Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa sedang mempertimbangkan untuk mengajukan kasus gabungan melawan Tiongkok di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengenai peraturan Tiongkok yang memaksa perusahaan asing yang melakukan bisnis di sana untuk mentransfer inovasi teknologi mereka kepada perusahaan domestik, menurut surat kabar Jepang Yomiuri Shimbun.
Ketiga entitas tersebut mulai membahas cara untuk mengekang kebijakan Tiongkok pada bulan Januari, dan bersiap untuk mengajukan kasus pada awal Maret, Yomiuri Shimbun melaporkan pada 15 Februari.
Perusahaan-perusahaan asing di Tiongkok sering merasa terpaksa harus mendirikan usaha bersama dengan perusahaan domestik untuk mendapatkan akses ke pasar besar di negara tersebut.
Dan sebuah kebijakan “inovasi pribumi” yang dikeluarkan rezim Tiongkok pada tahun 2006 secara efektif mengharuskan semua perusahaan asing untuk mentransfer teknologi ke rekan-rekan Tiongkok mereka.
Amerika Serikat
Pengalihan paksa dan pencurian kekayaan intelektual di Tiongkok telah cukup diperhatikan oleh pemerintahan AS dimana pada bulan Agustus 2017, Presiden Donald Trump menandatangani sebuah memorandum untuk mengizinkan perwakilan perdagangan AS menyelidiki praktek perdagangan Tiongkok.
Barang palsu, perangkat lunak bajakan, dan pencurian rahasia dagang diperkirakan telah menghabiskan biaya ekonomi AS antara $225 miliar dan $600 miliar per tahun, menurut Komisi IP, sebuah kelompok ahli independen yang menyelidiki pencurian intellectual property (IP), kekayaan intelektual, Amerika.
Tiongkok adalah pelanggar IP teratas di dunia, bertanggung jawab atas antara 50 dan 80 persen dari semua biaya pencurian IP, Komisi IP memperkirakan.
Bisnis Amerika di Tiongkok merasakan tantangan tersebut. Dalam survei iklim usaha 2018 yang dilakukan oleh Kamar Dagang Amerika di Tiongkok, ketika ditanya tentang hambatan yang menghalangi mereka untuk meningkatkan inovasi, 27 persen bisnis Amerika yang disurvei mengatakan kurangnya perlindungan IP yang memadai, sementara 15 persen mengatakan “persyaratan melokalkan IP dan/atau persyaratan transfer teknologi.” Dan 15 persen lainnya menanggapi, “kebijakan inovasi pribumi yang mendiskriminasi perusahaan investasi asing.”
Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang sekarang secara resmi mengajukan keluhan kepada WTO, dengan mengklaim bahwa kebijakan Tiongkok bersifat diskriminatif terhadap perusahaan asing, dimana melanggar peraturan WTO.
Setelah pengaduan diajukan, negara-negara yang terlibat akan mengadakan diskusi. Jika mereka tidak menyelesaikan masalah ini, pengaduan tersebut masuk ke panel penyelesaian sengketa WTO, kemudian panel tersebut memutuskan apakah peraturan-peraturan perdagangan telah dilanggar, menurut Yomiuri Shimbun.
Uni Eropa dan Jepang
Kamar Dagang EU di Tiongkok merilis sebuah survei kepercayaan bisnis 2017 di mana 17 persen bisnis-bisnis harus mentransfer teknologi sebagai imbalan atas akses pasar. Di beberapa industri, lebih dari 20 persen perusahaan dari Uni Eropa harus melakukannya: 31 persen di kedirgantaraan dan penerbangan, 23 persen di mesin, dan 21 persen komponen-komponen otomotif dan otomotif terkait.
Perusahaan otomotif Eropa yang berbasis di kota Tianjin dan Shenyang, keduanya merupakan pusat manufaktur otomotif, merasa sangat tertekan, menurut survei tersebut.
Pada bulan Januari 2017, rezim komunis Tiongkok memberi kuasa agar usaha-usaha patungan menunjukkan bahwa mereka telah menguasai semua teknologi untuk “kendaraan energi baru” sebelum mendapatkan izin untuk memproduksi mobil-mobil tersebut. Kamar Dagang EU mengungkapkan kekhawatiran bahwa undang-undang tersebut mengharuskan produsen asing untuk mentransfer kode perangkat lunak dan pengetahuan penting lainnya ke usaha patungan Tiongkok mereka, menurut laporan Financial Times (FT).
Jepang juga mengalami kerugian besar saat Kawasaki Heavy Industries, pembuat kereta peluru Jepang yang bergerak cepat, menandatangani kesepakatan lisensi dengan perusahaan Tiongkok CSR Sifang pada tahun 2004.
Orang-orang Tiongkok sejak itu telah mematenkan teknologi rel kecepatan tinggi yang sama seperti milik mereka sendiri dan menjualnya di luar negeri. Jepang sekarang menghadapi persaingan dari perusahaan kereta api Tiongkok yang menawarkan teknologi tersebut dengan harga lebih rendah.
Ketegangan Perdagangan
Ketegangan telah terjadi antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Pada bulan Januari, Presiden Trump bersumpah untuk memberlakukan denda untuk pencurian IP Tiongkok. Kemudian pemerintah tersebut menyebut dukungan Amerika Serikat terhadap masuknya Tiongkok ke WTO sebagai sebuah kesalahan, dan akhirnya, memberlakukan tarif pada panel surya impor dan mesin cuci. Tiongkok mendominasi sebagian besar manufaktur panel surya dunia.
Beijing tampaknya akhirnya menyerah pada Amerika Serikat. Pekan lalu, diplomat terkemuka Tiongkok Yang Jiechi mengunjungi Washington untuk pertemuan dengan pemerintah untuk memperlancar ketegangan-ketegangan perdagangan.
FT juga melaporkan pada 13 Februari bahwa Terry Branstad, duta besar AS untuk Tiongkok, telah bertemu secara pribadi dengan pemimpin Tiongkok Xi Jinping dan kepercayaan tepercayanya, Wang Qishan, untuk mengurangi hubungan-hubungan yang tegang antara kedua negara tersebut, mengutip sumber-sumber yang mengetahui diskusi mereka.
Penasihat ekonomi utama Xi dan anggota Komite Politbiro Tiongkok, Liu He, juga meminta sebuah pertemuan dengan Branstad, FT melaporkan. (ran)
ErabaruNews