Trump Desak Rusia-Ukraina Capai Perdamaian Minggu Ini — Ukraina Harus Merespons

EtIndonesia. Presiden Rusia, Vladimir Putin telah secara sepihak mengumumkan gencatan senjata 30 jam dalam rangka Paskah. Namun, meski ada deklarasi itu, kedua pihak—Rusia dan Ukraina—masih saling menuduh dan terus saling menyerang. Sejumlah tanda menunjukkan bahwa proses perdamaian telah memasuki momen yang menentukan.

Trump Keluarkan Ultimatum: Ukraina Harus Tanggapi Usulan Damai, Termasuk Tolak NATO

Menurut laporan The Wall Street Journal, pemerintahan Trump telah menyampaikan sebuah proposal rahasia kepada Ukraina, yang bertujuan mengakhiri perang Rusia-Ukraina. Proposal ini mencakup:

  • Kemungkinan pengakuan resmi AS atas Krimea sebagai bagian dari Rusia,
  • Larangan keanggotaan Ukraina dalam NATO.

Proposal tersebut telah disampaikan pada 17 April di Paris oleh pejabat tinggi pemerintahan Trump kepada delegasi Ukraina. Rencana ini juga telah dibagikan kepada pejabat Eropa, sebagai bagian dari langkah-langkah menuju gencatan senjata dan pembicaraan damai akhir.

Namun, pihak Ukraina menyatakan keberatan terhadap beberapa poin dalam proposal, terutama karena Ukraina tidak bersedia mengakui wilayah berbahasa Rusia sebagai milik Rusia.

Pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengonfirmasi bahwa AS tidak memaksa Ukraina untuk menerima semua isi proposal, melainkan menyodorkan daftar opsi untuk dibahas dan diberi umpan balik.

Gedung Putih kini menunggu respons resmi dari Kyiv, yang diharapkan akan disampaikan dalam pertemuan tiga pihak AS-Ukraina-Uni Eropa di London akhir pekan ini. Jika ketiga pihak sepakat, rencana itu akan diteruskan ke Moskow.

Trump Ajak Rusia-Ukraina Berdamai di Hari Paskah: “Kita Bisa Berbisnis Besar”

Pada Hari Raya Paskah, 20 April, Presiden Trump menulis di platform media sosial Truth Social: “Saya berharap Rusia dan Ukraina mencapai kesepakatan minggu ini untuk mengakhiri konflik. Setelah itu, kedua pihak bisa memulai kerja sama bisnis besar dengan Amerika Serikat yang sedang berkembang pesat—dan menghasilkan kekayaan luar biasa!”

Sebagai bagian dari tekanan diplomatik, Menteri Luar Negeri AS Rubio menyatakan pada 18 April bahwa jika tidak ada kemajuan dalam beberapa minggu ke depan, AS mungkin akan menghentikan upaya mediasi.

Trump sendiri menghindari menyalahkan Putin atau Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam pernyataan publiknya. Namun, dia menegaskan bahwa kedua belah pihak harus menunjukkan kemajuan:

“Jika salah satu pihak terus menghambat, kami akan berkata: ‘Kalian terlalu bodoh, kalian mengerikan!’ dan kami akan berhenti mencoba. Tapi kami berharap itu tidak perlu terjadi,” kata Trump.

Peringatan dari AS: Waktu Negosiasi Sangat Terbatas

Sebelum meninggalkan Paris, Rubio menyatakan kepada media: “Jika kita tidak dapat mengakhiri perang ini dalam waktu dekat, kita harus mencari jalan lain.”

Menurutnya, waktu yang tersisa hanyalah beberapa hari untuk menentukan apakah kesepakatan masih mungkin dicapai. Dia juga menambahkan bahwa kesabaran Presiden Trump terhadap negosiasi ini sudah hampir habis.

Rubio menegaskan: “Para pengungsi Ukraina harus kembali ke negara mereka. Mereka harus menyerahkan keputusan ini kepada presiden mereka dan mempertimbangkan posisi mereka terhadap seluruh proses ini.”

Negosiasi AS-Ukraina di Paris: Friksi Tetap Kuat

Pada 18 April, Rubio, utusan Trump untuk Ukraina Vitkov, dan pensiunan Letjen AS Kellogg bertemu dengan para pejabat senior Ukraina di Paris, termasuk:

  • Kepala Staf Kepresidenan Andriy Yermak
  • Menteri Pertahanan Rustem Umerov
  • Wakil Menlu Andrii Sybiha

Delegasi ini dijadwalkan hadir di pertemuan London mendatang. Setelahnya, Vitkov juga diperkirakan akan melakukan kunjungan lanjutan ke Rusia, meskipun jadwal pastinya belum diumumkan.

Vitkov diketahui telah bertemu Presiden Putin sebanyak tiga kali sebelumnya dan mengklaim telah “mencapai kemajuan.”

AS Pertimbangkan Akui Krimea Milik Rusia — Perubahan Kebijakan Besar

Jika pemerintahan Trump benar-benar mengakui Krimea sebagai bagian dari Rusia, ini akan menjadi pembalikan total dari kebijakan luar negeri AS selama lebih dari satu dekade. Tujuan dari upaya diplomatik ini adalah membentuk gencatan senjata berdasarkan garis kontak saat ini, yang kemudian diharapkan berkembang menjadi perjanjian damai permanen.

Namun, pemerintahan Zelenskyy tetap kukuh pada posisi mereka untuk tidak mengakui kontrol Rusia atas wilayah Ukraina yang berbahasa Rusia. Hal ini membuat sejumlah poin dalam usulan AS menjadi sulit diterima.

Proposal AS juga mencakup larangan keanggotaan Ukraina di NATO. Utusan AS untuk Rusia-Ukraina, Kellogg, menyatakan dalam wawancara dengan Fox News bahwa: “Keanggotaan NATO bukan topik pembahasan saat ini.”

Wilayah Netral di Sekitar Pembangkit Nuklir Zaporozhye?

Salah satu usulan dari pihak AS yang paling kontroversial adalah menjadikan wilayah sekitar pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporozhye sebagai zona netral di bawah pengawasan Amerika Serikat. Hal ini, jika disetujui, akan melibatkan kehadiran AS secara langsung di zona konflik, yang bisa memicu respons kuat dari Moskow.

Kesimpulan: Negosiasi Memasuki Tahap Genting

Dengan tekanan waktu yang sangat singkat, nasib perang Rusia-Ukraina kini berada di persimpangan krusial. Keputusan Ukraina dalam beberapa hari ke depan—terutama soal keanggotaan NATO dan status Krimea—akan menentukan apakah perdamaian bisa diwujudkan atau perang akan terus berlanjut.

Trump ingin meninggalkan jejak diplomatik sebagai pendamai. Tapi dengan usulan yang berani dan penuh risiko politik, kini semua mata tertuju pada bagaimana Kyiv akan menjawab ultimatum Washington. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS