Pengusaha Tiongkok Mengeluh: 80% Pesanan Terhenti, Penjualan Domestik Tak Bisa Gantikan Ekspor

Perang tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok memberikan dampak besar terhadap perusahaan-perusahaan Tiongkok, terutama perusahaan ekspor. Seorang pengusaha bahan baku kotak karton mengungkapkan bahwa 80% pesanannya telah terhenti. Sementara itu, seorang pengusaha produk selimut secara blak-blakan mengatakan bahwa penjualan domestik tidak bisa menggantikan ekspor, dan bahkan mendapatkan pesanan domestik pun sangat sulit.

EtIndonesia. Untuk mengurangi dampak tarif tinggi dari AS, pemerintah Tiongkok menyerukan perusahaan-perusahaan untuk memperluas pasar domestik. Namun, banyak produsen yang bergantung pada ekspor mengeluhkan lemahnya permintaan dalam negeri, persaingan harga yang sengit, margin keuntungan yang sangat tipis, ditambah dengan masalah keterlambatan pembayaran dan tingginya tingkat pengembalian barang. Semua ini tidak hanya gagal meredam dampak tarif, tetapi justru memperparah spiral deflasi.

Spiral deflasi adalah kondisi di mana harga barang terus menurun, menyebabkan laba perusahaan menurun, upah karyawan berkurang, yang pada akhirnya menekan konsumsi dan memperburuk siklus tersebut.

Karena kotak karton adalah produk habis pakai, tingkat penggunaannya bisa mencerminkan sejauh mana perusahaan ekspor Tiongkok terdampak tarif tinggi AS.

Dalam sebuah video, seorang pemilik usaha kotak karton mengatakan bahwa sebagian besar pelanggannya adalah produsen lampu, dan industri lampu sangat terdampak tarif AS, dengan penurunan sebesar 80%.

Ia mengatakan banyak pelanggannya telah menghentikan pesanan: “Pesanan sebelumnya hampir semuanya dihentikan, pesanan yang sudah dibuat pun sebagian besar tidak diperbolehkan untuk dikirim.”

Pengusaha tekstil “Saudara Selimut” dalam videonya menunjukkan beberapa manajer pabrik yang membahas kondisi saat ini. Ada yang mengatakan sekarang kerjaan hanya sampai pukul 14.00 siang, setelah itu tidak ada lagi pekerjaan, dan para pekerja merasa tidak tenang. Ada juga yang meminta bos untuk lebih banyak mengambil pesanan domestik.

Namun “Saudara Selimut” dengan terus terang berkata: “Kami sudah berusaha sekuat tenaga. Bisa bertahan kerja sampai jam 2 siang saja sudah lumayan.”

Dia juga menambahkan bahwa kebiasaan konsumsi orang asing dan orang Tiongkok sangat berbeda: orang asing bisa mengganti selimut hanya dalam beberapa minggu atau bulan, sedangkan orang Tiongkok bisa memakai selimut bertahun-tahun dan masih enggan mengganti.

“Kebiasaan konsumsi berbeda. Jadi, mau seberapa besar pun kita memperluas pasar domestik, tetap tidak bisa menandingi pasar ekspor,’ ujarnya. 

Untuk mengatasi tekanan tarif, banyak perusahaan ekspor terpaksa beralih ke pasar domestik. Namun, dengan ekonomi Tiongkok yang terus melemah dan konsumsi lesu, perusahaan-perusahaan harus bersaing ketat untuk bertahan hidup, mengobarkan perang harga yang akhirnya memperburuk situasi.

Seorang pengusaha pabrik pakaian, Qian Ainuo (nama disesuaikan pelafalan), mengatakan kepada Reuters bahwa setiap produk ekspor memberinya keuntungan sekitar 20 yuan. Sedangkan untuk pasar domestik, keuntungannya hanya sepersepuluhnya.

Dikarenakan margin keuntungan yang tipis, keterlambatan pembayaran dari pengecer lokal, dan permintaan untuk mengembalikan produk yang tidak terjual, dia memutuskan untuk tidak lagi mengejar pasar domestik.

Saat ini, tarif atas barang-barang ekspor Tiongkok ke Amerika Serikat sudah mencapai 145%. Selain itu, kebijakan “batas bebas bea” untuk paket kecil di bawah 800 dolar AS juga telah dihapus.

Di bawah tekanan tarif yang berat, pesanan dari Amerika anjlok, dan banyak perusahaan ekspor menghadapi krisis kelangsungan hidup, menyebabkan gelombang penghentian produksi di provinsi-provinsi pesisir utama.

Dalam artikel berjudul “Industri Ekspor Manufaktur Membutuhkan Pertolongan Darurat”, pembawa acara keuangan dari Shenzhen TV, Chen Shuting, menulis bahwa banyak produsen ekspor yang bergantung pada pesanan Amerika kini mulai menghentikan produksi, terutama di kawasan Delta Sungai Yangtze dan Delta Sungai Mutiara. Jika situasi tidak membaik, banyak perusahaan kemungkinan besar akan terpaksa gulung tikar.

Menurut laporan Financial Times, Ketua Asosiasi E-Commerce Lintas Batas Shenzhen, Wang Xin, yang mewakili lebih dari 2.000 pedagang, menyatakan bahwa banyak anggota merasa sangat cemas. Mereka telah memberitahukan kepada pabrik dan pemasok untuk menunda atau menghentikan pengiriman, menyebabkan beberapa pabrik berhenti beroperasi selama satu hingga dua minggu.

Perusahaan Dehong Electric Products di Dongguan mengumumkan bahwa mulai 11 April, operasional mereka dihentikan dan semua karyawan diliburkan selama satu bulan.

Sementara itu, Stellarmed, perusahaan di Hangzhou yang memproduksi perangkat endoskopi untuk pasar Amerika, juga telah memberitahu karyawannya untuk mencari pekerjaan baru. Pihak perusahaan mengatakan: “Kami tidak tahu sampai kapan situasi ini akan berlangsung. Kami hanya bisa menunggu dan tidak bisa berbuat apa-apa.”

Chen Shuting juga menulis bahwa masalah paling mendesak saat ini adalah:
“Berapa lama para pemilik perusahaan ini bisa bertahan?”
“Jika situasi tarif tinggi tidak membaik, menurut banyak pengusaha, mungkin mulai Juni nanti akan ada banyak perusahaan manufaktur ekspor yang terpaksa mengumumkan kebangkrutan.” (hui/asr)

Sumber : NTDTV.com

FOKUS DUNIA

NEWS