EtIndonesia. Dalam mitologi India, ada satu pandangan menarik tentang dunia: seluruh dunia hanyalah mimpi dari dewa Brahma. Ketika Brahma terbangun, dunia akan lenyap tanpa jejak. Dengan kata lain, dunia yang kita tempati ini berasal dari pikiran Sang Dewa. Maka pertanyaan yang muncul: apakah ada hubungan antara otak manusia dan struktur alam semesta?
Sebuah artikel yang pernah diterbitkan di The New York Times menampilkan dua gambar yang sangat mengejutkan: satu adalah gambar sel otak seekor tikus, dan yang satu lagi adalah simulasi struktur galaksi di alam semesta awal. Yang mengejutkan adalah: kedua gambar ini nyaris tidak bisa dibedakan. Pola koneksi antara galaksi-galaksi di alam semesta sangat mirip dengan jaringan neuron dalam otak, memperlihatkan bahwa struktur alam semesta menyerupai struktur otak manusia.
Buku “Three Pound Universe”: Otak adalah Miniatur Alam Semesta
Kesamaan ini bukan hanya dilihat oleh ilmuwan, tapi juga disoroti oleh para penulis. Judith Hopper dan suaminya Dick Teresi, dalam bukunya yang berjudul Three Pound Universe (Otak Seberat Tiga Pon), menyebut otak manusia sebagai “alam semesta tiga pon”.
Pada halaman 33 buku itu, terdapat dua gambar: satu gambar korteks otak, dan satu lagi adalah gambar materi gelap di alam semesta. Keduanya menampilkan pola yang hampir identik. Ini menggambarkan bahwa otak manusia adalah mikrokosmos (alam semesta mini), sementara alam semesta itu sendiri bagaikan otak raksasa.
Temuan-temuan seperti ini masih terus menjadi topik perdebatan dan penelitian, dan jika suatu saat benar-benar dapat dibuktikan secara ilmiah, maka pemahaman umat manusia terhadap tubuh, kehidupan, dan alam semesta akan berubah total.
Teori Holografis: Alam Semesta Tak Bisa Dipisahkan
Lalu, bagaimana konsep ini dijelaskan dalam ranah fisika? Salah satu teori yang relevan adalah teori holografis.
Apa itu hologram?
Bayangkan sebuah foto berisi gambar seseorang. Jika foto itu dipotong menjadi dua bagian, masing-masing bagian masih dapat menampilkan keseluruhan gambar secara utuh. Bahkan jika foto itu dirobek menjadi serpihan kecil, setiap serpihannya masih mengandung citra lengkap dari gambar aslinya. Foto seperti ini disebut hologram.
Teori holografis berpendapat bahwa alam semesta adalah satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan, di mana setiap bagian—sekecil apa pun—mengandung informasi tentang keseluruhan. Fisikawan terkenal David Bohm pernah mengatakan bahwa di balik segala keterpisahan yang tampak, terdapat keterhubungan universal yang dalam dan tak terlihat, suatu kesatuan teratur yang menyatukan semua keberadaan.
Dengan demikian, alam semesta seperti sebuah hologram raksasa, di mana setiap bagian mengandung keseluruhan, dan keseluruhan pun tercermin dalam setiap bagian—bahkan dalam setiap sel dalam tubuh manusia.
Otak: Struktur Paling Kompleks di Alam Semesta yang Dikenal
Profesor Christof Koch, ahli biologi kognitif dan perilaku dari California Institute of Technology, menyebut otak manusia sebagai struktur paling kompleks yang diketahui di alam semesta. Gelar ini bukan tanpa alasan: otak manusia mengandung lebih dari 100 miliar neuron dengan sekitar 100 triliun koneksi sinaptik—kompleksitas yang sungguh mencengangkan.
Menariknya, para ilmuwan mulai menyadari bahwa jaringan neuron dalam otak sangat mirip dengan struktur jaringan galaksi dalam alam semesta. Bahkan, pola distribusi galaksi di jagat raya sangat menyerupai hubungan antar neuron di otak.
Perbandingan Kuantitatif: Otak vs Alam Semesta
Para astrofisikawan dan neurosaintis mulai bekerja sama dan melakukan perbandingan secara kuantitatif antara jaringan kosmik (galaksi, materi gelap, ruang hampa) dan jaringan saraf otak manusia.
Hasil pertama yang mengejutkan:
- Tingkat kompleksitas jaringan otak dan alam semesta sangat mirip.
- Strukturnya pun memiliki kesamaan visual dan fungsional.
Yang lebih mengejutkan lagi, kemiripan antara otak dan jaringan kosmik ternyata lebih tinggi dibandingkan kemiripan antara jaringan kosmik dan struktur internal dalam galaksi itu sendiri. Dengan kata lain, otak manusia dan alam semesta memiliki pola kesamaan yang lebih besar satu sama lain dibandingkan kesamaan antara bagian dalam alam semesta itu sendiri.
Walaupun ukuran fisik dan medium dasar keduanya sangat berbeda, jika dilihat dari sudut pandang teori informasi dan pemrosesan jaringan, struktur otak dan struktur alam semesta memang memiliki banyak kemiripan yang mencengangkan.
Apakah Alam Semesta Adalah Otak Raksasa?
Kesimpulan dari semua ini adalah sebuah pertanyaan besar dan menggugah:
Apakah mungkin bahwa alam semesta ini sebenarnya adalah otak dari suatu entitas yang lebih besar?
Apakah kita—manusia, galaksi, partikel—hanyalah bagian dari proses berpikir dari sesuatu yang tak terbayangkan?
Pertanyaan ini masih belum memiliki jawaban final. Namun temuan dan pemikiran ini telah membuka cakrawala baru, tidak hanya dalam sains dan filsafat, tetapi juga dalam pemahaman eksistensial kita sebagai bagian dari semesta.(jhn/yn)