mario Bergoglio, Uskup Agung Buenos Aires, Argentina, wafat pada Senin pagi, 21 April, pukul 07.35. Ia berusia 88 tahun.
Fransiskus yang sejak muda menderita penyakit paru-paru kronis dan telah kehilangan sebagian paru-parunya, sempat dirawat di rumah sakit pada Februari lalu karena krisis pernapasan yang berkembang menjadi pneumonia ganda. Ia menghabiskan 38 hari di rumah sakit—masa rawat inap terlama selama 12 tahun masa kepausannya.
Pada masa itu, ia juga menghadapi penculikan dua imam Jesuit, Pastor Ferenc Jalics dan Orlando Yorio, oleh junta militer selama masa “Perang Kotor” di Argentina.
“Di lingkungan tempat mereka bekerja, ada sel gerilya. Tapi dua Jesuit ini tidak ada hubungannya: mereka adalah gembala, bukan politisi,” kata Paus kepada para Jesuit Hungaria di Budapest pada 2023. “Mereka tidak bersalah saat ditangkap. Militer tidak menemukan tuduhan apapun tapi mereka harus menghabiskan sembilan bulan di penjara, menderita ancaman dan penyiksaan. Mereka kemudian dibebaskan, tapi hal-hal seperti itu meninggalkan luka yang dalam.”
Bergoglio kemudian menjabat sebagai rektor dan dosen teologi di Colegio Maximo, Argentina, hingga 1985, sebelum melanjutkan ke Jerman untuk menyelesaikan disertasi doktoralnya.
Ia terinspirasi dari kisah Santo Matius, pemungut cukai dan pendosa publik yang dipanggil Yesus menjadi rasul.
“Itu adalah perjuangan antara belas kasih dan dosa,” katanya dalam homili tahun 2017. “Tapi bagaimana cinta Yesus masuk ke dalam hati orang itu? Apa pintu masuknya? Karena dia tahu bahwa dia adalah seorang pendosa: dia tahu. Syarat pertama untuk diselamatkan adalah merasa dalam bahaya; syarat pertama untuk disembuhkan adalah merasa sakit.
“Merasa diri sebagai pendosa adalah syarat pertama untuk menerima tatapan penuh belas kasih itu.”
Bergoglio Menjadi Fransiskus
Kepausannya dimulai pada 13 Maret 2013 dan mencetak banyak hal pertama selain dari nama yang diambilnya. Ia adalah paus pertama dari Serikat Yesus (Jesuit), paus pertama dari Belahan Barat, paus pertama yang berbicara di KTT G7, dan paus pertama yang mendedikasikan satu ensiklik secara penuh pada iman dan perubahan iklim.
Ia langsung dipuji sebagai sosok rendah hati, menampakkan diri untuk pertama kalinya dalam jubah putih sederhana alih-alih jubah mewah seperti para pendahulunya, dan segera menunjukkan belas kasih yang menginspirasi dirinya.
Pada Paskah pertamanya, ia mengubah ritual Kamis Putih dengan membasuh dan mencium kaki 12 narapidana (termasuk beberapa Muslim), menggantikan tradisi membasuh kaki 12 imam yang melambangkan para Rasul.
Tahun berikutnya, ia memimpin pernikahan beberapa pasangan yang sebelumnya hidup bersama dan memiliki anak di luar nikah—kesempatan yang menurut salah satu mempelai perempuan, tidak pernah ia bayangkan bisa didapat.
Ia mengkanonisasi hampir 1.000 orang kudus, termasuk 813 Martir Otranto—nelayan, petani, pengrajin, dan gembala yang dipenggal oleh Kesultanan Ottoman pada 1480 karena menolak pindah agama ke Islam.
Ia juga mengkanonisasi Paus Yohanes XXIII, Paus Paulus VI, Paus Yohanes Paulus II, serta Santo Junipero Serra, seorang frater Fransiskan yang disebut “Rasul California,” pendiri sembilan misi Katolik di California.
Secara politik, ia sangat aktif, berbicara dalam Uni Eropa, Forum Ekonomi Dunia, KTT G7 dan G20, membahas isu imigrasi, lingkungan, kecerdasan buatan, bahkan menjadi penengah diplomatik antara AS dan Kuba.
Ia menyerukan aksi segera terkait perubahan iklim dan mendesak negara-negara Barat untuk melindungi imigran ilegal, sembari mengkritik kebijakan perbatasan tertutup dari pemerintahan Trump.
