Harga Emas Melonjak, Sentuh Titik Tertinggi Dua Pekan, Tahun Ini Bisa Tembus 4.000 Dolar AS

EtIndonesia. Kebijakan perdagangan Presiden Amerika, Serikat Donald Trump kembali mengguncang pasar global. Pada Senin (5/5), dia mengumumkan rencana pengenaan tarif baru terhadap obat-obatan impor dalam dua pekan ke depan, dan sehari sebelumnya (4/5), Trump juga mengumumkan tarif hingga 100% atas film impor. Kebijakan ini memicu kepanikan pasar, mendorong lonjakan permintaan terhadap aset aman — dengan emas kembali menjadi primadona.

Pada Selasa (6/5), harga emas melonjak tajam, baik untuk pasar spot maupun kontrak berjangka. Keduanya menyentuh level tertinggi dalam dua pekan terakhir. Sejumlah analis bahkan memprediksi bahwa harga emas berpotensi menembus rekor baru di angka 4.000 dolar AS per ons tahun ini.

Harga Emas Tembus 3.400 Dolar AS, Kenaikan Harian Terbesar dalam Beberapa Bulan

Menurut laporan Reuters, harga emas berjangka di New York pada Selasa ditutup naik 3%, menjadi 3.422,8 dolar AS per ons, sedangkan emas spot melonjak 2,4% ke 3.413,29 dolar AS per ons, tertinggi sejak 22 April. Lonjakan harian sebesar 2,7% ini tercatat sebagai rebound harian terkuat dalam beberapa bulan terakhir.

Kenaikan emas kali ini bukan didorong oleh satu faktor tunggal, melainkan kombinasi dari berbagai pemicu global.

Faktor Pendorong: Pasar Tiongkok, Lemahnya Dolar, dan Pembelian Emas oleh Bank Sentral

Setelah berakhirnya libur panjang Hari Buruh di Tiongkok, aktivitas pasar di negara tersebut kembali normal. Sebagai konsumen emas terbesar dunia, investor Tiongkok kembali aktif masuk pasar, mendorong permintaan dan harga naik.

Adrian Ash, Direktur Riset BullionVault, mengatakan: “Kenaikan harga emas ini sangat dipengaruhi oleh kembalinya minat beli dari investor Tiongkok, dan juga karena bank sentral di berbagai negara — khususnya negara-negara berkembang — terus meningkatkan kepemilikan emas untuk mengurangi ketergantungan terhadap aset berbasis dolar AS.”

Di sisi lain, kinerja dolar AS juga sedang melemah. Dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap prospek kesepakatan dagang antara AS dan Tiongkok serta langkah Trump yang agresif dalam kebijakan tarif, risiko pasar meningkat, menjadikan emas pilihan utama bagi investor yang menghindari risiko.

Bagi investor luar negeri yang memegang mata uang non-dolar, pelemahan dolar membuat harga emas relatif lebih murah, sehingga meningkatkan daya tariknya secara global.

Lonjakan Permintaan Global: Asia Memimpin, Barat Bersiap Menyusul

Daniel Ghali, analis komoditas di TD Securities, menyebutkan bahwa permintaan emas dari Asia sangat kuat, dan pasar Barat saat ini juga tengah memasuki fase “potensi reli susulan”.

“Kami melihat banyak aktivitas spekulatif di pasar Tiongkok, dan meskipun harga emas di pasar Barat sudah memasuki wilayah overbought, tingkat kepemilikan emas masih rendah. Ini menandakan masih ada ruang besar untuk kenaikan lanjutan,” ujar Ghali.

Dia memperkirakan, jika ketegangan perdagangan terus meningkat, ditambah ketidakpastian arah suku bunga The Fed, serta permintaan lindung nilai (safe haven) yang terus naik, maka harga emas berpotensi menembus 4.000 dolar AS per ons tahun ini — sebuah rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Kebijakan The Fed Jadi Faktor Penentu Selanjutnya

Fokus pasar kini tertuju pada pernyataan Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, dalam konferensi pers yang akan datang. Jika muncul sinyal mengenai pelonggaran moneter, maka itu bisa semakin memperkuat tren kenaikan emas.

Dalam konteks ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global yang terus meningkat, emas kembali mendapat statusnya sebagai instrumen lindung nilai utama. Para investor tidak hanya mengkhawatirkan dampak kebijakan tarif Trump, tetapi juga ketidakpastian arah kebijakan global secara keseluruhan.

Emas Menuju 4.000 Dolar AS? Faktor-Faktor Penentunya:

Beberapa faktor utama yang dapat mendorong harga emas terus menanjak antara lain:

  • Kebijakan tarif baru Trump: Meningkatkan risiko perang dagang dan gejolak pasar.
  • Ketegangan geopolitik: Ketegangan di kawasan seperti Timur Tengah dan Selat Taiwan memicu permintaan aset aman.
  • Pelemahan dolar AS: Membuat emas lebih menarik bagi pemegang mata uang asing.
  • Pembelian emas oleh bank sentral: Negara seperti Tiongkok dan Rusia secara aktif menambah cadangan emas, mencerminkan ketidakpercayaan terhadap dominasi dolar.
  • Kemungkinan penurunan suku bunga oleh The Fed: Jika data ekonomi melemah atau muncul sinyal pelonggaran menjelang pemilu, maka suku bunga riil akan menurun — kondisi ideal bagi emas.

Volatilitas Tinggi Menanti, Tapi Peluang Masih Terbuka

Dalam jangka pendek, harga emas diperkirakan tetap fluktuatif, namun potensi untuk terus naik masih besar. Jika retorika agresif Trump terus memicu kekhawatiran pasar, dan arus dana institusi serta bank sentral terus mengalir ke emas, maka bukan tidak mungkin target 4.000 dolar AS benar-benar tercapai.

Namun demikian, para analis juga mengingatkan bahwa koreksi jangka pendek atau konsolidasi harga sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, investor disarankan untuk tetap mengatur manajemen risiko dengan baik, serta memanfaatkan peluang beli saat terjadi penurunan harga.(jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS