EtIndonesia. Menurut laporan media Korea Selatan, baru-baru ini seorang teknisi teknologi informasi (IT) asal Korea Utara ditangkap di Tiongkok karena diduga mencuri teknologi militer Tiongkok. Kasus ini menjadi kejadian langka di mana Korea Utara, yang sering dituduh mencuri teknologi negara lain, kali ini justru menyasar salah satu sekutu utamanya, Tiongkok.
IT Korea Utara Curi Teknologi Militer Tiongkok
Mengutip sumber dari Korea Utara, kantor berita Yonhap melaporkan bahwa seorang teknisi IT bernama A, yang merupakan anggota organisasi di bawah Departemen Industri Militer Partai Buruh Korea, dikirim ke Shenyang, Tiongkok. A kemudian melarikan diri dari asrama tempat tinggalnya sambil membawa laptop dan akhirnya berhasil ditangkap oleh kepolisian Tiongkok.
Setelah penyelidikan, pihak kepolisian Tiongkok menemukan bahwa laptop milik A berisi banyak informasi rahasia terkait teknologi persenjataan militer Tiongkok. Dalam interogasi, A mengakui perbuatannya.
Sumber tersebut menambahkan bahwa setelah mendapat kabar penangkapan A, otoritas Korea Utara segera memerintahkan pemulangan seluruh teknisi IT Korea Utara yang bekerja di lokasi yang sama. Pyongyang tampaknya khawatir insiden ini akan mengungkap lebih banyak aktivitas pencurian teknologi oleh Korea Utara di Tiongkok.
Pihak berwenang Tiongkok belum mengungkap secara spesifik jenis teknologi yang dicuri. Namun menurut seorang pembelot Korea Utara yang mengetahui aktivitas teknisi Korea Utara di Tiongkok, informasi yang dicuri kemungkinan berkaitan dengan pengembangan drone.
Belakangan ini, Korea Utara memang gencar mengembangkan drone kecil dan sistem operasi drone berdasarkan pengalaman yang diperoleh dari perang Rusia-Ukraina.
Departemen Industri Militer Korea Utara
Departemen Industri Militer Korea Utara adalah lembaga yang bertanggung jawab atas pengembangan kebijakan industri militer, termasuk program nuklir dan rudal, dan merupakan salah satu entitas yang dijatuhi sanksi oleh Dewan Keamanan PBB.
Berdasarkan penyelidikan pihak berwenang Korea Selatan dan Amerika Serikat, sudah berulang kali terungkap bahwa badan intelijen dan Kementerian Pertahanan Korea Utara mengoperasikan organisasi IT yang bertugas menghasilkan devisa melalui serangan siber dan pencurian teknologi militer.
Salah satunya adalah Biro 313, yang berada di bawah Departemen Industri Militer, dan telah dimasukkan ke dalam daftar sanksi oleh Kementerian Luar Negeri Korea Selatan pada akhir tahun lalu.
Ribuan Teknisi IT Korea Utara Menyusup ke Perusahaan AS, 14 Orang Didakwa
Sebanyak 14 warga Korea Utara telah didakwa di Amerika Serikat karena menggunakan identitas palsu untuk menandatangani kontrak kerja sebagai teknisi IT dengan perusahaan-perusahaan AS. Mereka diwajibkan oleh Pemerintah Korea Utara untuk mengirimkan setidaknya 10.000 dolar AS per bulan dari pendapatan ilegal mereka guna mendukung program nuklir Pyongyang.
Direktur Kantor FBI di St. Louis, Ashley Johnson, dalam konferensi pers mengungkapkan bahwa program ini melibatkan ribuan pekerja IT Korea Utara dan telah menghasilkan lebih dari 88 juta dolar AS dalam enam tahun terakhir untuk rezim Korea Utara.
Johnson menyatakan bahwa selain gaji, para pekerja ini juga mencuri informasi sensitif dari perusahaan-perusahaan Amerika atau memanfaatkan informasi yang dicuri untuk memeras uang dari korbannya. Korban-korban tersebut termasuk perusahaan AS yang tidak menyadari telah mempekerjakan agen Korea Utara, serta warga AS yang identitasnya telah dicuri.
Kasus ini kini ditangani oleh Pengadilan Federal di Kota St. Louis, Missouri. Keempat belas terdakwa menghadapi dakwaan penipuan telekomunikasi, pencurian identitas, pencucian uang, dan berbagai tuduhan lainnya. Sebagian besar terdakwa diyakini masih berada di Korea Utara. Jika dinyatakan bersalah, masing-masing dapat menghadapi hukuman penjara hingga 27 tahun.
Pada 12 Desember 2024, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan hadiah 5 juta dolar AS untuk informasi yang mengarah pada penangkapan para tersangka.
Menurut laporan Associated Press, pada 18 Oktober 2023, FBI dan Departemen Kehakiman AS mengungkap bahwa ribuan teknisi IT Korea Utara yang dikontrak perusahaan-perusahaan AS telah mengalirkan jutaan dolar ke Korea Utara.Dana tersebut digunakan untuk mendukung program nuklir dan pengembangan rudal balistik Pyongyang.
Teknisi IT tersebut, yang berpura-pura sebagai pekerja lepas (freelancer), menggunakan metode kerja jarak jauh untuk menyamarkan identitas mereka. Sebagian besar dari mereka bermukim di Tiongkok atau Rusia.
Menurut agen khusus FBI St. Louis, Jay Greenberg, para teknisi ini menggunakan berbagai metode, termasuk membayar warga AS untuk meminjamkan jaringan Wi-Fi rumah mereka, sehingga tampak seolah-olah mereka bekerja dari dalam wilayah Amerika Serikat. Greenberg memperingatkan bahwa perusahaan mana pun yang merekrut freelancer mungkin saja telah tanpa sadar mempekerjakan agen Korea Utara.
Juru bicara FBI, Rebecca Wu, menegaskan: “Kami dapat mengatakan secara langsung bahwa sudah ada ribuan teknisi IT Korea Utara yang terlibat dalam operasi ini.”
Departemen Kehakiman AS menyatakan bahwa setiap tahun, para teknisi ini menghasilkan jutaan dolar untuk program pengembangan rudal Korea Utara. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan menyusup ke jaringan komputer perusahaan yang mempekerjakan mereka untuk mencuri data sensitif.
Pada Mei 2022, Departemen Luar Negeri AS, Departemen Keuangan, dan FBI pernah bersama-sama mengeluarkan peringatan bahwa Korea Utara mencoba memperoleh pekerjaan dengan menyamar sebagai warga negara lain.
Sejak Kim Jong-un berkuasa, Korea Utara memang semakin memperkuat pendidikan dan pelatihan di bidang teknologi informasi. (jhn/yn)