Kepemimpinannya berakhir di tengah Tahun Yubileum Pengharapan, yang ia harapkan menjadi tahun yang ditandai oleh berakhirnya konflik global, pemulihan wilayah perang secara damai, penyembuhan penyakit, dan pengampunan utang.
Perselisihan
Namun, masa kepausan Fransiskus tidak lepas dari kontroversi, bahkan lahir dari situasi kontroversial—ia menjadi paus setelah pendahulunya, Paus Benediktus XVI, mengundurkan diri pada 2013, sesuatu yang baru terjadi tiga kali sepanjang sejarah Gereja Katolik, dan pertama kalinya dalam lebih dari 600 tahun.
Beberapa ajarannya tentang belas kasih—terutama suratnya terkait pemberkatan pasangan sesama jenis, kritik terhadap kapitalisme, dan pembelaannya terhadap imigran ilegal—menyulut kemarahan kalangan konservatif, khususnya di Amerika Serikat. Sebagian bahkan menuduhnya sebagai seorang Marxis.
Fransiskus menanggapi tuduhan itu dalam sebuah wawancara: “Jika saya melihat Injil hanya dari sudut sosiologis, ya, saya adalah seorang komunis, dan begitu pula Yesus. Di balik Sabda Bahagia dan Matius 25, terdapat pesan Yesus sendiri—dan itulah kekristenan. Komunis telah mencuri sebagian nilai-nilai Kristen kita.”
Ia juga mempertahankan toleransi terhadap agama dan praktik lain yang bertentangan dengan ajaran gereja, menimbulkan kekhawatiran di kalangan umat Katolik bahwa ia condong pada relativisme moral.
Berbicara kepada imam, biarawan-biarawati, dan pemimpin awam di Indonesia pada September 2024, ia mengatakan, “Memberitakan Injil tidak berarti memaksakan iman kita atau menentangnya dengan iman orang lain, tetapi memberi dan membagikan sukacita perjumpaan dengan Kristus dengan rasa hormat dan kasih persaudaraan kepada semua orang.”
Fransiskus juga menandatangani perjanjian dengan Partai Komunis Tiongkok yang memberikan pengaruh dalam pengangkatan Uskup di Tiongkok —berbeda jauh dengan Paus Yohanes Paulus II yang menjadikan gereja sebagai senjata melawan komunisme ateis di Eropa.
Ia juga menyelidiki beberapa uskup konservatif AS yang menentangnya, termasuk memberhentikan Uskup Joseph Strickland dari Keuskupan Tyler, Texas pada 2023 tanpa alasan resmi dari Vatikan.
Selain itu, penekanannya pada dialog membatasi penggunaan Misa Latin Tradisional dan menyindir gerakan konservatif muda sebagai bentuk “kemunduran.”
Namun, ia juga tetap mempertahankan ajaran gereja yang tidak berubah: pentingnya sakramen, pernikahan hanya antara pria dan wanita, imamat hanya untuk laki-laki, serta kewajiban umat Katolik untuk pro-kehidupan.
Salah satu pesan terakhirnya adalah surat peringatan 20 tahun Fakultas Teologi Triveneto, Italia, yang mengajak para pendidik menanamkan pemahaman iman sambil terbuka terhadap zaman.
“Saya mendorong seluruh keluarga akademik untuk terus bekerja sama dengan misi Gereja, menyebarkan pesan Kristus di dunia, setia pada tradisi yang asli, namun terbuka membaca tanda-tanda zaman,” katanya pada 28 Januari. “Ini berarti dengan berani menghadapi tantangan baru untuk secara efektif membawa kebenaran Injil kepada manusia masa kini.”
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya
Dalam beberapa hari ke depan, Kardinal Camerlengo—kepala staf kepausan—akan memanggil lebih dari 100 kardinal dari seluruh dunia untuk berkumpul di Vatikan dan memilih paus baru.
Dalam isolasi penuh dari dunia luar, mereka akan berdoa, berdiskusi, dan melakukan pemungutan suara rahasia. Pemilihan ini membutuhkan suara mayoritas 2/3 dan dapat memakan waktu beberapa hari, dengan hingga empat kali pemungutan suara per hari. Surat suara akan dibakar setelah setiap pemungutan suara—asap hitam berarti belum ada keputusan, asap putih menandakan telah terpilih.
Setelah kandidat yang terpilih menerima jabatan, kabar akan diumumkan: “Habemus Papam” (Kita memiliki Paus).
Reuters berkontribusi dalam laporan ini.